5. Beberapa alternatif penyelesaian
Sementara ini paling sedikit ada 3 cara penyelesaian. Pertama terus menggunakan istilah ¨Cina〃 dalam menyebut Tiongkok; Kedua, merubahnya kembali dengan sebutan Tiongkok; dan Ketiga, menggunakan ejaan bahasa Inggris ¨China〃.
Kecuali itu, ada juga sementara orang mengajukan untuk menggunakan istilah Zhongguo (seperti yang diajukan wartawan Oei Liong Thai, Tionghoa asal Indonesia yang telah menentap di Belanda) atau Caina, dll. Tetapi, pendapat penulis sebutan yang lebih tepat dan ilmiah seharusnya adalah Republik Rakyat Tionghoa.
Yang pasti kami tidak bisa menerima sebutan Tiongkok sebagai ¨Cina〃. Sebagaimana pada tahun 1967 pemerintah Soeharto memaksakan perubahan Tiongkok menjadi Cina dengan alasan: 1. Untuk menghilangkan rasa ¨rendahdiri〃 yang ada pada kaum pribumi dan menghapus rasa ¨superior〃 dari orang Tionghoa dan Hakiao di Indonesia; 2. Pemulihan istilah yang umum digunakan didalam dan diluar Indonesia dengan berbagai bahasa dalam sebutan Tiongkok dan rakyat Tiongkok; 3. Keseragaman bahasa yang digunakan dalam sebutan terhadap ¨Tiongkok〃.
Kami mengambil sikap menentang dan mengkritik alasan yang diajukan pemerintah indonesia itu. Seperti yang telah dijelaskan terdahulu, masalah sebutan terhadap negara kami adalah masalah prinsip yang menghargai Tiongkok sebagai negara. Jadi, seharusnya diatas dasar pengertian inilah kita melanjutkan mendalami pengertian dan berdiskusi. Sebenarnya istilah ¨Cina〃 adalah istilah yang netral. Tetapi, dalam sejarah Indonesia, imperialisme penjajah-Belanda justru menggunakan istilah ¨Cina〃 itu untuk menghina Tiongkok. Pada awal abad 20 gerakan pembebasan nasional rakyat Asia makin memuncak, orang Tionghoa Indonesia yang revolusioner mendirikan Tionghoa Hui Kwan, yang tegas menentang kaum penjajah menggunakan istilah ¨Cina〃 yang bermakna menghina itu dan menggunakan sebutan Tiongkok. Terutama setelah Revolusi Xing-hai yang dipimpin Dr. Sun Yat Sen tahun 1911 berhasil menggulingkan Dinasti ¨Qing〃, dan dibentuknya Republik Tiongkok, orang Tionghoa di Indonesia secara resmi menggunakan istilah ¨Tiongkok〃 dan ¨Tionghoa〃, sebagai satu pernyataan penghargaan dan perasaan menghormati hasil kemenangan rakyat Tiongkok, sekaligus juga perasaan bangga sebagai turunan berkulit-kuning. Jadi, sekali-kali bukan sesuatu perasaan ¨superior〃 terhadap pribumi Indonesia yang dituduhkan sementara orang.
Sedikitpun juga tidak beralasan kalau dinyatakan bahwa penggunaan istilah ¨Tiongkok〃 membuat rasa ¨rendah-diri〃 pada pribumi Indonesia. Ambillah Proklamator Kemerdekaan RI, Soekarno sebagai pejuang besar melawan imperialisme dan kolonilaisme sebagai contoh ( bahkan yang oleh pemerintah Soeharto sendiri, Soekarno pada 8 Nopember 1986 dinobatkan sebagai Pahlawan Bangsa), baik jauh sebelum maupun setelah kemerdekaan, beliau selalu menggunakan istilah Tiongkok dalam menyebutkan negara kami, tidak sekali juga beliau menggunakan istilah Cina atau Tjina. Ini adalah sikap agung Soekarno, yang bisa menghargai dan menghormati Sun Yat Sen dan rakyat Tiongkok dan menjadikannya teladan berevolusi bagi dirinya sendiri. Adalah juga Soekarno yang telah menempatkan Republik Rakyat Tiongkok sebagai kawan seperjuangan rakyat Indonesia dalam melawan imperialisme dan kolonialisme. Dengan sebutan ¨Tiongkok〃 pada Zhongguo itu, apakah bisa dikatakan Soekarno telah menempatkan nasion Indonesia ¨rendah-diri〃? Tentu saja tidak!
Apa yang dikatakan ¨Pemulihan istilah yang umum digunakan didalam dan diluar Indonesia dengan berbagai bahasa dalam sebutan Tiongkok dan rakyat Tiongkok〃. Umum mengetahui, bahwa bahasa yang digunakan didunia internasional, dalam bahasa Inggris menyebut Tiongkok dengan China, dan jelas istilah ¨Cina〃 dalam ejaan Indonesia mempunyai latar belakang senjarah yang berlainan. Bahasa Indonesia bukanlah bahasa Inggris, dan dalam jangka waktu panjang didalam bahasa Indonesia juga sudah menggunakan istilah Tiongkok dalam menyebutkan Zhonggou dalam lafak Hokkian. Jadi, adalah juga tidak beralasan perubahan penggunaan istilah ¨Cina〃 dalam sebutan ¨Tiongkok〃 untuk keseragaman bahasa yang dipakai internasional.
