Budaya-Tionghoa.Net| Populasi Tionghua di Afrika Selatan adalah yang terbesar diantara negara Afrika lainnya. Diperkirakan populasi mereka berjumlah 250 ribu -300 ribu jiwa. Mereka berasal dari berbagai gelombang diaspora dan juga berbagai latar belakang dari industrialis Taiwan , kaum terdidik di Shanghai dan Beijing sampai imigran miskin di pedesaan Fujian.
|
Ratusan orang Tionghua dikapalkan dari Batavia ke Cape Town selama periode VOC. Tetapi status mereka adalah pengasingan , bukan sebagai pemukim yang memiliki kebebasan. Kehadiran mereka memang diharapkan oleh otoritas di Cape Town untuk mengatasi kebutuhan sumber daya manusia.[1]
Kedatangan kapal yang mengangkut Tionghua ke Cape Town pertama kali terjadi pada tahun 1654.[2] Disatu sisi mereka harus diawasi , disisi lain tenaga mereka memang dibutuhkan. Selain dari Tionghua , Jawa dan etnis lain dari kawasan Hindia Belanda [Indonesia] , arus migrasi paksa ini juga datang dari kawasan Srilanka dan India dan juga Dutch-Formosa [Taiwan] sebelum VOC diusir oleh Koxinga.
James Amstrong telah menelusuri bahwa transportasi Tionghua ke Cape Town , sebagian besar berasal dari Batavia. Tionghua yang dibawa dianggap sebagai pelaku criminal atau penduduk illegal. Dampaknya , migrasi paksa Tionghua ke Afrika Selatan ini memperluas rentang diaspora. [3]
Leluhur dari Tionghua yang dilahirkan di Afrika Selatan bermula dari arus diaspora dalam jumlah kecil tapi signifikan sejak tahun 1870-an. Tionghua di Afrika Selatan sudah mengalami kebijakan rasis dan diskriminatif.[4] Menurut sensus tahun 1891, ada 413 Tionghua di Afrika Selatan. Di tahun 1904 , jumlah Tionghua bertambah lima kali lipat , 2556 jiwa. Jumlah ini tetap kecil dibanding populasi total di Afrika Selatan.
Pada tahun 1907 karena para pekerja tambang emas kulit hitam banyak melakukan perlawanan, maka pemerintah Afrika Selatan mendatangkan 63.000 pekerja tambang Tionghua ke sana. Mereka didatangkan dan dikontrak sebagai tenaga tidak terlatih atau semi terlatih dengan gaji rendah.[5]
Di masa Apartheid , pertambahan populasi Tionghua tetap lambat tapi stabil. Pasca Perang Dunia II , pintu imigrasi di Afrika Selatan tertutup oleh kebijakan Immigrants Regulation Amendment Act 43 [1953]. Ini hanya satu dari sekian banyak kasus hambatan Tionghua masuk ke Afrika Selatan antara tahun 1953-1970.
Pasca 1970an , hubungan Taiwan dan Afrika Selatan menguat , dan kaum industriawan Taiwan masuk ke Afrika Selatan untuk melakukan berbagai investasi. Hal ini menandai gelombang baru imigrasi Tionghua ke Afrika Selatan. Pemerintah Afrika Selatan memberikan kemudahan yang mendorong arus migrasi dari Taiwan dan Hongkong. Pada masa 1980-1990 , jumlah kaum industrialist terus bertambah.
Sejak tahun 1990an, gelombang kedua migrasi Tionghua dimulai dari Taiwan dan Hongkong. Mereka membuka perusahaan , firma ekpor-impor, restoran, berbagai jenis usaha kecil , bahkan sebagai pelajar. Pendatang baru ini tinggal di kawasan kota besar di Afrika Selatan. Mereka melihat situasi terlebih dahulu , jika menguntungkan mereka tetap menetap dan jika suasana usaha memburuk mereka bisa pindah sewaktu-waktu seperti yang terjadi di akhir 1990an , bersamaan dengan terjalinnya hubungan diplomatic antara Afrika Selatan dan Republik Rakyat Tiongkok ditahun 1998. Jumlah Tionghua asal Taiwan terus merosot tajam.
Sebaliknya , gelombang ketiga kedatangan Tionghua di Afrika Selatan sebagian besar dari Republik Rakyat Tiongkok seiring hubungan diplomatik antara kedua negara sejak tahun 1998 dan juga arus investasi dari RRT kekawasan Afrika, termasuk juga Afrika Selatan. Gelombang ini “menenggelamkan” komunitas Tionghua kelahiran Afrika Selatan yang lebih dulu ada.
Budaya-Tionghoa.Net| Facebook Budaya Tionghoa
REFERENSI :
1. Kerry Ward , ” Networks of Empire: Forced Migration in The Dutch East India Company”
2. Leonard Thompson , “A History of South Africa”,
3. Yoon Jung Park ,”Recent Chinese Migration to South Africa , New Intersections of Race, Class and Ethnicity”,
PHOTO CREDIT : Bernard Partidge , 1903 , Public Domain
[1] Kerry Ward , p145
[2] Kerry Ward , p144
[3] Kerry Ward , p152
[4] Yap and Man, 1996
[5] Leonard Thompson , “A History of South Africa”, p144-5