Budaya-Tionghoa.Net |Segala kekalutan pikiran disebabkan pengaruh dari luar tubuh kita yang terbawa masuk melalui panca- indra atau panca-skandha menurut ajaran Sang Buddha. Misalnya mata melihat rumah mewah atau mobil mewah mendatangkankeinginan untuk memilikinya. Hidung mencium wangi masakan mendatangkan rasa lapar dan ingin menyantap masakan tersebut.
|
Begitulah panca-indra dapat terpengaruh oleh keadaan, sehingga nafsu keinginan berkobar laksana bara api yang membakar sekujur tubuh, akibatnya akan menjerumuskannya ke dalam jurang kekalutan dan kebodohan batin. Adalah suatu kenyataan, bahwa panca-indra dapat membangkitkan berbagai macam perasaan seperti marah, sedih, senang, takut, susah, benci, dsb.
Pentingnya mengendalikan panca-indra dengan tujuan untuk melatih perbuatan, pikiran, dan perasaan kita, agar dapat dikuasai sehingga kita dapat menjadi `tuan bagi diri sendiri’. Lau Zi mengungkapkannya dengan berbagai hal-hal duniawi yang dapat menyebabkan kita menjadi penuh amarah (mata buta), menjadikan kita penuh kebodohan batin (tuli), dan menjadikan kita penuh nafsu keinginan (kehilangan rasa sejati). ” Panca warna dapat membuat mata menjadi buta, panca suara dapat membuat telinga menjadi tuli, panca rasa dapat membuat lidah kehilangan rasa sejati.” ( Tao Tee Cing XII, 1 ).
Sifat Ke-aku-an
Menyangkal diri atau menegasikan sifat ke-aku-an, merupakan suatu ciri dari setiap agama yang diperkenalkan oleh para Guru Agung. Sifat ke-aku-an menurut Lau Zi adalah penyebab penderitaan, yang biar bagaimanapun tingginya pencapaian kebatinan yang berhasil diperoleh oleh seseorang, tetapi apabila tujuan pencapaian tersebut berdasarkan sifat ke-aku-annya, maka dia akan masih tetap terikat dalam penderitaan, sehingga bila dia dapat membebaskan diri dari sifat ke-aku-annya, barulah dia akan memperoleh kebahagiaan dalam Tao. Lau Zi mengatakan bahwa kemuliaan ataupun kehinaan yang kita rasakan sebagai suatu kekhawatiran, hanyalah berasal dari sifat ke-aku-an dalam diri kita. Sifat ke-aku-an inilah yang menyebabkan kita khawatir. Kekhawatiran yang timbul, akan menyebabkan kita jauh dari Tao. Kekhawatiran akan kehilangan kemuliaan ataupun kehinaan yang dapat menyebabkan kita merasa malu, karena sifat ke-aku-an yang timbul dari kemelekatan terhadap nafsu keinginan duniawi
” Kemuliaan ataupun kehinaan mendatangkan rasa khawatir. Keberuntungan maupun kemalangan disebabkan adanya sifat ke-aku-an. Apa yang dimaksud dengan kemuliaan dan kehinaan mendatangkan rasa khawatir ? Kehinaan adalah keadaan rendah yang sangat ditakuti. Demikian juga kemuliaan dikhawatirkan akan musnah, sehingga dapat menyebabkan malu atau kehinaan. Itulah sebabnya dikatakan bahwa kemuliaan dan kehinaan mendatangkan rasa khawatir.” (Tao Tee Cing XIII, 1).
Kehidupan seseorang senantiasa berada di antara keberuntungan atau kemalangan. Karena adanya sifat ke-aku-an, maka membuat kita menjadi egois. Jika kita dapat membebaskan diri dari sifat ke-aku-an, maka kita akan bebas dari segala kegoncangan, sehingga akan diperoleh ketenteraman dan ketenangan. Demikian juga dengan bebasnya sifat ke-aku-an, maka akan diperoleh persatuan dengan Tao, yang berarti hidup langgeng, tenteram dan bebas.
” Apakah yang dimaksud dengan keberuntungan maupun kemalangan itu disebabkan adanya sifat ke-aku-an ? Sebabnya kita bisa mendapat kemalangan karena adanya sifat ke-aku-an, sehingga apabila kita tidak mempunyai sifat ke-aku-an, bagaimana kita bisa mendapat kemalangan ?” (Tao Tee Cing XIII, 2)
Pandangan Buddhisme mengenai penyangkalan sifat ke-aku-an [anatta] ada persamaannya dengan pandangan Taoisme dimana menekankan perlunya mengolah diri untuk membebaskan diri dari sifat ke-akuan agar terbebas dari kemelekatan terhadap nafsu keinginan duniawi sehingga tercapai kebahagiaan. Buddhisme memperluas pengertian sifat ke-aku-an ini dengan istilah ketanpa-intian dimana segala yang berkondisi pada alam semesta ini adalah tidak kekal adanya dan menderita sehingga tanpa inti adanya.
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua 4642| ICCSG | Facebook Group Budaya Tionghoa
Pihak yang ingin mempublikasi ulang tulisan dalam web ini diharapkan untuk menyertakan link aktif : www.budaya-tionghoa.net , NAMA PENULIS dan link aktif yang berada didalam tulisan atau membaca lebih jauh tentang syarat dan kondisi . Mempublikasi ulang tanpa menyertakan tautan internal didalamnya termasuk tautan luar , tautan dalam , catatan kaki , referensi , video , picture , sama dengan mengurangi konten dalam tulisan ini.