Budaya-Tionghoa.Net| Menjawab pertanyaan salah satu rekan mengenai kasus Tie Pat Kay yang disembah oleh para pelacur dan germo membuat saya teringat pada daerah-daerah prostitusi di Taiwan, Hongkong dan Indonesia sendiri.
|
Pada prinsipnya orang Tionghoa atau agama rakyat Tionghoa beranggapan bahwa setiap profesi ada dewanya. Sebagai contoh : Lu Ban adalah dewa bagi para pengrajin kayu, Du Kang adalah dewa bagi pengusaha minuman keras dan masih banyak lainnya.
Dewa para pelacur tidak hanya Tie Pat kay [Zhu Bajie] yang terkenal sekarang ini tapi ada beberapa seperti Bai Mei dan Guan Zhong. Bai Mei tidak jelas asal usulnya tapi diperkirakan adanya unsur dari
Xian Jiao atau Zoroastrianisme (cat:agama Zoroaster) dan posisi salah satu “dewa” dalam agama Zoroaster direndahkan menjadi dewa pelindung para pelacur karena dianggap Zoroaster adalah agama import.
Sedangkan Guan Zhong adalah tokoh sejarah yang terkenal pada periode musim semi dan gugur juga dianggap menjadi pelindung para pelacur. Hal ini tidak mengeherankan karena Guan Zhong selain dianggap ahli strategi dan pemikir ulung juga pernah mengorganisir atau mendata serta memperbaiki sistem pelacuran kerajaan Ji.
Wu Gong Xian juga merupakan dewa yang dianggap menjadi pelindung para pelacur tapi Wu Gong Xian dilarang oleh dinasti Qing atas prakarsa para scholar Confucianism, hal ini dikarenakan Wu Gong Xian ini adalah dewa dari 5 binatang yang dianggap tercela dan tidak baik. Lima binatang ini pula sering dianggap sebagai ChaiShen 5 penjuru dan disembah di kasino-kasino.
Akibat pelarangan pada masa dinasti Qing, WuGong Xian lenyap dan Wu Lu Chai Shen berubah wujud menjadi 5 manusia. Tie PatKay lebih mengarah kepada sifat genit atau cabul manusia dan mungkin saja diharapkan para pelanggan menjadi genit dan Tie Pat Kay akan melindungi para pelaku usaha tersebut.
Pertanyaan kenapa ada dewa pelacur pasti melekat dibenak kita semua. Perlu kita sadari bahwa pelacuran sering dianggap pekerjaan hina, mengeksploitasi manusia dan tidak bermoral.
Mungkin dari satu sudut pandangan itu bisa benar adanya, tapi kita pikirkan bahwasanya mereka para pelacur juga manusia. Mereka mendapat penghinaan dan pelecehan dimana-mana sehingga mereka tentunya mencari atau membuat figur yang dipercaya bisa mengayomi dan memberikan rasa aman serta nyaman bagi mereka.
Karena itulah terciptalah atau diadopsi figur-figur seperti Tie Pat kay, Guan Zhong, Wu Gong Xian. Hal yang sama juga pernah saya lihat di jalan B kota Semarang.
Di kota tersebut ada tempat pelacuran yang menggunakan fu Guan Yin dari kelenteng dan dipasang terbalik, suatu hal yang umum bagi mereka yang usaha illegal .
Menggunakan fu terbalik, karena dianggap pekerjaan mereka tidak baik. Artinya dalam benak para pengusaha usaha “haram” sudah ada pemikiran usaha mereka adalah tidak baik. Tentunya menghadapi mereka diperlukan suatu sikap yang bijaksana.
Figur Bai Mu Dan seorang pelacur yang akhirnya mencapai pencerahan menjadi suatu pandangan positif bagi kita untuk menghargai para pelacur sebagai manusia adanya. Jangan melecehkan pelacur. Yang harus dilawan adalah tindakan perbudakan wanita dan pemaksaan kehendak bukan memandang rendah mereka.
Hormat saya,
Xuan Tong
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghoa