11. Sehari-hari di Perkampungan Kami
Banyak pekerjaan di kampung kami – tidak ada waktu buat menganggur. Waktu terisi penuh. Karena itu kami sangat mengharapkan atau menunggu kapan hari Minggu datang. Hanya pada hari Minggu-lah kami bisa istirahat dan mengadakan kegiatan buat pribadi-pribadi. Teman yang bertanggungjawab atas barisannya, akan selalu mempertimbangkan di bagian mana seseorang akan ditempatkan – buat pekerjaan sehari-hari. Menurut saya – pekerjaan yang berat dan sangat berat – yalah mengangkut dan memikul tinja manusia. Dengan dua tong yang cukup besar kita mendatangi setiap wc, mengautnya dengan galah yang panjangnya dua tiga meter ke dalam lobang wc, dan memasukkannya ke dalam dua tong yang harus kita pikul itu. Dan siap pikul menuju galangan atau jalur tanaman yang harus disirm dengan tahi manusia itu. Jalannya di seluruh bagian kampung kami, tidak rata – turun-naik – ada tangga yang semi darurat – ada bagian di ketinggan – lalu menurun dan begitu terus. Bagian yang rata lebih sedikit daripada bagian yang tidak ratanya. Pada bagian tidak rata dan turun-naik inilah kami para pemikul tinja ini sering jatuh – atau terperosok. Dan kalau sudah begitu – dua tong yang berisi tinja tadi juga akan tumpah. Dan kalau tumpah – minta ampun – pekerjaan jadi dobbel – harus membersihkan – mengautnya lagi.
Pada pokoknya ketika kami baru mulai belajar bekerja dalam bidang produksi pertanian – ada-ada saja di antara kami yang tertimpa “kecelakaan kecil” ini. Tetapi pada umumnya teman lain akan segera membantu dan menolong
seseorang. Sudah tentu karena kami ini orang baru – baru mulai merasakan pekerjaan baru yang dulunya tidak pernah – lalu tentu saja ada perasaan berbagai macam. Ada perasaan – lihat ini saya bekerja badan – sedang dalam kancah pengubahan ideologi burjuis kecil menjadi ideologi proletar. Hanya intelektuil yang benar-benar terintegrasi dengan kerja-langsung produksi barulah benar-benar seorang intelektuil sejati! Tetapi ada juga yang
sebenarnya malas-malasan – ogah-ogahan – segan dan tidak gembira melakukan kerja-badan itu. Setiap orang akan tercermin bagaimana dia menghadapi kerja-badan secara langsung begini. Semua transparan tanpa terkecuali dan dengan sendirinya tergambar secara telanjang dalam kepribadian seseorang.
Memikul tahi dan menyiramkannya ke tanaman – sayuran – menurut saya inilah pekerjaan yang berat. Sebab agak jauh – ada sekira 100 sampai 200 meter harus jalan naik-turun tak rata sambil memikul dua tong dan bergoyang-goyang lagi – karena belum terbiasa. Seorang teman kami yang sangat mau turut memikul tahi, padahal sudah banyak dinasehatkan teman-teman agar memilih pekerjaan lain – masih tetap nekad mau turut pikul tinja. Kami rata-rata tidak tega kalau mbak itu turut mikul – dua tong tinja yang cukup berat bahkan berat sekali buat mbak itu. Dan kami tahu dan melihat sendiri, mbak itu pabila jalan biasa saja – tidak seimbang jalannya. Nah, ini sambil pilkul tahi lagi! Pemikul tahi harus jalan yang ada bagian di tepi lobang besar yang penuh kotoran – termasuk aliran tinja. Pabila dekat situ mbak kita ini jalannya – lalu oleng seperti perahu kena arus deras. Semakin oleng jalannya – dua tong itu akan semakin tidak stabil. Dengan sangat prihatin – kami melihat dengan rasa sedih – mbak itu tercebur dan masuk lobang kotoran itu. Segera kami berlari menolongnya bangkit dan naik ke atas. Tentu saja seluruh badan mbak kami ini – basah kuyup dan penuh kotoran dan tentu saja ada tahi-nya. Dan tentu saja bau ke mana-mana.
Tetapi mbak kita ini bukannya lalu menangis – malah tertawa merasa lucu. Kami membawanya ke tempat kamar mandi agar dia mandi dan ganti pakaian. Karena mbak kami ini orangnya sabar – suka bergurau – tak pernah marah, ada beberapa teman menanyakan – dan ini benar-benar pertanyaan sangat usil.
“Bagaimana rasanya mbak ketika tadi itu?
Ada nggak terminum air kolamnya…..”
“Ya tentu saja ada, wong namanya kecebur masuk langsung kok!”
“Lalu apa rasanya dong?”
“Ya ada terasa asin……..dan bau……..!”
Yang mendengar sulit menahan tertawa dan paling-paling merasa sangat geli. Padahal mbak kami ini, biar gitu-gitu juga banyak tahu bahasa dan sering diundang badan-badan internasional sampai tingkat PBB, orangnya hebat di gelanggang internasional – tapi baru belajar bagaimana bekerja berproduksi secara langsung.
Gara-gara saya bertahan agar tetap mencapai waktunya dalam bekerja memikul tahi ini – saya merasa kelelahan. Dan saya sebenarnya punya penyakit kronis – darah tinggi. Keesokan malamnya saya merasa sangat sakit kepala. Dan dokter dari puskemas kami datang memeriksa. Darah saya 200/120, dan dokter Yang langsung memberikan surat-keterangan dokter, bahwa saya harus istirahat total selama lima hari. Hari itu saya diinjeksi – dan dokter sehari dua kali melihat saya dan mengukur tekanan darah saya. Seminggu sesudah itu oleh puskemas saya dianjurkan buat beristirahat ke sanatorium Lu-Shan, suatu tempat yang sangat bagus dan sejuk serta indah pemandangannya.
Saya merasa beruntung- sudah merasakan kerja berproduksi secara langsung dan memikul tahi – yang pekerjaan itu bagi saya cukup berat. Sejak kejadian itulah – teman-teman menolak pabila saya mau turut mikul tinja buat pekerjaan menyiram tanaman dan sayuran perladangan kami. Lalu saya dipindahkan ke bagaian cabut-rumput. Tetapi bagian ini lain lagi kesukarannya. Karena perut saya ini tidak kecil dan saya punya perawakan
gendut – lalu pabila cabut rumput – akan sangat sulit bangkit – mata berkunang-kunang pabila bangkit dari duduk atau nongkrong sambil cabut-rumput. Bagi saya pekerjaan cabut-rumput jauh lebih banyak kesulitannya daripada mencangkul. Dan pada akhirnya saya memiluh pekerjaan mencangkul – mengolah tanah – membuat galangan – membuat jalur dan lajur. Jadi sebenarnya bagi saya – pekerjaan yang berat itu adalah memikul tahi
yang dua tong dan harus turun-naik tangga di perkampungan kami dan mencabut rumput. Banyak sekali jenis pekerjaan lain yang dapat kita pilih dan disesuaikan dengan kemampuan fisik kita,-