Budaya-Tionghoa.Net | Mungkin lebih banyak yang mengenal Cao Cao sebagai tokoh penguasa negeri Wei yang keras karakternya, tapi sedikit yang mengenal ketokohannya sebagai seorang penyair. Bersama dua orang anaknya, Cao Pi dan Cao Zhi, mereka adalah tokoh penyair penting pada periode Wei-Jin, dengan gaya yang lugas, puisi2 mereka dikenal sebagai gaya Jian’An. yang sempat menjadi panutan penyair generasi sesudahnya, termasuk Li Bai. Saya kutipkan sebuah sanjak terkenal dari Cao Cao, yang berkaitan erat dengan kiprahnya dalam bidang kenegaraan.
|
BALADA NYANYIAN PENDEK
Cao Cao ( 155-220 ; Wei )
Di tengah lagu di depan arak,
kehidupan insan berapa kali?
Selaksana embun pagi hari,
hari beranjak terlalu banyak
Gundah selalu mendera dada,
kepedihan tak pernah terlupa.
Dengan apa mengurai duka?
hanyalah arak yang tersedia.
Jubah hijau milik cendekia,
engkau terus menggoda hati.
Hanya untuk kalian semua,
dalam melantun hingga kini.
Anak rusa melenguh gembira,
meremah tunas hijau belantara.
Tamu agung ada di sekeliling,
memetik kecapi meniup suling.
Terang benderang cahaya bulan,
entah kapan dapat kujumput?
Duka seketika datang menekan,
tak mungkin dapat kaurengut.
lewat tegalan melalui belantara,
mengharap kalian ikut memandu.
Berbincang riang di tengah pesta,
mengingatkan budi yang dahulu.
Bulan benderang bintang jarang,
burung gagak terbang ke selatan.
Mengelilingi pohon tiga putaran,
dahan mana dijadikan sandaran?
Gunung tak mencela tingginya,
lautan tak mengeluh dalamnya.
Raja teladan menjalankan puasa,
seluruh negeri berpihak padanya.
Selama ini, Cao Cao lebih dikenal sebagai tokoh yang kejam dan bengis, tapi sebenarnya CaoCao juga punya sisi lain yang lunak. terutama kepada para orang pandai dan para satria tangguh, dia sangat memberi hormat, dan sangat memanjakan mereka, tak heran banyak orang hebat yang mau membantu usahanya. ini salah satu kunci suksesnya. Puisi ini menggambarkan niatnya untuk merekrut para cendekiawan, guna membantu ambisinya menyatukan seluruh wilayah negeri. dalam mewujudkan ambisi kekuasaannya, dia juga mengungkapkan kegelisahannya akan terbatasnya waktu manusia. Sedangkan contoh puisi anaknya Cao Pi, sebagai berikut:
PUISI BERAGAM
Cao Pi ( 187-226 ; Wei )
Mega mengambang di barat utara,
tinggi diawang memayungi kereta.
Tak bertemu waktu yang berpihak,
seketika bersua angin yang marak.
Terus meniupku menuju tenggara,
hingga bumi WuWei terus berarak.
Wu-Wei bukan kampung halaman,
mana dapat sekian lama bertahan.
Singkirkan jangan lagi bicarakan,
kelana sering takut bertemu insan.
Sebagai anak penguasa negeri Wei, penyair ditugaskan di wilayah selatan yang jauh dari ibu kota. Perantau takut bertemu orang karena takut ditanyai tentang rumah. Di antara ketiga bapak anak ini, Cao Zhi dianggap penyair yang paling kuat, yang paling populer adalah puisi pendeknya, yang dikenal sebagai puisi Tujuh langkah. puisi ini memiliki dua versi, versi panjang dan versi pendek. versi panjangnya enam larik adalah yang dimuat dalam Novel San Guo Yan Yi, sedangkan yang lebih populer adalah versi pendek empat larik.
SANJAK TUJUH LANGKAH
Cao Zhi ( 192-232 ; Wei )
Serabut dibakar biji kacang ditanak,
di tengah kuali kacang sedih tersedak.
Sesungguhnya dilahirkan akar yang sama,
mengapa begitu tergesa saling memasak?
Cao Pi yang mewarisi tahta ayahnya berniat menyingkirkan adiknya. Dia pun mengujinya dengan ancaman hukuman mati. Dalam tujuh langkah Cao Zhi berhasil menggubah puisi bertema persaudaraan, Cao Pi terpaksa membatalkan niatnya.
alih bahasa : Zhou Fuyuan
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghoa 9673