39. Masa Penantian
Kapan sebenarnya saya mulai selalu mau bersendiri – dan mulai gila bersepeda itu?Yang saya ingat setelah istri meninggal. Karena kesepian dan karena kesedihan – beban perasaan sangat berat. Dan bertambah lagi setelah
diputuskan kontrak-kerja secara sepihak itu. Rasa terpukulnya bertambah-tambah. Sebenarnya tidak sedikit teman-teman yang baik mendatangi saya – mengajak saya agar datang ke rumahnya buat berkelakar – ngobrol dan main-main – dolanan kata orang Jawa. Bahkan ada diantara teman-teman itu dengan sangat berhati-hati mengatakan kepada saya – bagaimana kalau saya perkenalkan dengan si itu atau yang itu, atau yang menurut sampeyan yang mana. Maksudnya mau memperkenalkan saya dengan beberapa teman wanita yang
mungkin bisa cocok dan sesuai. Tentu saja saya menyatakan rasa terimakasih saya atas perhatian dan kebaikannya mau mengenalkan beberapa teman itu. Tetapi ketika itu perasaan saya masih belum terpikir ke arah itu. Saya merasakan kehilangan – dan kehilangan itu tentu saja tidak mudah dan tidak segampang itu buat melupakannya – apalagi menggantikannya dengan yang lain. Namun demikian saya sangat berterimakasih atas perhatian yang begitu baik dari teman-teman itu.
Saya masih lebih suka bersendiri – ke mana-mana sendiri – dan bersepeda – bersepeda ke mana-mana – terkadang tanpa tujuan. Mengikuti jalan yang luas – lebar dan mulus. Terkadang saya bersepeda dalam kota serta berkeliling Beijing saja. Ketika itulah saya banyak juga mengenal pelosok dan pojok-pojok Kota Beijing. Termasukke berbagai obyek temple – kuil – dan sampai Istana Musim Panas Ie He-Yuan – Summer Palace. Dan juga Tien-Tan – Kuil Sorga dan Taman Pei Hai – taman dan danau buatan dari kerajaan yang lalu. Danau Pei Hai termasuk masih dalam Kota Beijing. Sebuah Danau yang besar dan luas – buat rekreasi yang menjadi salah satu obyek di Kota Beijing. Di Taman Peihai ada sebuah resto yang khusus membuat kue-kue kecil-mungil yang hanya sekali masukkan ke mulut – sekali santap – demikian kecilnya. Dan kue itu sangat manis. Ada riwayatnya dulu. Ibu Suri Ratu Tiongkok yang sangat berkuasa ketika itu – sangat menyukai kue kecil-kecil – karena mulutnya juga kecil. Jadi para pekerja dapur Istana, sengaja membuat kue kecil-mungil buat Ibunda Sri Ratu – Raja Tiongkok ketika itu. Dan dari riwayat tentang kue kecil-mungil serta hubungannya dengan Ibunda Sri Ratu itulah sampai kini masih dibuat kue kecil-mungil itu. Hanya bedanya kalau dulu buat Sang Raja – kini siapa saja boleh menikmatinya sebagai kue biasa di pasaran. Hanya yang membuatnya tetap masih ada hubungan dengan riwayat
Kerajaan – tidak lalu banyak di pasaran.
Terkadang saya menyimpan dan menitipkan sepeda dekat Taman Sun Yat Sen – dekat Tien An Men dan tak jauh dari Forbidden City – Kota Terlarang atau Gogong bahasa sananya. Istana Kerajaan dekat Tien An Men itu tentu saja kini sudah jadi semacam musium. Sebuah peninggalan sejarah yang kini terbuka buat umum – bisa dikunjungi oleh para turis. Tentu saja ada bagian-bgaian yang sangat tertutp dan tak dapat dimasuki begitu saja. Pabila kita mau masuk buat melihat-lihat kita harus menunjukkan identitas diri kita – semacam KTP atau paspor atau lainnya. Saya sering masuk ke Istana Gogong ini – bahkan terkadang menggunakan tanda jurnalis Radio. Dan karena semua ini, saya dapat minta izin masuk ke bagian yang buat penyelidikan sejarah – bukan sebagai turis biasa. Dan saya menggunakan kesempatan ketika itu buat berkeliling di Istana Kerajaan dulu itu. Besar – lapang dan sangat antik. Lalu saya ingat “seorang teman saya” yang adalah raja terakhir dinasti kerajaan Tiongkok. Dia adalah “teman” sama-sama tusuk-jarum ketika tahun 1964 – Baginda Aisingoro Puyi. Saya sangat beruntung masih dapat omong-omong – bertanya ini itu dan berkelajkar dengan Baginda Puyi. Setelah saya menyaksikan filemnya “The Last Emperor” – sangat terbayanglah semua bagian Istana yang dulu di mana Baginda Puyi bermain-main semasa kecilnya. Tetapi begitu dia dinobatkan jadi Raja – lalu tak ada lagi kebebasan masa kanak-kanaknya – walaupun ketika dia dinobatkan jadi Raja – ketika itupun dia masih kanak-kanak! Masa
kanak-kanaknya jadi lenyap begitu dia sudah berkedudukan jadi raja. Semua ini saya dapatkan ketika kami berdua di satu kamar sedang tusukjarum pada tahun 1964 dulu itu.
Ketika tahun 1980 – ketika saya mengelilingi Istana Kerajaan dulu itu – saya lupa apakah Baginda Puyi sudah merninggal dan lupa tahun berapa beliau meninggalnya. Tetapi yang jelas ketika filemya pada masa-putar, baginda sudah meninggal. Bagian mengelilingi karena gila bersepada itu – termasuk ketika menjelajahi daerah “kediaman – Istana Raja Tiongkok terakhir – Baginda Puyi Aisingoro yang ‘teman’ saya sama-sama tusukjarum pada tahun 1964”,-