Budaya-Tionghoa.Net | Belajar bahasa Chinese sebenarnya tidak terlalu susah asal tahu caranya. Asal mulanya huruf2 Chinese berkembang melalui gambaran kuno atau piktogram. Salah satu cara yang dianggap sangat membantu dalam memahami tulisan (karakter) Chinese: yaitu dengan cara mengenali arti gambar2 benda nyata seperti kayu, bulan, air, kuda, api, dll.
Belum lama ini, ada teman menulis tentang “Setengah Keping Kayu”, John Kuan pernah menjelaskan: “…kata < 片 > <pian> ini sebenarnya dibentuk dari [ 半 木] dibaca (ban-mu) artinya setengah kayu…” Tentu kita bisa menarik kesimpulan bahwa huruf kayu [木(mu)] ini adalah kayu yang utuh. Kalau huruf kayu ini bertambah, lantas artinya menjadi berobah pula. Dua kayu berarti Hutan [林 (Lin/Lim)]. Tiga kayu berarti Rimba: [ 森 (sen)], akhirnya kata majemuk yg berupa lima kayu artinya: Hutan Rimba [森林 (sen-lin)]. Kata majemuk ini sering digunakan untuk ekspresi “jungle.”
|
|
Huruf Chinese memang aneh. Banyak huruf2 Chinese berasal dari “kata sifat yg berlogika”, umpamanya: Api [火(huo)]. Dua api berarti “Panas Terik “[炎(yan)], dan kalau api dibawah kayu pasti akan terjadi kebakaran [焚(fen)]. Setelah itu kalau hasil kebakaran bertumpuk, lalu menjadi kata sifat yg terdiri dari tiga huruf ‘api’ [焱(yen)], artinya super panas. Demikian juga kata keterangan: [磊 (lei)] berarti kumpulan batu2 karena terdiri dari tiga huruf: Batu [石 (shi)]. Sebaliknya da pula huruf2 yang artinya berbeda sama sekali kalau digabung, umpamanya [山(shan)] yg berarti Gunung. Tetapi, kalau digabung dua gunung menjadi [出(chu)], artinya ‘Keluar.’ Waduh, puyeng-lah kita! Sebaiknya aku berhenti disini saja dan mengakhiri cerita ini dengan sebuah kisah lucu yang berhubungan erat dengan huruf2 Chinese.
Pada zaman Qin dynasty, ada seorang guru besar berasal dari Sichuan, bernama Lee ( Li Tiao Yuan – 1734 – 1803.) Lee terkenal berbakat menulis pantun dan ahli ber ‘Bait’ dengan refleksi cepat tepat. Setelah lulus ujian negara Lee mencapai gelar “Scholar Junior” (进士), lalu ditugaskan mengajar di Perguruan Tinggi Canton. Biasanya habis mengajar, Lee sering menguji siswa2nya dengan Puisi Bait yang merupakan dua baris Couplet (对联). Pasangan Couplet ini harus berimbangan dalam diksi maupun arti. Lee menulis baris pertama, para siswa diwajibkan menjawab baris kedua.
Murid2nya merasa kewalahan dengan PR yang bertumpuk itu, lalu salah seorang murid mengusulkan kepada sang guru:”Yang Mulia Lee Da Ren, bagaimana kalau kita yg menulis baris pertama dan giliran bapak yg mengimbangi…?”
Lee merasa cukup berkepercayaan diri tentu saja menerima usulan tersebut dengan lapang dada. Siswa2 pada berkumpul dan akhirnya setuju dengan bait pertama: Menendang jembatan batu menghasilkan tiga biji batu.[ 踏破磊桥三块石.]
“Baiklah, tantangan kalian akan kujawab besok dikelas.” kata Lee terus pulang. Sepanjang jalan Lee sambil berpikir bagaimana menjawab dengan kata2 yang bermutu. Jembatan yg dimaksud anak2 itu terbuat dari batu2an, setelah ditendang koq cuma ada tiga batu? Waktu makan malam sang isteri bertanya kenapa bapak jadi diam dan termenung?
Setelah diceritakan, sang isteri tersenyum:”Itu mah gampang pak.” Terus dia masuk mengambil secarik kertas dan menulis kata ‘Keluar'[出(chu)]. Setelah itu dia ambil gunting dan mengunting kertas itu di-tengah2 menghasilkan dua huruf yang terpisah. Lee tertawa geli karena dia sudah mendapat ilham yang sangat sempurna untuk besok.
Besoknya dia tulis dikertas yg lebar: Menggunting huruf ‘Keluar’ menemukan dua lampir gunung,[ 剪开出字两坐山]
Lee sangat puas karena dia sanggup mengimbangi kata kerja ‘Menendang’ dengan ‘Menggunting’, terus kata benda ‘Jembatan batu2an’ dengan ‘Huruf Keluar’, dan juga tiga ‘Batu’ dilawan dgn dua ‘Gunung’. Semua siswa menghela napas kagum, kecuali satu siswa kecil duduk dipojok ruangan. Dia angkat tangan dan minta bicara:
“Yang Mulia, apakah jawaban bapak tadi asli dari buah pikiran anda?”
“Lho, kenapa memang?” Lee tercengang.
“Aku rasa jawaban ini berasal dari seorang wanita. Pada umumnya wanitalah yang mahir menggunakan gunting, jarum, benang, dll. Kalau anda yang menjawab, anda pasti menggunakan kata2 seperti, ‘membacok pakai golok’, atau ‘menyembelih pakai pedang’.”
Akhirnya, sang guru mengalah dan mengaku mendapat bantuan ide dari isterinya. Sejak dari itu, Bait ini diganti dengan: Membelah ‘Jalan Keluar’ berhadapan ‘dua’ lapis gunung..[ 劈开出路两重山]
**************************
By Henry Theny. April 11, 2011
Budaya-Tionghoa.Net | Facebook Group Budaya Tionghoa