Budaya-Tionghoa.Net | Menurut perkiraan, di seluruh dunia terdapat lebih dari 25 juta orang yang tersebar di 85 negara saat ini sedang giat belajar bahasa Mandarin. Negeri Tiongkok sendiri berupaya semaksimal mungkin untuk meraih pasar pendidikan bahasa Mandarin seluas-luasnya, pada bulan Nopember 2004 di Seoul, Korea Selatan telah dibuka “Confucius Institute” yang pertama di seluruh dunia, rencana ini segera disusul dengan pendirian 100 buah “Confucius Institute” yang tersebar di belahan penjuru dunia lainnya. Negeri Tiongkok dalam rangka menangkap momentum ekonomi dan perdagangan di saat yang sama juga diiringi dengan penyebaran bahasa dan budaya Tionghoa.
|
Harian New York Times pada edisi penerbitan tanggal 22 Mei 2005 memuat sebuah artikel dari seorang kolumnis bernama Ji Sidao yang berjudul << Dari Kaifeng Sampai Ke New York – Cerah Laksana Melintasi Awan >> , untuk pertama kalinya judul artikel tersebut menggunakan huruf Mandarin versi singkat (simplified Chinese character). Hal yang mengejutkan ini, segera menambah topik pembicaraan mengenai demam belajar bahasa Mandarin di seluruh dunia saat ini. Harian Lian He Bao yang terbit di Taiwan menaruh perhatian khusus terhadap artikel ini, dan pada edisi tanggal 30 Mei 2005 menurunkan laporan terkini tentang penggunaan bahasa Mandarin di seluruh dunia.
Redaksi.
Di tahun 2003 ada seorang mahasiswi asal Taiwan bernama Zhang Jinghui yang sedang menempuh kuliah di Wisconsin University Amerika Serikat dan pernah menjadi asisten pengajar bahasa Mandarin diuniversitas tersebut. Dia menyaksikan, kebangkitan dan pertumbuhan ekonomi Tiongkok saat ini, menyebabkan teman teman kuliahnya yang asli Amerika ramai-ramai giat belajar bahasa Mandarin ; namun mayoritas di antara mereka tidak mengetahui, bahwa di Taiwan sendiri bahasa sehari-hari yang dipakai juga bahasa Mandarin.
“Mereka beranggapan kalau mau belajar bahasa Mandarin haruslah pergi ke Beijing ; kalau mau mencari karir / pekerjaan haruslah pergi ke Shanghai.” Zhang Jinghui berkata, para mahasiswa tersebut belajar menulis huruf Mandarin singkat (simplified Chinese character), membaca buku-buku pelajaran terbitan Tiongkok. Semua trend dan fenomena ini, nampak sudah tak bisa dibendung lagi. Tiongkok mempunyai penduduk lebih dari semiliar orang, hubungan politik dan ekonomi terjalin ke seluruh penjuru dunia, “Dengan skala sirkulasi seperti ini, dapat dikatakan bahwa huruf Mandarin singkat (simplified Chinese character) telah mengalahkan huruf Mandarin tradisional (traditional Chinese character). Demikianlah dikatakan oleh Ketua Program StudiBahasa Mandarin di Cultural University Taiwan Wang Yuqin.
Wang Yuqin menambahkan, Tiongkok berencana mengirim guru / tenaga pengajar bahasa Mandarin ke berbagai penjuru dunia, kita lihat Amerika Serikat sebagai contoh, semua sekolah yang mengajarkan bahasa Mandarin di Amerika Serikat , semua universitas yang mempunyai mata kuliah pilihan bahasa Mandarin, sebagian besar telah menggunakan huruf Mandarin singkat (simplified Chinese character) dalam proses belajar mengajarnya.
Pusat Studi Bahasa di Taiwan juga telah menyuguhkan menu pengajaran “Di saat yang bersamaan juga diajarkan huruf Mandarin singkat, metode Hanyu Pinyin”, karena hanya dengan cara inilah baru bisa menarik minat pelajar / mahasiswa dari luar negeri untuk belajar di Taiwan. Wang Yuqin mengatakan, para pelajar / mahasiswa yang belajar bahasa Mandarin di Taiwan, sebagian besar juga meminta diajarkan metode Hanyu Pinyin dan mengenal huruf Mandarin singkat (simplified), sedangkan di masa lalu metode yang digunakan masih Zhuyin Fuhao serta huruf Mandarin tradisional sebagai bahan pelajaran. Kini metode tersebutsudah tak bisa memenuhi keinginan para pelajar / mahasiswa dari luar negeri tersebut. Ditambah lagi, Tiongkok sekarang memberlakukan ujian sertifikasi level kemampuan berbahasa Mandarin yang disingkat HSK (Hanyu Shuiping Kaoshi), mirip dengan level bahasa Inggris TOEFL, para pelajar / mahasiswa dari luar negeri kalau mau memperoleh sertifikat HSK tersebut, mau tak mau harus mengerti huruf Mandarin singkat (simplified).
Kalangan akademis di Taiwan juga mendorong trend untuk mengenal dan mempelajari huruf Mandarin singkat (simplified). Taipei University mengadakan lomba mengenal huruf Mandarin singkat, demi membantu mahasiswanya untuk lebih menguasai huruf Mandarin singkat. Tahun lalu dosen pengajar bahasa Mandarin Li Cuiying yang mengadakan lomba di Taipei University mengatakan, membaca buku pelajaran yang menggunakan huruf Mandarin singkat telah menjadi trend saat ini ; begitu pula para pelajar / mahasiswa tersebut mempunyai motto, ” Kalau sampai tak mengerti huruf Mandarin singkat, pastilah ketinggalan ! “
Sastrawan Huang Jinshu yang berasal dari Malaysia dan mengajar di program studi bahasa Mandarin di Jinan University mengatakan, kebanyakan buku-buku pelajaran bahasa Mandarin diimpor dari Tiongkok, karena dewasa ini “Lingkungan penelitian dan pengembangan bahasa Mandarin yang terbaik tentulah di Tiongkok, oleh sebab itu membaca buku yang beraksara Mandarin singkat menjadi suatu keharusan”. Dia juga mengingat waktu masa kuliahnya dulu, hanya bisa sembunyi-sembunyi membaca buku-buku terbitan Tiongkok bajakan ; sedangkan sekarang para pelajar / mahasiswa di Taiwan bisa secara terang-terangan membaca buku-buku terbitan Tiongkok.
Untuk barang-barang cetakan terbitan Tiongkok di Taiwan, dari mulai dilarang sampai bebas diperjual-belikan, semuanya ditentukan oleh mekanisme pasar. Sampai detik ini berapa besar pasarnya, ada sebuahlaporan, di masa lalu dalam setahun pangsa pasarnya diperkirakan sebesar 300 juta dolar NT s/d 700-800 juta dolar NT, untuk hal ini masih belum dipastikan, namun sesuatu yang pasti, pangsa pasar terpendam masih sangat besar.
Perusahaan penerbitan `Lian Jing” Taiwan telah membuka “Shanghai Bookstore” di Taipei yang khusus menjual buku-buku berhuruf Mandarin singkat terbitan Tongkok. Respon pasar ternyata sangat baik dan melampaui prediksi sebelumnya. Perusahaan ini akan bergerak terus dengan membuka jaringan toko yang sama di kota Taichung dan Kaohsiung, guna memenuhi keinginan para pembaca buku-buku berhuruf Mandarin singkat di wilayah Tengah dan Selatan Taiwan. Selain itu perusahaan Lao Zi yang punya jaringan toko buku “Tian Long” juga mengumumkan akan membuka tiga buah toko buku “Tai Min” untuk menjual buku-buku terbitan Tiongkok.
