30. Kesibukan Sekitar Kami
Banyak teman-teman Radio berdatangan. Mereka menyalami kami buat menyatakan ucapan belasungkawa. Lalu juga berdatangan teman-teman yang mengetahui keluarga kami yang di luar Radio – dari jawatan lain. Kami banyak menerima pengaturan dari tuanrumah kami – setelah lebih dulu berunding minta persetujuan kepada kami. Kami dianjurkan sudah boleh berbenah buat pulang ke rumah. Dan jenazah akan segera dibawa oleh pihak rumahsakit ke kamar penyimpanan jenazah.
Begitu kami sampai di apartemen kami – sudah banyak teman-teman lainnya berdatangan buat mengucapkan belasungkawa. Dari teman-teman Tiongkok yang bekerja di tempat-tempat lainnya – seperti di PBA = Pustaka Bahasa Asing. Dari IBA = Institut Bahasa Asing Beijing – dari Universitas Beijing. Bahkan banyak karangan bunga pernyataan belasungkawa. Di antaranya juga berdatangan dari pihak KBRI Beijing. Ada karangan bunga dari Pak Djawoto – dubes RI di Beijing dan juga bunda dubes datang ke kami. Beberapa teman-teman asing yang satu apartemen dengan kami berdatangan menyalami kami mengucapkan rasa belasungkawa. Hampir semua penghuni aparteman kami berdatangan ke kamar kami. Teman-teman dari Jepang – Srilangka – Pakistan – Venezuela – Colombia – Argentina – Italia – Portugal dan banyak lagi.
Pagi itu rumah kami penuh sesak orang-orang dan teman-teman yang menyatakan uacapan belasungkawa. Ketika itu secara kebetulan ada kenalan kami yang sudah kami anggap keluarga sendiri yang menginap di rumah kami. Mereka ini tadinya berkedudukan di Moskow. Tetapi karena garis politiknya berlainan dengan tuanrumah – maka mereka seakan-akan di – personna-non-grata secara terselubung – maka pindah ke Albania. Dari Albania juga karena politik partai dari tanahair berbeda dengan tuanrumah barunya ini – lalu kembali lagi di personna-non-grata dan pindah ke RRT ini. Dia adalah Anwar Dharma – seorang jurnalis dan seorang sastrawan – penyair dari Medan. Mereka berdua – suami istri tak punya anak. Mereka inilah yang kami anggap keluarga – abang sendiri. Mereka secara aktive sangat membantu kami – terutama sekitar peristiwa yang menimpa kami ini. Mereka menasehatkan banyak persoalan dan turut mengatiur segala sesuatu dalam persiapan pemakaman jenazah istri saya.
Teman-teman Radio menyatakan secara resmi dan tertulis setelah berkonsultasi dengan pihak rumahsakit dan dengan kami pihak keluarga. Bahwa Wati meninggal pada jam 07.15 Hari Minggu tanggal 31 Agustus 1980, dalam usia 39 tahun. Dan akan dikebumikan pada tanggal 5 September 1980. Perkara dikebumikan ini pihak Radio dengan sangat berhati-hati minta persetujuan kami pihak keluarga. Saya lalu berkonsultasi kepada bang Anwar yang sedang ada di rumah kami itu. Dan kami setuju sepenuhnya akan tanggal yang ditetapkan itu. Semua urusan sekitar pemakaman diurus oleh pihak tuanrumah kami – Radio Beijing. Ada hubungannya Wati sebagai tenaga honorer di Radio dan saya sebagai pegawai Radio.
Ketika zaman itu tentu saja ada kesulitan buat mengabarkan kepada pihak keluarga yang di Indonesia. Kami hanya bisa berhubungan surat-meyurat dengan pihak keluarga maupun teman-teman lainnya di Indonesia melalu negeri ketiga. Dan negeri ketiga itu adalah Belanda! Dapat dibayangkan – semua surat menyurat selalu harus melalui Negeri Belanda. Akan sangat makan-waktu – lama dan berliku-liku. Surat-menyurat yang datang dalam rentang satu bulan – dianggap cukup baik! Ada surat yang sampai dua bulan dan tiga bulan – dan itupun sudah melalui…sensor! Sudah tentu karena hidup kami ini ketika itu benar-benar tidak normal – kami tidak tahu melalui siapa – siapa nama orang yang mau membantu menyampaikan surat-surat itu – semua serba gelap dan
memang sengaja digelapkan – semua serba konspirasi. Hidup kami penuh dengan alam-suasana konspirasi. Mungkin pada waktu itu benar-benar diperlukan. Walaupun kebanyakan dari kami tidak suka cara begitu!
Pada hari pemakaman – banyak sekali orang-orang dan teman-teman berdatangan. Ada beberapa bis dan mobil menuju pemakaman. Pemakaman itu jauh sekali di pinggiran kota Beijing. Hampir puluhan km jauhnya. Pada upacara pelepasan jenazah – banyak sekali orang-orang berdatangan. Baik dari golongan pejabat resmi maupun secara pertemanan dan kenalan serta sahabat biasa. Kami melihat dubes kami Pak Djawoto juga memerlukan datang. Pejabat resmi Radio dari tingkat pusat dan Radio Beijing juga memerlukan datang. Menurut perkiraan
bang Anwar yang secara mata-jurnalis itu – ada ratusan orang. Saya ada rasa gembiranya – karena ternyata Wati atau kami sekeluarga – cukup baik dihormati dan dihargai orang. Sepanjang upacara itu, kami berbaris di
samping peti jenazah. Dua anak saya dalam keadaan mengalirkan air-mata – terkadang terdengar sesenggukannya. Saya pada pokoknya belum pernah mengalirkan airmata di depan umum. Tetapi pabila malam – ketika sedang sendirian – mau tidur tetapi tidak bisa tidur – ketika itulah saya puaskan menangis dan mengalirkan airmata. Sesudah itu ada beberapa teman saya yang “memuji” saya, katanya begitu tahan saya menguasai diri dengan tak setitikpun mengalirkan airmata! Dia dan mereka tentu saja tak ada keperluannya buat tahu semua apa yang saya rasakan. Dan saya lebih banyak bersikap – sudahlah – semua kesedihan kesusahan jangan mengajak orang lain! Orang lain dan masing-masing diri kita ini sudah begitu banyak problim – jangan menambahi yang sudah ada – jangan memberatkan orang lain hanya dengan aliran airmatamu – kesediahan dan kesusahanmu.
Sejak hari pemakaman itu – artinya kami betul-betul berpisah dengan Wati – istri saya almarhum dan ibu – mamanya anak-anak saya. Sebab sesudah itu dia akan dikebumikan dan tak dapat lagi dilihat bentuk wajah-tubuhnya. Ketika kami diberi kesempatan buat melihat dan memandangi wajah dan sekujur tubuhnya – betapa dia tenang dan cantiknya. Sesudah dipakaikan baju-kebaya – dengan kain sarung kesayangannya. Yang saya ingat – betapa baiknya para kaum ibu teman-sekerja kami di Radio yang telah begitu baik – dan cermat memakaikan semua perlengkapan Wati buat pulang ke rumah Tuhan. Dan saya terus-menerus memimpin dan menuntun dua anak saya – inilah jiwa-jiwa yang harus saya rawat dan pimpin agar semua mereka menjadi orang,-