Photo : Nanhua Temple – Guangdong ,
Tempat Hui Neng dulu hidup dan mengajar , by Cenkx , Public Domain
Budaya-Tionghoa.Net | Hui-Neng adalah patriarch ke enam dari Chan-Zen Buddhisme, dan Beliau dianggap sebagai bapak Chan-Zen dari Tiongkok, karena dibawah pimpinanannya, Chan-Zen berkembang sampai ke pusatnya dan pekerjaannya satu-satunya dari seorang Buddhis Tionghoa yang mendapatkan status sebagai Sutra.
|
Hui-Neng lahir di Ling-Nan di propinsi Guangdong, ayahnya meninggal dunia waktu Beliau masih muda dan hidup sangat miskin bersama ibunya. Hui- Neng berjualan kayu bakar yang ditebangnya dari hutan-hutan. Karena kemiskinannya, Beliau tidak mempunyai kesenpatan untuk belajar membaca dan menulis. Namun Beliau rajin menyimpan uang dan dengan uang ini beliau menitipkan ibunya pada seorang yang budiman agar Hui-Neng dapat membebaskan dirinya dari suka-duka duniawi dan pergi ke Gunung Mei, Henan untuk mencari Dharma. Patriach kelima Hong Ren semulanya tidak percaya bahwa seseorang yang buta huruf dari selatan ini bisa mendapatkan Buddahood. Maka Hui-Neng ditugaskan bekerja menggiling beras.
Semua murid-muridnya setuju agar kepala mereka Shen Xiu membuat sebuah puisi, karena Beliau banyak pengetahuannya tentang Sutra dan juga sebagai kepala dari pada semua murid-murid Hong Ren. Shen Xiu membuat puisi yang ditulis tengah malam di dinding dari ruangan selatan dan dapat dibaca sebagai berikut:
Badan adalah pohon dari enlightenment
Jiwa sebagai kaca yang terang
Kita selalu harus membersihkannya, dan
Jagalah agar debu dunia tidak mengumpul.
Patriarch Hong Ren bangun paling pagi dan Beliau adalah orang pertama yang membacanya dan meminta agar semua murid-muridnya berkumpul. Semua menunggu apa kata gurunya, sesudah Hong Ren mengetahui jelas bahwa Shen Xiu yang menulisnya, Beliau berkata pada Shen Xiu : “Puisi yang kau tulis menunjukkan bahwa engkau belum mendapatkan pengertian yang sebenarnya. Kau baru mencapai depan pintu Chan, tetapi belum juga mampu masuk ke dalam. Kau harus masuk kedalam dan melihat alam semula” Guru Hong Ren meminta agar Shen Xiu membuat puisi lagi, tetapi beberapa hari berlalu tanpa ada hasil yang menunjukkan tanda-tanda akan enlightenmentnya.
Huineng, seorang biksu muda dan tidak dapat membaca, mendengar adanya puisi yang ditulis oleh Shen Xiu, dia pergi untuk melihat dan minta tolong pada seorang hwesio untuk membacanya. Dia langsung berkata bahwa penulis puisi ini belum juga enlightened. Huining minta tolong pada hwesio itu untuk menulisnya sebuah puisi pada dinding dari ruangan barat. Puisi Hui-ning dapat dibaca sebagai berikut:
Semula tiada pohon dari enlightenment,
Juga tiada satu cermin yang terang
Dari semula tiada satu keberadaan
Dimanakah ada debu yang mengumpul?
Di tengah malam Hong Ren menemui Hui Neng dan memberikan jubah patriach lalu berkata: ”Aku mengangkat engkau menjadi patriach ke enam.” Lalu Beliau mengantar Hui Neng menyeberang sungai dengan kapalnya dan bekata: ”pergilah ke selatan, pada waktu ini Dharma tidak mudah untuk disebarkan, mereka pasti tidak trima pengangkatan kau jadi patriach ke-enam. Tunggulah sampai waktunya sudah matang sebelum Anda membuka dirimu.” Hui Neng bertrima kasih pada patriach Hong Ren lalu mereka berpisah. Betul perkataan grurunya banyak murid-muridnya mencari dan akan menangkap Hui Neng tetapi tidak dapat menemukannya. Baru lima belas tahun kemudian, Hui Neng bekerja sebagai guru Chan-Zen pertama kalinya di Fa Xing monastery, kemudian di Baolin Monastery.
Dr. Han Hwie-Song, 11449
Breda, 16-3-2005, The Netherlands
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing List Budaya Tionghua