Sedangkan pasar luar negeri untuk penerbitan berbahasa Mandarin juga mengalami perubahan drastis. Perusahaan “Ta Zhong” Singapura yang ada di Taiwan, yang pada awalnya berniat membeli buku-buku berbahasa Mandarin tradisional terbitan Taiwan untuk dijual di luar negeri, namun setelah pimpinannya yang bernama Tan Baijuan berkeliling ke beberapa negara tetangga untuk melihat prospek pasar buku-buku berbahasa Mandarin, setelah balik segera merubah strateginya, yaitu semua buku-buku terbitan Taiwan akan dicetak ulang dengan huruf Mandarin singkat baru kemudian dipasarkan ke luar negeri. Kondisi huruf Mandarin tradisional yang makin terdesak ini menjadikan orang-orang khawatir. Wakil Kepala Lembaga Penelitian Zeng Zhilang beberapa kali mengusulkan, agar huruf Mandarin tradisional (asli) didaftarkan menjadi salah-satu warisan peradaban manusia tingkatdunia, usul ini mendapat dukungan banyak pihak.
Shen Bao adalah seorang alumni jurusan bahasa Mandarin dari Dongwu University Taiwan, sekarang juga berprofesi sebagai tenaga pengajar bahasa Mandarin di Amerika Serikat. Biasanya setelah menyelesaikan pekerjaan administrasi di perguruan tingginya, sampai di akhir pekan, meminjam salah satu ruang kelas di universitas untuk mengajarkan bahasa Mandarin. Waktu berlalu begitu cepat, tak terasa dia telah mengajar lebih dari 28 tahun, dari awal hingga akhir dia selalu mengajarkan bahasa Mandarin tradisional.
Lu Ruiping bekerja di Departemen Sumber Daya Amerika Serikat, bulan Mei tahun ini dia terpilih sebagai Ketua Yayasan Sekolah Mandarin “Mei Dong”. Dia serupa dengan Shen Bao, tetap teguh bahwa bahasa Mandarin yang diajarkan haruslah yang tradisional.
Lokasi Lu Ruiping bermukim merupakan daerah dimana banyak komunitas orang Tionghoa Amerika bertempat tinggal, di akhir pekan banyak sekolah yang mengadakan pelajaran bahasa Mandarin. Lu Ruiping berkata, anak-anak dari imigran asal Taiwan, boleh meminta diajarkan huruf Mandarin tradisional beserta Zhuyin Fuhao; sedangkan anak-anak dari imigran asal Tiongkok diperbolehkan belajar bahasa Mandarin singkat metode Hanyu Pinyin, “Latar belakang berbeda, hal ini sangat alamiah.”
Imigran dari Tiongkok semakin hari semakin bertambah, Lu Ruiping menjelaskan di daerah ini ada beberapa sekolah yang mengajarkan bahasa Mandarin dengan daya tampung mencapai lebih dari 2000 orang murid,begitu dibuka pasti jumlah pendaftar akan membeludak.
Beberapa surat kabar untuk Chinese American yang dulunya selalu menggunakan bahasa Mandarin tradisional mulai disaingi penerbitan yang menggunakan huruf Mandarin singkat. Surat kabar untuk Chinese American ini rata-rata dijual di pusat-pusat perbelanjaan (mal) dimana iklan merupakan sumber pendapatan utama bagi surat kabar surat kabar ini. Sebuah surat kabar yang oplahnya paling besar di wilayah ini, demi menuruti selera pemasang iklan, mulai tahun lalu telah menerbitkan versi bahasa Mandarin singkat.
Mata pelajaran bahasa Mandarin (AP / Advanced Placement) paling menarik perhatian para orang tua dan guru yang tetap ingin menggunakan bahasa Mandarin tradisional. Asosiasi perguruan tinggi di seluruhAmerika Serikat telah menetapkan, bahasa Mandarin akan menjadi salah satu mata pelajaran atau mata kuliah pilihan di sekolah menengah atas maupun universitas di Amerika Serikat, untuk tahap awal versi yangdigunakan yaitu huruf Mandarin singkat. Awal Mei 2005 majalah Newsweek juga melaporkan, sekarang telah ada 2400 sekolah setingkat SMA di Amerika Serikat yang telah dilengkapi program AP, pada tahun 2007 akan mendukung mata pelajaran bahasa Mandarin sebagai mata pelajaran pilihan. Lu Ruiping memperkirakan, di Amerika Serikat akan semakin banyak orang yang belajar bahasa Mandarin, namun yang pasti huruf Mandarin versi singkat akan menjadi standar utama.
