18. Kesepian Dan Kangen
Sangat terasa di perkampungan kami – kompleks perumahan kami – sudah sepi. Banyak teman-teman sudah berangkat berdinas ke luar. Karena tugas-tugas tuanrumah kami dengan sendirinya juga berkurang, karena yang diurusi menyusut banyak – maka mereka-pun ada yang sudah pergi dari perkampungan kami. Maka bertambah sepilah. Di rumah, saya selalu sendrian – dua anak saya bersekolah di kota Gao An – ibukota kabupaten. Ibunya bersekolah kedokteran di kota Nanchang – ibukota provinsi. Hanya satu kali dan paling banyak dua kali dalam satu bulan kami bisa kumpul bersama.
Dengan berkurangnya orang-orang dan teman-teman kami, maka kegiatan seperti biasanya juga menjadi berkurang. Maka tambah bertambah sepilah kampung kami. Rasanya sedih dan pilu. Ketika itu saya sering bepergian sendiri. Ke mana? Ke mana saja. Terkadang saya ke hutan – ke gunung dan ke lembah – padang
rumput yang luas di bawah kelilingan pegunungan. Lalu menanjak lagi – naik ke atas. Dan terlihatlah perkampungan kami dari jauh – mengelompok – seperti beberapa bungkus korek-api yang diatur sedemikian rupa. Atau seperti tergeletaknya macis yang berdekatan. Terlihat indah juga pabila diamati dari jauh.
Terkadang saya mendaki beberapa bukit yang berbatu. Dan terkadang saya masih sempat melihat beberapa ekor serigala yang baru ke luar lobang dan mencari makanan ke bawah – lembah yang agak luas. Rasanya pabila saya menjalani – menjelajahi perbukitan dan padang-rumput ini – terasa luas – pandangan jernih – dan udara bersih. Saya ada di pedalaman Tiongkok Selatan. Tak terkirakan jauh sebelumnya. Gara-gara ada peristiwa-gelap-bangsa tahun 1965 itu – maka beginilah jadinya kami. Teman-teman lain yang di tanahair – banyak di penjara-penjara Tanggerang – Salemba – Cipinang -Bukit Duri – Plantungan – Nirbaya dan banyak lagi di bagian Sumatra – Sulawesi dan Pulau Buru. Dan banyak yang mati kena siksa dan aniaya – dan juga mati kelaparan karena kurang makan di penjara-penjara. Mati sakit karena tidak diobati dan kurang obat.
Sambil jalan – jalan dan jalan membunuh waktu – saya sendirian di tengah hutan – di tengah padang-rumput yang luas – dan mendaki perbukitan berbatu – bertemu serigala dan bertemu berjenis ular – saya “menikmati alam sekitar”,- Saya suka pohon – saya suka hutan – suka pegunungan yang bersemak – dan yang berbatu. Kehidupan saya ketika masa kecilnya yang selalu berumah di tepi hutan karena pekerjaan ayah saya sebagai mantri kehutanan – sungguh banyak menjadikan saya terkenang ketika masa kecil kami bersaudara dulu itu.
Secara jujur – kepada apakah yang saya sering terkenang? Sekiranya saya bisa pulang ke kampunghalaman, apakah yang paling saya rindukan? Sudah pasti saya sangat mau bertemu dengan orangtua yang sekiranya masih hidup – mau bertemu dengan sanak keluarga – dengan para sahabat dan teman-teman saya. Saya mau
ngobrol – mau mendengarkan ceritanya masing-masing selama ini. Saya mau menikmati kampunghalaman dan tanahair saya. Rasanya sudah sangat lama terpisah dengan tanahair – sejak tahun 1963 sampai sekarang ini – tahun 1976 ( ketika itu ). Saya mau ke banyak toko-buku – mau beli majalah dan buku-buku. Saya sangat haus mau membaca majalah – buku-buku dalam bahasa saya – bahasa Indonesia. Saya mau menikmati pemandangan indah dari kampunghalaman dan tanahair saya. Saya mau makan penganan – kue-kue – jaja dan makanan besar – seperti gulai kambing – sate-persatean – lontong – serabi – ketan pakai parutan kelapa dan empal dan
nyami’an rempeyek – segala jenis kerupuk – kacang-goreng-bawang – kacang-tojin – jambu-monyet. Ada sejenis rempeyek udang halus semacam rebon – emak saya sangat pandai membuatnya. Emak saya sangat pandai membuat makanan yang tradisional kampungan. Sedangkan kakak saya selalu mendapat pesanan segala kue – penganan yang lebih Eropis – seperti spekuk – panekuk dan makanan yang banyak menteganya.
Apakah masih ada serati – bebek dan sepasang angsa yang dulu saya beli di desa Mempiu yang jauhnya 17 km dari kampung kami Pangkallalang? Sekiranya saya berumah di Belitung – saya mau membuat rumah yang ada kolam renangnya – lalu ada taman-bacaan kecil buat anak-anak – agar membiasakan mereka suka-baca – termasuk karena dulu ketika kecil saya suka baca. Ayah berlangganan Panji Pustaka sejak tahun 1934. Lalu ada sepetak kebun kecil – saya tanami dengan tomat – kacang ercis – kacangpanjang. Kami di Tiongkok ini sangat suka makan kacang-panjang yang masih mentahnya – baui dipetik – lalu dilalap buat makan nasi-goreng. Apalagi dengan nasgordas = nasi goreng pedas. Bukan main enaknya – nggak keliatan mertua lewat! Abis anaknya udah
dikelonin duluan. Saya sangat suka berenang – karena itu di rumah saya nanti harus ada kolam-renang kecil – hanya buat saya sajalah! Sambil melewatkan hari tua – saya sambil mengarang – menulis – dan menulis. Suatu pekerjaan yang sangat saya sukai sejak umur 10 tahun. Dan banyak lagi yang saya mau yang saya cita-citakan – sehingga saya sendiri tidak tahu ada berapa banyak yang saya mau!
Lalu pabila teringat dan saya lalu sadar, bahwa saya ketika itu ada di pedalaman Tiongkok yang sangat jauh – sangat terpuruk di pedalaman – maka sedih lagilah saya. Kapan saya bisa pulang ke tanahair dan kampung halaman? Kapan saya bisa ke luar Tiongkok yang sudah belasan tahun kami diami ini? Kapan ada hari depan kami? Semua kami tidak tahu! Tidak tahu akan kepastian hidup kami! Dalam terang-benderang di tengah alam begini – perbukitan – pegunungan – padangrumput yang luas – dan lembah yang indah yang setiap hari
saya jalani, ada kegelapan yang menyelimuti – membungkus rapat diri saya – diri kami. Kami selalu berjuang melawan pikiran yang kalau-kalau akan menjatuhkan dan merebahkan diri kami – sangat pantang menyerah kepada keadaan yang sedang gelap menyelimuti dan membungkus rapat diri kami! Hari depan haruslah direbut dengan perkasa – dengan perjuangan,-