Budaya-Tionghoa.Net | Di banyak negara manusia hidup dalam era demokrasi sekarang, dan karena demokrasi setiap orang dapat dengan bebas memilih jalan sendiri-sendiri. Pemilihan ini bisa menuju ke jalan yang salah, kejahatan terhadap manusia. Terutama pilihan yang aku sebutkan tadi akan membawa celaka. Apalagi kalau jalan kejahatan terhadap manusia dilakukan oleh seorang pemimpin yang tertinggi dari satu negara.
|
Seorang bijaksana, menurut Kong Fu Zi, seorang Junzi atau seorang bijaksana, filsuf, mempunyai tugas yang khusus yaitu tidak boleh bersikap netral tetapi memilih suatu pandangan yang menentang kejahatan dengan memberikan kriteria-kriteria yang zakelijk, rasionil dan objektif agar dimengerti oleh kebanyakan orang. Saya artikan sitat (quotation) beliau ini sebagai pencari kebenaran. Kita mengetahui bahwa bahasa itu mempunyai batasan-batasan, tetapi kebenaran tidak mempunyai batasan. Mengenai kebenaran Kong Fu Zi mengatakan: ”Bukan kebenaran membuat orang besar, tetapi oranglah yang membuat kebenaran itu besar.” Mengapa demikian, saya kira karena oranglah yang mencari, menganalisa dan menemukan kebenaran dari penghidupan dan sejarah.
Kong Fu Zi mengatakan: “Kebenaran itu tidak menyimpang dari hakekat alam manusia. Kalau apa yang dikatakan kebenaran, tetapi menyimpang dari hakekat alam manusia, kita tidak dapat menganggap sebagai kebenaran.” Karena itu saya kira ini memberi keterangan mengapa rakyat Tiongkok tidak terlalu radikal mengenai agama. Dalam sejarah Tiongkok boleh dikatakan tidak ada peperangan karena akibat agama, atau adanya satu dinasti agama di sejarah Tiongkok. Selama tahu saya hanya ada sekali penekanan tumbuhnya Budhisme yang dianggap sebagai pengaruh dari asing (luar negeri).
Saya pernah membaca bahwa seorang Chan Buddhis memakai pakaian dari tiga keagamaan Tiongkok yaitu pakaian Chan-buddhisme, Taoisme dan Konfusianisme menunjukkan toleransi antar tiga jiao (agama), dan tidak jarang intelektual-intelektual Tiongkok jaman dahulu mempunyai teman-teman yang baik dari tiga ajaran ini, seperti intelektual Tao Yuen-Ming dan kawan-kawanya yang pernah saya muat dalam karangan saya yang lalu.
Untuk menghadapi problema-problema etis dan sosial tidak peduli seseorang itu beragama atau humanis. Kong Fu Zi pernah mengatakan: ”bahwa kita hidup sebagai manusia, karenanya kita harus berhubungan dengan manusia. Sebagai manusia kita tidak bisa hidup hanya berhubungan dengan hewan-hewan di hutan-hutan.” Ini jawaban Guru Kong terhadap pengkritikan kaum taois yang menjauhkan diri dari problema dunia dan hidup bebas menyendiri. Ini tidaklah berarti bahwa kaum Taois menganjurkan kita hidup menyendiri. Mereka berharap agar kita bisa hidup dengan tenang dan menjauhkan diri dari problema-problema keduniaan, tetapi tanpa dengan sinisme memandang dunia. Kita seharusnya dengan segar dan toleran dan kebebasan menerima keadaan.