Di kota Kyoto Jepang ada sebuah kuil yang pada setiap saat melewati pergantian tahun, dilakukan acara penulisan huruf Kanji dengan sebatang alat tulis tradisional (mopit) yang besar, di selembar kertas yang lebar dituliskan beberapa tulisan Kanji yang sesuai dengan kondisi tahun yang bersangkutan. Di Jepang yang mempunyai banyak persamaan dengan Tiongkok, sejak dahulu kala huruf Kanji telah masuk dalam kebudayaan mereka. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jepang telah menetapkan “HurufKanji yang umum digunakan” serta “Huruf Kanji yang digunakan saat tertentu”, juga mengharuskan anak-anak Jepang sedari kecil untuk belajar huruf Kanji. Seorang dosen pengajar di Tokyo University masihingat, 40 tahun silam saat masih di sekolah dasar, gurunya berpesan : ” Kalian harus rajin belajar huruf Kanji ; dan nanti tunggu setelah anak kalian, cucu kalian barulah tak perlu belajar lagi.”
Ternyata ucapan gurunya meleset, dia berkata, saat ini di Institut Bahasa Asing di Jepang, mahasiswa yang memilih bahasa Mandarin sebagai bahasa kedua berjumlah sepertiganya, melampaui minat belajar bahasa Jerman dan bahasa Prancis. Pemerintah Jepang menyelenggarakan ujian huruf Kanji, dewasa ini tiap tahun yang mengikuti ujian melebihi jumlah 2 juta orang. Selain benar-benar perlu digunakan, huruf Kanji juga sangat populer, dia berkata, di Jepang ada 80 juta pengguna ponsel, sejumlah dua pertiganya dapat digunakan untuk mengirim SMS berhuruf Kanji, “Sekarang orang-orang muda, demi mengirim SMS mereka rela belajar sekuat tenaga huruf Kanji.”
Mirip dengan Jepang yang menggunakan huruf Kanji sebagai produk kebudayaan, begitu pula di Korea Selatan yang punya kemiripan dengan Tiongkok, setelah perang dunia ke 2 berakhir huruf Kanji (Mandarin) sempat dihilangkan, diganti kebijakan menggunakan bahasa asli Korea, pengajaran huruf Kanji terputus selama 50 tahun, baru pada tahun 1992 pemerintah Korsel mulai memulihkan lagi pengajaran huruf Kanji. Di seluruh Korea Selatan saat ini ada 1,3 juta orang sedang belajar bahasa Mandarin dengan trend huruf Mandarin singkat (simplified Chinese character).
Setiap orang Taiwan yang berwisata ke Asia Tenggara, sering menjumpai hal-hal yang tidak asing baginya. Di Singapura dan Malaysia misalnya di Kuala Lumpur, Penang, Kuching. Ada kalanya di sepanjang jalan berderet nama toko-toko yang ditulis dalam huruf Mandarin, dan menggunakan huruf Mandarin versi tradisional.
Semenjak dahulu kala seiring dengan kedatangan para imigran Tiongkok, terbawa pula bahasa dan budaya Tionghua ke Asia Selatan ; kala itu huruf Mandarin tradisional menjadi umum digunakan secara turun-temurun untuk orang-orang Tionghoa perantauan, hal ini berlangsung terus hingga akhir abad ke 20. Seiring dengan perkembangan terkini di Selat Taiwan, kondisi perkembangan bahasa Mandarin di Asia Tenggara juga mengalami perubahan, bukan hanya di bidang pendidikan pengajaran bahasa Mandarin telah menggunakan versi singkat, media cetak seperti surat kabar dan majalah juga telah meninggalkan huruf Mandarin tradisional ; ditambah lagi kebiasaan menulis sehari-hari juga turut berubah, orang-orang Tionghoa di Asia Selatan saat ini telah menjadi komunitas yang terbiasa menggunakan bahasa dan huruf Mandarin versi singkat.
