Budaya-Tionghoa.Net | Beberapa penulis ternama Tiongkok menulis tentang ibunya, seperti ibu dari Kong Fu Zi (Confucius), Mengke (Mencius), juga ibu dari Chiang Kai-Shek, Hu Shih dan masih banyak lagi. Ini karena mereka mendapatkan pendidikan dan kecintaan terutama dari ibunya, dan kebanyakan dari penulis-penulis ini juga karena ayahnya meninggal sewaktu mereka masih muda. Dari cerita-cerita ini menunjukkan bagaimana ibunya membuat baju untuk anak-anaknya dari baris ke baris sampai jauh malam, agar anaknya tidak kedinginan; atau sambil menunggu anaknya yang sedang bepergian berbulan-bulan belum pulang.
|
Dari cerita cerita ini menurut aku yang paling mengesankan dan terkenal ialah ibu dari Mencius, untuk mendapatkan pendidikan dan pergaulan yang baik beliau harus pindah rumah tiga kali. Yang terakhir ialah pindah ke rumah tidak jauh dari sekolahan. Dengan demikian Mencius kecil berkumpul dengan anak-anak yang bersekolahan sehingga beliau juga senang belajar. Tidak berkelebihan aku menulis disini bahwa sewaktu ujian penghabisan AMS/SMA di Surabaya pada tahun 1951, sesudah penyerahan kekuasahan dari pemerintah Belanda ke pemerintah Indonesia; karena kami tidak pernah mendapatkan pelajaran bahasa Indonesia kami harus membuat karangan dan memilih berbagai judul dan aku memlih sebagai judul Ibuku.
|
Waktu aku kecil sampai aku menjadi dokter aku selalu tidur dengan nenekku, Beliau sering bercerita tentang cerita-cerita kuno. Nenekku pernah mengatakan padaku waktu malam, kami bersama-sama tidur, Beliau berkata:”Hwie-Song aku katakan padamu, sebagai manusia kita harus percaya pada tuhan, pada arwah-arwah keluarga kita. Tetapi kalau kau perlu minta pertolongan yang paling mendadak, kau harus minta pertolongan pada ibumu.” Dia bernapas lalu melanjutkan: “Ibu cinta pada anak-anaknya tidak ada batasnya, hubungan ibu dengan anak erat sekali karena ibu mengandung kau selama 9 bulan didalam perutnya. Kau boleh minta tolong pada tuhan ini harus, namun jangan melupahkan ibu, karena yang minta pertolongan pada tuhan itu ratusan juta banyaknya pada setiap waktu. Ibu bisa menolongnya dengan cepat, katakanlah pada ibu semua kesulitan sewaktu kau keluar pintu!” Karena “wejangan” ini yang aku menerima sejak kecil, maka telah masuk dalam-dalam di jiwaku, secara sadar dan tidak sadar aku kerjakan perkataan nenek ini, juga sewaktu aku mendapatkan operasi yang besar dan chemoterapi ini. Sebetulnya perkataan nenek ini adalah “agama atau cultur Tionghoa” yang memuja arwah-arwah keluarga yang pernah mendidik dan membesarkan kita. Memujah ibu disini mungkin dapat aku hubungkan dengan agama katolik yang memuja Ibu Maria.
Dari cerita ibuku, aku ingat ibu dari Mencius yang dengan kebijaksanaannya mendidik Mencius menjadi seorang filosof yang besar sesudah Confucius. Mencius adalah pengikut Confucius dan memperkembangkan pikiran Confucius selanjutnya. Karena kebesarannya maka oleh filosof filosof Barat nama Meng-ke (Meng Zhi) seperti Kong Fu-Zhi (Confucius) di latinkan menjadi Mencius. Zhi dalam arti bahasa Tionghoa berarti orang yang pandai dan bijaksana.
Mencius bersifat baik dan jiwanya halus, beliau mengajar pada kita bahwa manusia itu pada dasarnya adalah baik. Namun karena kepandaiannya dan berani mengritik penguasa, maka beliau seperti “gurunya” tidak diminta untuk bekerja sebagai perdana menteri atau menteri. Raja-raja di jaman “Peperangan antar Negara” dijaman dahulu. Raja-raja Tiongkok lebih baik memakai murid-murid dari filosof filosof yang besar ini, karena mereka umumnya lebih menghormati sang raja dan ragu untuk mengritiknya. Lain halnya dengan Socrates yang oleh Rajanya dihukum mati dengan minum racun. Pemandangan raja-raja Tiongkok jaman dahulu tidak berani menghukum Confucius atau Mencius, karena sang raja takut kalau di sejarah namanya ditulis bahwa dia adalah raja yang menghukum Confucius atau Mencius.Maka dapat dikatakan bahwa Confucius atau Mencius adalah raja tanpa mahkota. Han Yu seorang intelektual yang terkenal pada jaman Tang dynasti mengatakan bahwa kepandaian Confucius “diturunkan”kepada Mencius, meskipun beliau dilahirkan beberapa generasi sesudah Confucius.