Keseragaman sebutan istilah untuk ¨Zhongguo〃, juga tidak masuk akal. Belasan tahun sebelum tahun 1965, di Indonesia dari atas sampai kebawah semua menyebut ¨Tiongkok〃 untuk Zhongguo, dan bukan Cina (Tjina). Baru setelah tahun 1967, dilancarkan gelombang anti-Tiongkok dan anti-Tionghoa oleh pemerintah Suharto, digunakanlah istilah ¨Cina〃 untuk mengganti istilah ¨Tiongkok〃 dan ¨Tionghoa〃. Yang jelas adalah bermuatan politik dan bukan untuk keseragaman bahasa dan istilah!
Bagi Indonesia, penggunaan istilah bahasa Inggris ¨China〃 untuk menggantikan sebutan Tiongkok masih lebih baik ketimbang sebutan ¨Cina〃. Karena ¨China〃 bersifat netral sedang ¨Cina〃 bermakna menghina. Tetapi, dalam ejaan baru bahasa Indonesia tidak ada bunyi ejaan dengan Ch, jadi kurang selaras seandainya memaksakan istilah bahasa Inggris China kedalam bahasa Indonesia. Ini kalau sekadar kita tinjau dari segi bahasa. Tapi, kalau kita mau meng-Indonesiakan nama Zhongguo dari bahasa Inggris, mengapa tidak meng-Indonesiakan nama-nama negara ¨Amerika〃, ¨Inggris〃, ¨Perancis〃,
¨Belanda〃 dll negara juga dari bahasa Inggris? Sebagai satu langkah keseragamanan bahasa dan istilah?
Sejak Soeharto naik tahta di tahun 1967 merubah penggunaan istilah ¨Tiongkok〃 menjadi ¨Cina〃, dan setelah Soeharto lengser ditahun 1998 berarti istilah ¨Cina〃 telah berlangsung lebih dari dari 30 tahun didalam masyarakat Indonesia. Bahkan dikalangan generasi muda masyarakat Tionghoa juga sudah menjadi biasa dengan penggunaan istilah ¨Cina〃 itu. Tentu adalah sesuatu yang tidak realis, seandainya sekarang juga setelah dipulihkannya hubungan diplomatik kedua negara RI-RRT, istilah ¨Cina〃 dihilangkan secara keseluruhan. Diakhir tahun 60-an, dimulainya kekuasaan Soeharto, penerbitan di Indonesia dan macam-macam peta-Atlas sampai pada sebutan Laut Tiongkok Selatan, untuk merubah jadi Laut Cina Selatan juga memerlukan proses. Sedang dilihat dari Hukum, karena perubahan penggunaan sebutan ¨Tiongkok〃 jadi ¨Cina〃 adalah keputusan Presidium Kabinet ditahun 1967, maka sudah seharusnya kita juga harus menunggu pencabutan penggunaan sebutan ¨Cina〃 dari Presidium Kabinet yang akan datang.
Pelurusan masalah yang terjadi didalam masyarakat atas kesalahan sebutan terhadap nama negara kami, Zhongguo bukanlah sesuatu yang bisa diselesaikan bagaikan hilangnya embun dipagi hari. Tetapi, dari pandangan sejarah dan titik tolak persahabatan rakyat kedua negara yang harus saling menghargai dan menghormati, kami berhak menuntut pihak Pemerintah Indonesia untuk segera kembali menggunakan sebutan ¨Tiongkok〃 dan untuk sebautan lengkap menjadi Republik Rakyat Tiongkok. Sebagaimana tertulis diatas penandatanganan perjanjian pembukaan hubungan diplomatik kedua negera Republik Rakyat Tiongkok dan Republik Indonesia ditahun 1950.
Sejarah telah mencampakan kekuasaan Soeharto yang bersikap tidak bersahabat pada rakyat Tiongkok, gerakan demokrasi dan reformasi terus bergulir meningkatkan nasionalis dan persahabatan yang harmonis antar suku. Masyarakat Tionghoa di Indonesia juga telah meningkat kesadarannya, secara inisiatif mengajukan agar pemerintah memperhatikan setiap masa sejarah sebutan terhadap kelompok suku-Tionghoa di Indonesia. Mayoritas pranakan Tionghoa di Indonesia yang lebih suka dipulihkannya kembali sebutan Tionghoa, mereka tegas menentang sebutan ¨Cina〃, karena sebutan ¨Cina〃 yang mengandung penghinaan itu sangat melukai perasaan mereka.Tuntutan demikian ini adalah satu tuntutan yang wajar, dan tentunya sangat bermanfaat untuk memperkokoh kerukunan dan persatuan nasional, sangat menguntungkan bagi usaha mendorong maju ketentraman dan kemakmuran masyarakat Indonesia.
Oleh: Prof.Kong Yuan Zhi
Universitas BeiJing
BeiJing, Oktober 2000
Via HKSIS
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghoa 17385