Budaya-Tionghoa.Net| Mo Yan 莫言 , dilahirkan pada tanggal 17 February pada tahun 1956 di provinsi Shandong di sebuah keluarga petani. Pada masa Revolusi Kebudayaan, dia meninggalkan sekolah dan berkerja disebuah pabrik. Pada usia duapuluh tahun , ditahun 1976 , Mo Yan terdaftar di Tentara Pembebasan Rakyat [People Liberation Army, PLA] dan diterima di departemen sastra PLA pada tahun 1984. Dia merampungkan studi pascasarjana di Institut Sastra Lu Xun dan mengundurkan diri dari Departemen Budaya PLA pada tahun 1999.Di pertengahan dasawarsa 1980-an, Mo Yan muncul menjadi salah satu penulis kontemporer paling penting di Tiongkok.
|
Mo Yan sendiri merupakan nama pena , nama aslinya adalah Guan Moye 管谟业. Nama pena “Mo Yan” berarti “Jangan Bicara” tidak takut untuk mengungkapkan pikirannya, meskipun kadang-kadang sampai satu titik mati rasa. Mo Yan juga diasosiasikan dengan Xungen Pai , sebuah grup avant-garde , sedangkan tulisan Mo sendiri sebenarnya sulit untuk digolongkan kedalam satu klasifikasi. Mo Yan dipengaruhi oleh gaya tulisan magis-realisme dari para penulis Amerika Latin , misalkan salah satunya adalah penulis peraih nobel sastra , Gabriel Garcia Marquez. Mo Yan mengkombinasikan gaya supernatural dan surrealisme dengan nostalgia untuk mengeksplorasi kekejaman manusia , birokrasi – korupsi dan kepahlawanan individual.
Dia menyelesaikan pekerjaan pascasarjana di Institut Sastra Lu Xun dan mengundurkan diri dari Departemen Urusan Budaya PLA pada tahun 1999. Ia pertama kali diterbitkan pada tahun 1981 dan 1986 terkenal karena novelnya, “Red Sorghum” atau Hong gaoliang. Novel Red Sorghum dibuat menjadi sebuah film dengan judul yang sama oleh sutradara generasi kelima , Zhang Yimou pada tahun 1987 dan dibintangi oleh Gong Li . Kisah Red Sorghum berkisah tentang sebuah narasi dari seorang cucu yang mengenang neneknya yang dimasa mudanya dikirim oleh ayahnya untuk menikah dengan pria tua pemilik pengolahan minuman berbahan sorghum ditambah latar belakang historis Sino-Japanese War II. Mo Yan menggambarkan kehidupan di pedesaan dan pemeriksaannya tentang sejarah lokal dan minat untuk menempatkannya dalam peristiwa politik modern Tiongkok , kedalam konteks budaya dan sejarah yang lebih luas. Menurut TIME , novel ini terpilih menjadi novel terfavorit di Tiongkok dalam satu jajak pendapat pada tahun 1996.
Karya lainnya menjadi hit di dunia barat , “Big Breast and Wide Hips” , penerjemah Amerika , Howard Goldblatt , mengutip Mo Yan :” Anda dapat melewatkan untuk novel saya yang lain , tetapi anda harus membaca Big Breast & Wide Hips, didalamnya saya menulis tentang sejarah , perang , politik , kelaparan , religi , cinta dan seks”. Sang penerjemah , Goldblatt sedikit khawatir dengan “seks” yang juga terkandung dalam judulnya . Sang penerjemah dalam satu wawancara khawatir kalau-kalau kaum feminist akan menyalibkan kami karena judul tersebut.
Dalam novel ini Mo Yan berkisah tentang Lu Shangguan , yang terlahir di masa akhir Dinasti Qing, dibesarkan dalam “kaki terikat” [foot binding] dan menikah dengan seorang pandai besi mandul yang digambarkan oleh Lu Shangguan sebagai “segumpal ingus yang tidak berguna diluar rumah dan benar-benar tunduk didepan ibunya”. Putus asa dengan kehadiran anak laki-laki , pasangan ini sukses melahirkan tujuh anak perempuan berturut-turut dengan nama anak perempuan yang tidak kalah satire seperti Laidi [brother coming] , Pandi [brother anticipated] , Niandi [brother wanted] , etcetera. Setelah “berkolaborasi” dengan seorang misionaris asal Swedia , Lu akhirnya melahirkan anak laki-laki berambut pirang bernama Jintong [golden boy]. Jintong tetap disusui ibunya sampai usia remaja. Sampai sang ibu bertanya dengan jengkel terhadap anaknya , kapan berhenti “menghisap” dirinya ? Selanjutnya sejarah bergulir , saudari-saudari Jintong gugur satu persatu dari lahirnya Republik , Sino-Japanese War II , Perang Saudara , Berdirinya Republik Rakyat Tiongkok , Revolusi Kebudayaan dan era Deng Xiaoping. Kaum tani menderita dan berdarah dalam carut marut yang menghisap negara sampai kering [sebagaimana payudara ibunya Jintong].
Karya lainnya , “The Garlic Ballads” atau “Tiantang suantai zhige” dan “The Republif of Wine” atau “Jiu guo” melengkapi apa yang dianggap sebagai trilogi cerita “kepribumian” yang berpusat pada budaya setempat . “The Republic of Wine” menggambarkan bagaimana petani Tiongkok merubah gaya hidup dan nilai tradisional dan bagaimana mereka masih terobsesi dengan unsur kehidupan seperti makanan dan seks sebagaimana kampung halaman mereka mulai bergabung kedalam kota yang terus meluas. Karya lainnya adalah cerita pendek dari tahun 1980-an dan 1990-an, Shifu: You’ll Do Anything For A Laugh” atau “Yue lai yue Shifu youmo” yang berkaitan dengan korupsi, keserakahan, dan supranatural.
Karya Mo Yan secara umum berciri-khas kekayaan kata-kata , tidak terduga dan tajam telah menjadi trademark-nya. Dalam duapuluh dua tahun terakhir telah mempublikasi 9 novel dan 70 cerita pendek. Jangkauan audience-nya tidak terbatas di Tiongkok tapi juga seluruh dunia yang memandangnya sebagai salah satu penulis Tionghua paling berbakat dan menarik. Karyanya telah diterjemahkan kedalam bahasa-bahasa utama dunia seperti bahasa Inggris , Jerman , Perancis [China Daily, 2003].
Di tahun 2012 , Mo Yan meraih penghargaan Nobel Sastra dan menjadi novelis Tiongkok pertama dan novelis Tionghoa kedua setelah Gao Xingjian (warga negara Perancis) yang meraih penghargaan Nobel.
MEMENTO MORI
REFERENSI :
1. TIME , ” Holding Up Half The Sky” , 14 Februari 2005
2. Encyclopedia Of Contemporary Chinese Culture
3. China Daily , “ Novelist Mo Yan Takes Aim with 41 Bombs” , 27 Juni , 2003
Budaya-Tionghoa.Net | Portal Budaya Tionghoa