Budaya-Tionghoa.Net | Dalam ajaran Lau Zi terdapat gagasan yang terkenal sebagai Wu Wei atau `Tiada Berbuat ‘, yang berarti membiarkan segala hal terjadi sesuai dengan apa adanya, alami, spontan dan bukan dibuat-buat. Karena pekerjaan Tao tercermin dari berbagai fenomena alam semesta, maka manusia pasti akan menanggung segala akibat dari perbuatannya. Walaupun begitu, kehidupan seorang Taois bukanlah berarti sama sekali diam atau tidak melakukan apa-apa. Melainkan lebih berarti, bahwa dalam menjalani kehidupan ini, berusaha menghindari perbuatan dengan prinsip ‘Tiada Berbuat’ [Wu Wei].
|
Secara positif, hal tersebut merupakan suatu ekspresi kehidupan yang mengandung nilai esensi spontanitas [Zi Jan]. Kalau konsep Chuang Zi dan Lieh Zi lebih mengarahkan manusia untuk mengolah diri ke dalam suatu bentuk realisasi kebebasan total, maka Lau Zi lebih menekankan perbuatan Wu Wei tersebut kepada kepala negara yang merupakan pucuk pimpinan kerakyatan tertinggi. Menurut Lau Zi, seorang kepala negara yang agung cukup bertindak sesuai kehendak Alam, dan seluruh rakyat akan merasakan kemuliaannya.
Pengertian Wu Wei ini sangatlah dalam artinya dan memerlukan usaha yang tekun serta penghayatan yang mendalam, barulah dapat mengerti inti dari pengertian Wu Wei ini. Kenyataan dalam kehidupan dunia ini, bahwa siapa yang kuat dialah yang menang, seperti gajah dan manusia. Tetapi kenyataannya, terdapat juga yang kecil dapat mengalahkan yang besar seperti semut dan gajah.
” Kelemahan yang sempurna dalam dunia ini, dapat menguasai benda-benda yang kuat di dunia.” (Tao Tee Cing Bab 43, 1)
Wu Wei dalam pengertian Lau Zi dapat juga diartikan, dalam melakukan pekerjaan hanya mengikuti intuisinya tanpa melibatkan pikiran dan perasaan, sehingga tidak mengharapkan buah dan hasil pekerjaannya, tidak menonjolkan diri sehingga tidak meninggalkan bekas.
” Melakukan pekerjaan tanpa berbuat (Wu Wei) dan bekerja tanpa pamrih.” (Tao Tee Cing Bab 63, 1)
Keseimbangan sebagaimana layaknya sifat keluhuran Upeksa [Upekkha] dalam Brahmavihara Buddhisme, juga merupakan salah satu ciri yang ditonjolkan oleh Lau Zi dalam konsep Wu Wei ini.
” Rasa tanpa dirasakan, tidak ada rasa susah ataupun senang. Tidak ada perbedaan antara besar, kecil, banyak dan sedikit. Membalas kebencian dengan kebaikan.” (Tao Tee Cing Bab 63, 2).
Menyadari akan manfaat kebajikan dari Wu Wei, menyebabkan seseorang dapat bersatu dengan Tao, sebagaimana yang telah direalisasikan oleh Lau Zi.
” Dari itu, aku mengetahui betapa gunanya kebajikan dari Tiada Berbuat [Wu Wei].” (Tao Tee Cing Bab 43, 3).
Wu Wei bukan berarti bahwa kita harus menjadi seorang yang pesimis atau tidak berbuat apa-apa (malas) dalam menjalani kehidupan ini, tetapi justru sebaliknya mengajarkan suatu sifat penahanan diri yang tinggi untuk memandang dan menerima segala sesuatu sesuai dengan sifat alam semesta. Memang sulit untuk manusia yang masih terikat oleh berbagai keinginan
duniawi dapat melaksanakan Wu Wei, sehingga Lau Zi mengakui juga bahwa jarang ada manusia di dunia ini yang dapat mencapainya.
” Memberi pelajaran dengan tiada berbicara, dan menggunakan dengan tiada berbuat, di antara manusia di dunia ini jarang yang dapat mencapai.” (Tao Tee Cing Bab 43, 4).
Adakalanya kita terlalu disibukkan dengan berbagai hal duniawi, sampai tidak memiliki waktu untuk diam sejenak. Segala permasalahan sering dibawa sampai ke tempat tidur, akhirnya menjadikan diri kita budak dari pikiran. Perbuatan
atau gerak kita dikuasai oleh pikiran. Bagaimana dapat menjadikan kita menguasai pikiran adalah dengan ‘Tiada Melakukan’ atau ‘Diam’. Mendiamkan pikiran, sebagaimana layaknya air keruh yang didiamkan, maka kekotoran akan mengendap ke dasar, dan timbullah kejernihan di lapisan atas. Cara diam yang paling efektif sebagaimana telah diajarkan oleh Para Guru Agung terdahulu adalah dengan rutin melakukan meditasi. Disiplin dalam meditasi akan menghantarkan kita pada tataran ‘Diam’ sebagaimana dikatakan Lau Zi sebagai tuan dari perbuatan atau gerak duniawi kita. Dalam Buddhisme dikatakan,
“Setelah mencapai tingkat meditasi dimana semua bentuk-bentuk pikiran dapat dihentikan, para siswa Sang Buddha Yang Maha Sempurna, dengan cara demikian memiliki ketenangan yang mulia.” (Theragatha, 650) ” Diam adalah tuan dari gerak.” (Tao Tee Cing XXVI, 2).
Pendapat mengenai Wu Wei ini dapat disamakan dengan inti ajaran Ch’an (Zen) dalam Buddhisme Mahayana. Realisasi Wu Wei tercermin dari suatu sikap kedamaian dan ketenangan yang terkendali, suatu sifat keluhuran berupa keseimbangan batin yang mendalam sebagaimana layaknya sifat luhur Keseimbangan [Upeksha/Upekkha] yang terdapat dalam Brahmavihara dalam pengertian Buddhisme. “Damai, tenang dan terkendali, berbicara sedikit, tiada kesombongan. Orang sedemikian itu menanggalkan semua kejahatannya, bagaikan angin yang merontokkan dedaunan pada sebatang pohon.”
Budaya-Tionghoa.Net |Mailing List Budaya Tionghua 4471
Pihak yang ingin mempublikasi ulang tulisan dalam web ini diharapkan untuk menyertakan link aktif : www.budaya-tionghoa.net dan link aktif yang berada didalam tulisan atau membaca lebih jauh tentang syarat dan kondisi . Mempublikasi ulang tanpa menyertakan tautan internal didalamnya termasuk tautan luar , tautan dalam , catatan kaki , referensi , video , picture , sama dengan mengurangi konten dalam tulisan ini.