Pada masa senior aku lebih menikmati pelajaran Taois, karenanya aku akan menulis syair seperti dibawah ini:
Pada musim semi aku berjalan-jalan menikmati bunga-bunga
Pada musim panas aku duduk di kebun menikmati bulan purnama
Pada musim gugur aku jalan-jalan ke hutan menikmati panca warna hutan
Pada musim dingin aku menikmati tidur dan menunggu kedatangan musim semi
Dalam tata kenegaraan, kaum Taoist menganjurkan agar pemerintah jangan terlalu banyak membuat peraturan-peraturan dan hukum-hukum, karena terlalu banyak peraturan dan hukum mengakibatkan orang berbuat salah. Berikan pada rakyat kebebasan untuk bertindak. Bukankah kalau kita mengoreng ikan tidak boleh terlalu banyak membolak-balik ikan tsb agar tidak hancur, demikianlah juga dengan mengatur negara. Wu wei atau “tanpa bekerja tetapi toh tiada yang tidak di lunaskan” berarti bekerja secara efisiën! Sebagai contoh oleh kaum Taois diambil matahari, dia tanpa bekerja tetapi membuat semua bertumbuh dan berkembang, penghidupan semua hewan-hewan dan tumbuh-tumbuhan serta kecantikan alam.
Pelajaran Konfusius dapat diartikan sebagai berikut: “Jika setiap orang mengerti kedudukannya dan melakukan menurut posisinya akan ada keamanan dan keharmonisan di masayarakat.” Konfusius mengatakan bahwa di dalam masyarakat ada lima relasi yang penting dan hubungan relasi ini ada tiga unsur yang jelas berhubungan dengan keluarga. Kelima relasi masyarakat tsb ialah : antara raja dan rakyat, ayah dan anak, suami dan istri, antara saudara sendiri dan yang terakhir antara teman. Dengan demikian keluarga adalah yang terpenting bagi penghidupan dan tingkah-laku antar manusia dalam masyarakat. Di dalam pikiran guru Kong ini ada tanggung jawab keluarga terhadap kelakuan anggota keluarga di luar rumah. Kesalahan satu anggota keluarga akan membawa malu bagi seluruh keluarga, karena orang luar menganggap bahwa dia tidak mendapatkan pendidikan yang baik dari orang tuanya sewaktu dia masih muda.
***
Perlu saya terangkan disini bahwa orang orang bijaksana yang aku bicarakan hidup pada jaman Chunqiu (musim semi-musim gugur) dan jaman Zhanguo (Perang antar Negara) sebelum Masehi. Periode ini adalah periode yang sengsara bagi rakyat Tiongkok. Negara yang besar menguasai negara yang lemah, para penguasa mengambil keuntungan yang besar dan merugikan rakyat miskin. Negara betul-betul dalam keadaan kacau. Orang yang tidak kuat jiwanya kehilangan alam dasarnya dan kewajibannya terhadap keluarga. Pada jaman inilah timbul di Tiongkok banyak pemikir-pemikir yang brilyan dan mengembangkan teori-teori untuk memperbaiki masyarakat yang kacau ini. Orang Tionghoa mengatakan bahwa jaman ini adalah jaman “ratusan bunga mekar.” Teori-teori itu cocok, sesuai dengan jamannya, namun karena perkembangan waktu juga menimbulkan perkembangan masyarakat yang lain sifat dan identitasnya dari pada yang lalu. Karenanya perlu di sesuaikan dengan keadaan yang baru.
Disini aku masih perlu menyebutkan seorang pemikir yang besar, yang pernah aku buat sebuah karangan mengenai beliau ialah Han Fei Zi yang mengenal dan menganalisa problematik dari masyarakat Tiongkok dahulu. Tetapi tetap masih berlaku pada jaman sekarang ialah jatuhnya pemerintahan karena korupsi, kolusi dan nepotisme yang memperkaya keluarganya penguasa, melupakan kesadaran kemasyarakatan dan kemanusiaan. Keadaan ini orang mengatakan sebagai akibat dari egoisme (negative) keluargaan dari ajaran guru Kong yang telah mendalam dalam kebudayaan masyarakat Tionghoa. Ini semua dianalisa oleh Han Fei Zi dan menganjurkan kekuasaan hukum untuk satu-satunya jalan keluar bagi ketentraman dan keadilan sosial. Sayang Han Fei Zi harus mengalami seperti halnya Socrates harus minum racun. Tetapi dibunuhnya Beliau bukan karena keberaniannya menulis keadaan dalam masyarakat yang sebenarnya tetapi Beliau dipaksa untuk minum racun oleh saudara seperguruannya Li Shi, karena Li Shi mengetahui kepandaiannya Han Fei jauh lebih tinggi dari dia. Li Shi takut kalau Han Fei diangkat sebagai perdana menteri untuk mengantikan kedudukannya oleh Kaisar Qin Shi Huang-Ti.
