Budaya-Tionghoa.Net| Ungkapan sifat Tao tersebut dapat disamakan dengan pengertian Yang Absolut dalam pengertian Buddhisme sebagaimana dinyatakan dalam Sutta Pitaka, Udana VIII : ” Atti Ajatam Abhutam Akatam Asamkatan ” (artinya : “Suatu Yang Tidak
Dilahirkan, Tidak Dijelmakan, Tidak Diciptakan dan Yang Mutlak.”)
|
Lau Zi mengakui bahwa sulit bagi Beliau untuk dapat memberikan suatu nama ataupun julukan kepada hal yang absolut tersebut, namun untuk dapat mengenalNya maka disebut saja ‘Tao’. Dengan demikian, ungkapan tersebut memperlihatkan bahwa kita janganlah terpaku pada kata-kata, sebagaimana jari yang menunjuk bulan, janganlah kita terpaku pada jari telunjuk tersebut, melainkan arah yang ditunjuk yaitu cahaya bulan itu yang harus kita temukan sendiri.
” Aku tidak mengetahui namaNya, aku catat dan menyebutNya `Tao’.” (Tao Tee Cing XXV, 3 ).
Keterpaksaan penamaan tersebut juga terbesit dalam pengertian Buddhisme mengenai penjabaran arti kosong yang disebut ‘Sunya ‘, sebagaimana disebutkan dalam Madhyamika-Shastra XV, ” Tidak dapat disebut kosong atau tidak kosong atau dua-duanya, atau bukan dua-duanya. Tetapi untuk mencirikannya disebut saja ` Sunya ‘.”
Angka `satu’ dapat diindentikkan dengan Yang Maha Esa yang dalam ajaran Lau Zi disebut Thay Chi’. Dan dari `satu’ terciptalah `dua’ yang disebut Yin dan Yang atau sifat wanita dan pria atau sifat energi negatif dan positif. Dari penggabungan dua sifat ini lantas melahirkan sifat ketiga, dan dari ketiga ini akan tercipta sifat keempat, kelima dan seterusnya.
“Tao menciptakan satu, satu menciptakan dua, dua menciptakan tiga dan tiga menciptakan segala benda dan makhluk yang berwujud dan terhampar di alam semesta ini. ” (Tao Tee Cing, Bab 42, 1).
Sifat ‘Satu’ adalah Chi’, yang berarti energi asal, atau roh yang dapat dikonotasikan dengan pengertian kata dalam Yahudi, Ruach, dimana berarti nafas atau roh, baik berasal dari Tuhan ataupun dari manusia. Sifat ‘Satu’ ini merupakan kekuatan hidup yang melingkupi dan memberikan gerak kehidupan kepada semua makhluk, suatu energi dunia yang membawa alam semesta ini ke dalam bentuk kehidupan, dan terus bertahan selamanya. Chi’ dalam pengertian Hinduisme dan Buddhisme dapatlah diidentikan dengan karma atau gudang kesadaran [alayavijnana] sebagaimana konsep yang dikembangkan dalam ajaran Yogacara [Vijnanavada/Wei Shih Cung] yang dirintis oleh Asanga (hidup sekitar abad ke-4 sesudah masehi) dan saudara keduanya, Vasabhandhu (th. 316-396) di India.
Asanga mempercayai telah menerima doktrin Yogacara dari Buddha Maitreya secara langsung dari langit. Ajaran Yogacara ini kemudian
dibawa ke daratan Tiongkok oleh Maha Acarya Tripitaka, yang terkenal sebagai bhikshu penjiarah ke India, Hsuan Tsang (th. 602-664). Kemudian Hsuan Tsang mendirikan sekte Ch’eng Wei Shih Lun, dimana ajaran pokoknya mengatakan bahwa benih karma universal yang tersimpan dalam gudang kesadaran [alayavijnana] merupakan pembentuk umum dan benih karma tertentu sebagai pembentuk pembeda masing-masing individu. Chi’ yang senantiasa mengalir bersama kehidupan setiap makhluk hidup seperti aliran listrik , dimana tidak akan berhenti walaupun bola lampunya telah mati.
Sehingga sifat ‘Satu’ ini dapatlah disebut sebagai energi murni [yuan chi’]. Sifat ‘Dua’ merupakan pencerminan kekuatan kembar Yin (energi negatif) dan Yang (energi positif).
Perwujudan utama dari sifat ‘Dua’ ini adalah Langit dan Bumi. Sedangkan sifat yang ‘Tiga’ adalah manusia, dan secara bersama disebut ‘Sang Tiga’. Dari ‘Sang Tiga’ inilah terwujud segala bentuk kehidupan. Ungkapan dalam bahasa China untuk ini adalah Wan Wu, yang diterjemahkan secara hurufiah sebagai ‘sepuluh ribu benda atau makhluk’ , dimana secara harfiah berarti ‘terlalu banyak untuk dihitung’, karena meliputi seluruh isi dunia.
Untuk dapat mengenali sifat keberadaan Tao, maka Lau Zi senantiasa meniadakan keinginan duniawi yang dapat menyebabkan keterikatan. Lau Zi yang telah mencapai Kesempurnaan memungkinkannya untuk bersatu dengan Tao karena Beliau telah mengalahkan hawa nafsu dan terbebas dari keterikatan duniawi.
” Maka dengan selalu meniadakan keinginan aku melihat keberadaan Tao.” (Tao Tee Cing I,3).
Hengki Suryadi
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghoa
Pihak yang ingin mempublikasi ulang tulisan dalam web ini diharapkan untuk menyertakan link aktif : www.budaya-tionghoa.net , NAMA PENULIS dan LINK aktif yang berada didalam tulisan atau membaca lebih jauh tentang syarat dan kondisi . Mempublikasi ulang tanpa menyertakan tautan internal didalamnya termasuk tautan luar , tautan dalam , catatan kaki , referensi , video , picture , sama dengan mengurangi konten dalam tulisan ini.