Sastrawan asal Malaysia Huang Jinshu kebetulan juga mengalami perubahan huruf ini saat mengenyam pendidikan di Malaysia. Dia ingat, buku-buku pelajaran yang digunakan oleh sekolah-sekolah berbahasa Mandarin di Malaysia dulunya berasal dari bantuan pemerintah Taiwan, sehingga dia hingga kelas 6 SD masih terbiasa menggunakan buku-buku berbahasa Mandarin versi tradisional. Begitu menginjak SMP, huruf Mandarin tradisional seketika diganti dengan versi singkat (simplified).
Semua sekolah dasar dan menengah di Malaysia yang menggunakan bahasa Mandarin sebagai bahasa pengantar berstatus swasta penuh, dimasa lalu semua siswanya 100 % dari etnis Tionghoa. Sedangkan beberapa tahun ini, karena standar kualitas pendidikan di sekolah berbahasa Mandarin ini tergolong tinggi, ditambah posisi bahasa Mandarin yang semakin lama semakin populer, banyak sekali warga etnis Melayu dan India yang menyekolahkan putra-putrinya ke sekolah-sekolah berbahasa Mandarin, mereka mempelajari huruf Mandarin versi singkat metode Hanyu Pinyin.
Sementara itu dibandingkan dengan Malaysia, negara tetangga Singapura dalam menyikapi bahasa Mandarin ternyata punya pandangan yang lebih jauh. Sekitar dekade 80-an yang lalu Kementerian Pendidikan Singapura telah menginstruksikan agar penggunaan huruf Mandarin versi tradisional metode Zhuyin Fuhao dirubah menjadi huruf Mandarin versi
singkat dengan metode Hanyu Pinyin.
Singapura yang mempunyai hubungan perdagangan yang erat dengan Tiongkok, interaksi budayanya sangat penting, lalu lintas perdagangan dan hubungan antara Singapura, Taiwan dan Hongkong lebih erat lagi, sehingga warga Singapura terbiasa “Mengenal huruf asli (tradisional) tapi menulisnya dalam versi singkat (simplified)” dan ini menjadi dasar pengajaran di negeri Singa ini.
Selain Taiwan, Hongkong juga menjadi benteng terakhir bagi warga yang masih mempertahankan huruf Mandarin versi tradisional. Namun diantara dominasi huruf tradisional yang memenuhi deretan nama-nama toko dan kantor di sepanjang jalan, sedikit demi sedikit mulai tampak ada perubahan. Semenjak tahun 1997, orang-orang yang berbicara aksen Mandarin serta belajar huruf versi singkat semakin banyak saja. Hongkong menyaksikan segenap penjuru dunia tengah berubah. Seorang pengamat, Liu Xiliang yang berprofesi sebagai penasihat grup kongkomerasi TOM Hongkong mengatakan : “Dulu saya selalu membaca buku-buku terbitan Taiwan untuk memahami peristiwa dunia. Namun sekarang, masih harus mengandalkan buku-buku terbitan Tiongkok.” Dia mengatakan, perkembangan penerbitan buku-buku di Tiongkok sangat pesat, begitu banyak macam buku dan majalah yang berharga untuk dibaca ; dari kacamata belajar dan penyiaran, trend bagi orang-orang Hongkong untuk menggunakan huruf Mandarin singkat, masih baru berada di permulaan saja.
Sumber : situs Renmin
Dikutip dan diterjemahkan dari Harian Qian Dao Ri Bao terbitan Surabaya edisi 3 Juni 2005.
Xiaolongni , 5 Juni 2005
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghoa 12568