Teori Han Fei dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu: hukum (law), seni pengontrolan (the art of control) dan kekuasaan (power). Didalamnya dibicarakan hukuman yang berat bagi siapa pun yang melanggar hukum dan memberi kenaikan pangkat pada penguasa yang jujur sesuai dengan hukum yang ada. Setiap pemimpin harus mengikat dirinya betul-betul dengan hukum tanpa dipengaruhi oleh relasi dll. Semua ini untuk melindungi rakyat agar rakyat senang dan percaya pada penguasa dan negara. Antar hubungan luar negeri Han Fei menganjurkan agar mencapai posisi yang superior dan karenanya Beliau menganjurkan kekuatan militer dan ekonomi. Teori yang cocok dalam periode yang kacau dan peperangan pada jamannya. Dilihat dengan optik jaman modern ini, politiknya Han Fei terlalu menuju ke kekuatan militer atau diktator karenanya tidak cocok lagi pada jamannya. Namun dalam pelajarannya ada bagian-bagian yang baik yang perlu dikembangkan dan yang negatif dibuang. Satu yang jelas sangat relevan pada semua jaman ialah teorinya yang mengatakan bahwa ”setiap orang adalah sama pada hukum!”
Ketiga pencipta dari Taoisme, Konfusianisme, Chan Buddhisme serta penganut-penganutnya ini tidak hanya menanyakan tentang arti dari pada penghidupan tetapi juga memberi keterangan pada pertanyaan sedemikian rupa agar rakyat Tiongkok merasa puas dan gembira bahwa mereka bisa menemukan arti dari pada kehidupan manusia. Jawaban-jawaban itu begitu terang dan rasional, sehinga mereka tidak perlu lagi mencari-cari teori-teori dan merasa perlu untuk merubahnya; karena mereka percaya akan disesuaikan dengan kondisi dan situasi oleh penganut-penganut dari orang-orang bijaksana.
Manusia harus menyadari kebenaran penghidupan sosial bahwa kami ini pada dasarnya tidak hanya mempunyai sejarah perorangan tetapi juga kolektif. Dan terutama dari hubungan kolektif ini kita baru dapat mengetahui siapa kita ini, identitas kita ini bagai perorangan. Seseorang, misalnya tidak bisa mengatakan bahwa: ”aku ini adalah seorang yang pandai, humanis atau bijaksana”, tetapi seorang bisa mendengar atau melihat dari berbagi pandangan orang luar dari sejarah yang konkret apa yang mereka katakan padaku. Dari sinilah baru kita dapat mengatakan siapa sebenarnya aku ini. Untuk jelasnya manusia ini tidak mempunyai inzicht (insight atau mendapat pengertian) mengenai dirinya, tetapi dapat mengenal dirinya sebagai personalia dari ceritanya yang ditulis, tetapai secara tidak langsung melalui hubungan masyarakat disekitarnya. Maka saya rasa dalam kultur Tionghoa, yang literaturnya begitu luas, dan kultur setiap bangsa demokratis, karena demi kepentingan sejarah setiap orang mempunyai hak untuk menulis sejarahnya sendiri dengan bebas dan jangan melupahkan hubungan dengan masyarakat dan keadaan kongkrit pada jamnnya.
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghoa 12568