40. Kabar Baik
Surat-surat pengajuan minta perlindungan-politik sudah ratusan dilayangkan. Dan ada juga yang sudah berbalas. Isi balasannya agar saya melengkapi dengan alasan-alasan kuat mengapa sampai minta perlindungan suaka-politik. Isian daftar yang harus dilengkapi banyak menyangkut pertanyaan politik. Dan juga ada dari badan-badan LSM dari negara yang memanng punya minat buat membantu kesulitan orang-orang yang tidak bisa hidup di negerinya sendiri. Dan juga ada balasan surat dari badan-badan yang sifatnya keagamaan – kegerejaaan.
Tetapi sampai ketika itu belum ada titik-terang yang dapat dijadikan andalan. Semuanya masih bersifat pengajuan – pertanyaan dan permintaan buat melengkapi syarat-syarat yang diminta. Sedangkan ketika itu waktu yang diberikan tuanrumah sudah memasuki bulan ketiga. Menurut perjanjian yang diberikan tuanrumah, saya diberi kesempatan tiga bulan buat persiapan mencari jalan-keluar – keluar Tiongkok. Yang saya pikirkan – bagaimana caranya selekas mungkin meninggalkan Tiongkok. Adalah benar bahwa tuanrumah tidak ada desakan agar segeralah meninggalkan Tiongkok.
Politik yang dihadapi antara RI dalam rangka hubungannya dengan RRT,- yalah RI boleh dikatakan menuntut agar pihak RRT tidak melindungi bekas anggota PKI atau orang-orang kiri yang mendukung Presiden Sukarno. Sudah tentu tuntutan itu tidak begitu saja dipenuhi oleh pihak RRT. Kepada kami tidak ada desakan agar kami meninggalkan Tiongkok. Tetapi seharusnya kami punya perasaan bahwa kami ini merupakan batu-sandungan – penghalang buat lancarnya hubungan RI – RRT. Karenanya menurut saya, akan lebih baik kalau kita atau kami ini seharusnya tahu dirilah – berbuatlah agar tidak menjadikan batu-sandungan – penghalang bagi hubungan dua negara – antara RI dan RRT. Tetapi pendapat begini – tentu saja sangat sulit buat diusut dan memang tak begitu baik. Serahkan saja kepada setiap orang – setiap pribadi buat menanggapinya sendiri – karena soal begini sangat sensitif – hanya bisa menjadi bahan perselisihan dan pertengkaran saja.
Karena saya merasa sudah terlalu lama menungu – menanti jawaban surat-surat yang saya ajukan ke berbagai negara – berbagai badan-badan LSM – NGO dan gereja, saya semakin terdesak akan waktu. Sehingga ada pikiran saya begini. Kalau terlampau sulit buat mendapatkan keberangkatan ke luar Tiongkok menuju negara dan negeri yang saya tulisi surat itu – pada akhirnya ke manapun boleh saja, tidak peduli ke negara yang bahasa pokoknya bukan bahasa Inggris. MIsalnya saja kalau benar-benar tak ada jalan lain – ya ke Belanda-pun bolehlah – pokoknya asal ke luar Tiongkok. Maka saya hubungilah seorang teman yang pernah menulis surat kepada saya lalu menawari kalau saya mau ke Belanda – silahkan, dia akan membantu dengan sekuat tenaga dan pikiran. Ketika itu saya anggap perhatiannya kepada saya – kepada kami, begitu bersemangat dan sangat antusias buat membantu. Tetapi setelah saya hubungi dan jelaskan maksud kami buat minta bantuan kepadanya dengan apa yang pernah dikatakannya dulu itu – kini sudah jauh berubah. Surat saya itu samasekali tidak dijawabnya. Padahal yang saya tahu dari teman-teman lainnya – si teman saya yang dulu begitu antusias buat membantu kami,- kini samasekali berubah. Ada kami dengar – bahwa dia tidak lagi mau membantu kami – tidak mau cari-cari urusan yang tak banyak gunanya. Sikapnya ini sebenarnya samasekali tidak menjadikan saya sakit-hati atau sangat kecewa. Semua ini pelajaran bagi banyak aspek kehidupan. Seseorang bisa berubah dan mengubah pendapatnya atas orang lain – atas teman yang tadi diberinya simpati lalu kini berbalik! Dalam kehidupan berpolitik – berideologi tertentu, hal demikian bukannya hal aneh – bukannya langka. Bahkan akan selalu ada dan terdapat di mana-mana.
Kalau kembali ke zaman sekarang ini – orang yang ramah dan baik hati bisa saja hanya dalam surat – hanya dalam tilpun – hanya dalam internet dan chatting. Tetapi begitu berhadapan muka – begitu bertemu buat saling bersaksi – lalu lari – lalu ngacir – kuatir akan menyusahkan diri sendiri. Mendingan berbalik-belakang atau pura-pura lupa atau pura-pura tidak tahu. Perkara begini, selalu kita temui – selalu ada dan terdapat di mana-mana. Bukan hal aneh dan langka. Dan juga tidak seharusnya kita sesali. Dan itulah kehidupan! Terkadang pahit – terkadang menyedihkan.
Dari anak saya Wita, dikatakannya ada tilpun dari seorang Oom yang mencari saya. Saya tahu teman itu adalah salah seorang atasan saya dulunya. Tetapi karena jalannya politik ketika itu sudah tidak menuruti rel yang seharusnya – tidak lagi bersesuaian – maka jalannya sudah sendiri-sendiri. Kini dia datang mencari saya, demikian kata anak saya. Saya balik menilpun dia. Dan kebetulan ketemu dalam tilpun. Salahkah pendengaran saya? Ada dikatakannya – ada ditawarkannya, bagaimana seandainya antara pihak dia atau mereka bekerja sama dengan pihak saya. Setelah saya tanyakan lebih jauh, ternyata dia dengan teman-temannya menawarkan kepada saya – kepada kami sekeluarga bertiga – sekiranya berangkat ke Perancis. Mendengar nama negara Perancis – agak terkejut juga saya. Karena nama negara Perancis tak secuilpun masuk dalam daftar negara yang akan kami tuju. Tak ada sedikitpun maksud kami mau menuju Perancis – tak masuk golongan – tak masuk hitungan saya!
Tetapi karena pembicaraan begini bukanlah hal sederhana – bahkan soal hidup-matinya kami, maka baik pihak dia maupun pihak saya berpendapat sebaiknnya kami dua belah pihak mengadakan pembicaraan tidak hanya dalam tilpun saja. Tetapi menentukan kapan kami dua pihak akan bertemu buat saling mengetahui sikap masing-masing. Dan juga karena keberangkatan ke luar Tiongkok ini sudah tentu akan menyangkut urusan tuanrumah juga – maka sebaiknya antara kami dua belah pihak seharusnya menetapkan dan memantapkan pendirian masing-masing buat dijadikan satu arahan. Begitulah – pada waktunya – si Oom yang panggilan anak-anak saya – akan datang ke rumah kami buat membicarakan kelanjutan maksud keberangkatan ke luar Tiongkok,-