Meng Ke, nama asli dari Mencius dilahirkan pada tahun 372 Sebelum Masehi, adalah turunan dari keluarga ternama dari kerajaan Lu. Karena penghidupan yang miskin keluarga Meng pindah ke kerajaan Zou. Seperti Confucius ayah Mencius meninggal dunia sewaktu beliau baru berumur tiga tahun. Ibu Meng Ke dan anaknya semula tinggal dipinggiran gunung, tidak jauh dari kuburan. Meng kecil se-hari-hari bermain main dengan teman-temannya seperti mengadakan upacara penguburan jenazah. Ibu Meng-Ke, berfikir kalau kita tidak pinda rumah, maka anakku ini kelak hanya bisa mengurus upacara penguburan orang.
Mereka pindah rumah kekota dan letaknya tidak jauh dari pasar. Meng kecil melihat se-hari-hari orang berjualan dipasar. Disini Meng-ke bermain- main dengan teman–temannya seperti orang dagang sambil menjerit-jerit untuk menjual barangnya dan teman-teman kecilnya pembeli barang apa yang dijualnya. Ibu Meng-Ke sekali lagi mengajak anaknya pindah rumah, beliau mengatakan pada Meng-ke :” kalau kita tidak pindah kelak kau hanya tahu menjual babi.”
Ini kali ibunya mencari rumah dengan teliti dan menyewah rumah dekat dari sekolahan. Mengetahui bahwa anaknya sekarang sering mengatakan tentang Confucius, ibunya baru merasa puas atas lokasi rumah yang beliau sewah itu. Untuk ongkos hidup ibu Mencius menenun kain sutra. Disini Mengke mulai belajar dengan giat dan banyak membaca buku dari Confucius.
Namun tidak lama kemudian Meng-Ke mulai malas belajar dan sering ribut dengan ibunya. Meng-Ke mengatakan pada ibunya bahwa belajar sangat membosankan. Dengar anaknya berkata demikian ibunya mengambil gunting dan didepan anaknya kain sutra yang setengah ditenun itu diguntingnya. Meng-Ke kaget melihat ini, karena hasil dari penenunan ibunya adalah penghidupan mereka. Meng-ke akan menghalangi tindakan ibunya namun kain itu telah digunting menjadi dua. Ibunya dengan sedih tetapi dengan mengeraskan hatinya berkata:”kau belajar hanya setengah-tengah, seperti guntingan kain sutra ini, achirnya sama saja tidak berguna.” Meng Ke menangis berkata pada ibunya:”ibu, aku menerima kebijaksanaan ibu, selanjutnya aku akan memperhatikan pelajaran dengan baik, dan aku tidak akan mengecewakan Anda.” Sedari itu Meng Ke belajar dengan giat dan waktu beliau dewasa, Meng Ke pergi ke kerajaan Lu ditempat mana Confucius mempelajari murid muridnya. Dan disini beliau menjadi murid dari muridnya Zi Si, cucunya Confucius. Di Tiongkok kebijaksanaan ibu Meng Zhi menjadi teladan dari kebesaran ibu yang untuk mendidik anaknya berani mengorbankan segala dan tidak segan segan pindah rumah sampai tiga kali.
Mengapa karangan mengenai ibu begitu disukai oleh pengarang Tionghoa kuno ? Aku kira ini disebabkan karen kecintaan ibu pada anaknya tidak ada batasnya, bahkan berkelebihan dari kemampuannya. Disampingnya itu juga karena ayah berhubungan erat dengan masyarakat disekitarnya, sehingga kebijaksanaan ayah orang luar dapat mengenalnya dari tingkah lakunya diluar. Kebijaksanaan ibu hanya dikenal dalam keluarga saja dan untuk mengenalkan kebijaksanaan dan kecintaan ibunya tidak ada lain jalan adalah menulisnya dalam esay.
Dr. Han Hwie-Song
Breda, 30 April 2005 The Netherlands
Catatan Admin : Lihat juga artikel http://web.budaya-tionghoa.net/han-hwie-song/798-demi-mendidik-anaknya-ibunda-mencius-pindah-rumah-tiga-kali-cinta-ibu-adalah-cinta-tanpa-batas
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing List Budaya Tionghua 12814