BAGIAN 16
Dari Surabaya, kami kembali ke Surakarta untuk mampir ke ibu mertuaku sebelum kami kembali ke negeri Belanda. Juga kami menyewa minibus dari Travel Rosalia, seperti aku berangkat ke Surabaya. Bapak sopirnya tinggi besar dan ramah tamah. Kami banyak mengobrol sehingga waktu berjalan agak cepat. Kami mengatakan pada bapak sopir agar mampir di sebuah warung yang ternama rawonnya di Mojokerto untuk makan Rawon.
Ternyata pak sopir ini tahu persis dimana letaknya dan kami berhenti makan bersama. Seperti biasanya arek Surabaya, aku pesan nasi rawon, istriku nasi pecel dan Bapak sopir memilih nasi lodeh. Makan masakan Jawa aku rasa lebih enak makan diwarung dari pada makan di resto-resto yang besar, entah betul tidak selera aku ini, meskipun aku tahu bahwa selera orang tidak dapat didebatkan, masing-masing orang mempunyai kesukaan sendiri. Bapak sopir tidak lupa juga untuk membeli rokok Djie Sam Soe. Tetapi dia tidak merokok. Sambil makan aku tanya padanya kok dia bisa tahu warung ini? Dia berkata: “Ini adalah warung yang paling beken, dan setiap turis yang melalui Mojokerto mampir makan disini. Agak mahal sedikit dibanding dengan warung makan yang lain tetapi ruangannya besar, bersih dan juga enak makanannya”. Memang diluar terdapat berbagai macam mobil dari Kijang sampai mercedes, dan tempat duduknya penuh dengan orang yang mau makan. Di kota-kota kecil aku tidak tahu adanya restoran lain yang beken selain di kota-kota yang aku kenal seperti Jakarta, Surabaya, Semarang. Di Solo baru dibuka satu restoran yang besar dan elit yaitu restoran Hailai, ruangannya indah dan atap ruangan biru seperti langit dengan awannya. Kami tadi berangkat jam 09.00 pagi dan sampai di Solo pada jam 15.00 sore. Mobil langsung masuk di rumah ibu. Kami merasa sedikit capai karena terlalu banyak duduk.
Istriku langsung mencari ibunya yang duduk di ruangan tamu menunggu kedatangan kami, Beliau tampak gembira atas kedatangan kami dan mereka berdua berbicara sebentar, lalu istriku mengatur pakaiannya yang disimpan atau yang perlu dicucikan. Oleh bu Dharmi sudah disediakan makanan untuk makan malam yaitu brengkesan udang dan asam-asam dari kikil sapi dengan cah sayur. Setiap hari makan tidur dan tidak banyak bergerak maka berat badanku naik dengan satu setengah kilogram. Hari ini tidak banyak yang kami kerjakan selain bercakap-cakap dengan istriku dan membaca buku.
Kami mendapatkan undangan pada pembukaan ruangan VIP dari rumah sakit Dokter Oen Solo yaitu ruangan Kwee Han Tiong. Kwee Han Tiong adalah anak bungsu dari Kwee Som Tjiok, boss dari batik Keris Solo. Nama ruangan ini diberikan sebagai penghormatan atas dermaan pak Kwee, sebidang tanah untuk pembangunan rumah sakit dokter Oen yang kedua di Solo, yaitu di Solo Baru. Oleh panitia aku diberi tahu cerita bagaimana bapak Kwee membantu pembangunan rumah sakit ini. Pada satu hari ada seorang Tionghoa yang juga aktivis masyarakat (katakan pak A), menemui pak Kwee (pak K) dan minta agar diberi tanah di Solo Baru untuk membangun rumah sakit Dr. Oen kedua, di daerah dimana pak Kwee sedang mempunyai projek perumahan.
Pak A: “Bisakah anda memberikan tanah sepuluh hektar untuk membangun sebuah rumah sakit dokter Oen ?
Pak K: “Boleh, tanpa rente dapat dicicil selama sepuluh tahun”.
Pak A: “Mana bisa bayar? Sebab rumah sakit ini adalah pekerjaan sosial”.
Pak K: “Dua puluh tahun, ok?”
Pak A: “Jaaaa, mungkin”
Pak K: “Baiklah, saya berikan cuma-cuma sebagai sumbangan kami”.
Lalu setahun kemudian rumah sakit itu belum dibangun dan kedua orang ini bertemu muka di sebuah restauran atau perjamuan, pak K bertanya pada pak A
Pak K : “Oom, kenapa masih belum juga dibangun?”
Pak A: ” Yaah masih belum ada uangnya”.
Pak K: “Oom beginilah, oom membantu 500 000 ribu dollar, uwee juga membantu 500 000 ribu dollar, bagaimana pikiran oom?”
Pak A: “Ok, oom juga setuju.”
Dan rumah sakit itu dibangun dengan ditanami berbagai macam pohon, termasuk pohon yang sudah sangat jarang di Indonesia, aku lupa namanya, karena semua catatanku hilang. Maka rumah sakit ini dinamakan juga Garden Hospital. Sesudah itu Pak A minta lagi dua hektar untuk membangun perumahan bagi para dokter, ternyata para dokter menolak tinggal disitu karena sudah mempunyai rumah. Maka tanah ini dibangun ruangan VIP Kwee Han Tiong yang indah dan setiap kamar ada AC-nya dan TV. Harganya hanya 100 000 rupiah, kurang dari 10 euro!
Rumah sakit Dokter Oen ada tiga buah, dua di Solo, yang tertua di jalan Kandang Sapi, kedua sejak beberapa tahu sudah berdiri di Solo Baru dan satu lagi di dekat Boyolali. Rumah sakit ini adalah rumah sakit yang serba komplit setingkat dengan rumah sakit pemeritah dikota dimana mereka berada. Di kota-kota besar dan beberapa kota menengah seperti Solo, Malang dll., ada rumah-rumah sakit yang didirikan oleh masyarakat Tionghoa. Bukan rumah sakit saja tetapi juga beberapa universitas-universitas telah dibangun oleh masyarakat Tionghoa, yang terkenal ialah universitas Res Publica yang kemudian oleh pemerintahan Orba diambil alih dan sekarang menjadi universitas dengan nama Trisakti (Jakarta) dan Ubaya (Surabaya). Universitas (Tionghoa) yang sekarang beken di Surabaya ialah Universitas Kristen Petra, di universitas ini hampir semua fakultas ada terkecuali kedokteran, kedokteran gigi dan hukum.
Surabaya, 25 januari 2005
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghoa
Pihak yang ingin mempublikasi ulang tulisan dalam web ini diharapkan untuk menyertakan link aktif : www.budaya-tionghoa.net , NAMA PENULIS dan LINK aktif yang berada didalam tulisan atau membaca lebih jauh tentang syarat dan kondisi . Mempublikasi ulang tanpa menyertakan tautan internal didalamnya termasuk tautan luar , tautan dalam , catatan kaki , referensi , video , picture , sama dengan mengurangi konten dalam tulisan ini.