36. Putusan
Hari yang ditungg-tunggu itu akhirnya sampai juga. Seksi kami mengadakan rapat di suatu ruangan rapat yang agak luas. Karena mungkin yang akan datang hadir ini adalah petinggi pihak Radio – penguasa Radio – seorang wanita yang menurut saya sejak pertama melihat wajahnya – sudah terasa pada saya bahwa wanita satu ini sangat serem – angker. Eh – eh pada penghabisan riwayat saya di Radio – dia lagi yang akan mengakhiri putusan palu toktoknya – tanda pukulan terakhir rapat.
” So-fei-yan dong – dze…hari ini kita mengadakan rapat buat mengadakan semacam evaluasi rapat – selama dua tahun kawan Sofyan bekerja di Radio kami. Kami mendapatkan banyak bantuan dari kawan Sofyan. Banyak kawan-kawan sudah belajar kepada tuntunan dan pendidikan bahasa Indonesia yang kawan ajarkan. Dan kini kami merasa sudah bisa berdiri sendiri. Sehingga kami merasa kontrak-kerja dengan kawan Sofyan tidak perlu kami perpanjang lagi. Dan kami ingin mengetahui bagaimana pikiran pendapat kawan Sofyan –
sekiranya ada usul-usul baru…….”
Dan suasana hening – terasa sepi mendekam dan suasana kaku. Tak ada bunyi omongan dan suara mau bicara atau celetukan. Semua diam. Dan saya berpikir yang pikiran itu sudah lama ada dan terpendam dalam hati. Jadi tinggal sepatah dua patah kata lagi – tak banyak yang harus diungkapkan. Dan lagi kalau sudah putusan,- apalagi tokh soalnya……
“Saya tidak punya pendapat apa-apa lagi. Dulu sekali – ketika mula pertama saya datang ke Tiongkok adalah atas undangan kawan-kawan buat bekerja di Tiongkok – membantu pembangunan sosialis Tiongkok. Dan kini saya tidak diperlukan lagi – karena sudah dianggap selesailah pekerjaan saya. Lalu bagaimana? Ya, saya harus pergi – harus mencari jalan pulang….” Kawan pimpinan tertinggi pihak Radio tahu sekali keadaan kami – tahu tentang negeri kami – tahu tentang keluarga saya. Dengan jawaban saya ini, mereka pada mengerenyitkan kening dan bertanya-tanya, kira-kira apa yang akan saya lakukan.
“Lalu kawan Sofyan akan ke mana? Apakah akan bergabung dengan kawan-kawan lainnya di selatan – kembali ke penempatan kawan-kawan lainnya….?” Kawan Lao Yang petinggi Radio itu agaknya mau tahu juga dia – apa sikap saya dan mau ke mana saya. “Karena pihak Kawan Radio baru saja beberap detik ini memutuskan tidak akan diteruskannya kontrak-kerja, maka tentu saja saya tidak mungkin bisa tahu akan ke mana saya selanjutnya. Tetapi sudah pasti saya tidak mau lagi bergabung dengan kawan-kawan saya yang ada di selatan. Saya mau pulang ke tanahair saya. Bagaimana caranya – dengan apa – ke mana dulu – semuanya masih serba gelap bagi saya. Karena keputusan ini belum lagi beberapa menit dijatuhkan. Jadi berilah saya waktu buat mencari jalan……….”
“Bagaimana kalau kami usulkan – kita beri waktu buat kawan Sofyan selama tiga bulan ini. Buat mencari hubungan seperti apa yang dikatakannya tadi. Dalam pada itu kawan Sofyan tetap bekerja setengah-hari dengan mendapatkan gaji juga setengah dari setiap bulannya…” Masih saya dengar suara seakan serentak…”setuju…” Rupanya suara seakan-akan koor itu adalah suara teman-teman saya – teman-teman sekantor – teman-teman sekerja saya. Wajah-wajah yang dulu agak kaku – seram dan suram – kini sudah agak berubah. Dan jawaban saya yang seperti itu tadi, mungkin tidak mereka sangkakan. tersingkat.
Hari itu – tanggal 3 Agustus 1981, mungkin adalah rapat yang paling singkat di Tiongkok! Karena tidak sampai makan waktu limabelas menit! Kemukakan perkaranya – lalu minta pendapat – lalu setuju – lalu mulus tanpa halangan apapun – tak ada diskusi – tak ada perdebatan – lancar – mulus. Tetapi itulah garis penentuan nasib saya – nasib sekeluarga kami bertiga,- Sudah itu betapa awan gelap dan badai hujan akan menimpa saya – menimpa kami. Kami belum lagi tahu – mau ke mana – lalu mau apa di sana. Dan di sana itu di mana – juga serba gelap. Tetapi satu hal yang sudah ada kepastian pada kami. Kami harus ke luar Tiongkok. Ke mana dan kapan? Juga tak seorangpun yang tahu – sudah tentu sayalah yang paling tidak tahu. Segala tindakan – sikap dan perilaku harus segera dikerjakan – cepat. Kalau bisa jangan sampai pada batas tiga bulan yang diberikan tuanrumah. Kalau bisa bulan depan inipun – berangkatlah yang entah ke mana,-