05. SEDANG MAU SENDIRIAN
Ada kalanya saya mau sedirian jalan merambahi hutan dan pegunungan. Dan memisahkan diri dari rombongan, dan teman-teman menyetujuinya asal selalu harus berhati-hati -, demikian katanya. Sebenarnya saya ingin sekali mempelajari gerak-gerik burung yang namanya beranjangan. Beranjangan ini seperti burung puyuh – sama bulunya – berbelang burik agak kecoklatan. Beranjangan terbang tinggi lurus ke atas, dan lalu berhenti di udara sambil mengepak-ngepakkan sayapnya. Dan melihat ke arah bawah – akan ke mana dia turun dan hinggap. Sama dengan burung puyuh – beranjangan tidak pernah hinggap di pohon – cabang pohon atau ranting. Beranjangan sama dengan puyuh, hanya hinggap di atas tanah lalu berjalan. Bedanya dengan puyuh – beranjangan bisa terbang begitu tinggi dan lurus ke atas, tetapi puyuh tidak pernah terbang tinggi. Hanya terbang rendah dan tidak jauh lalu hinggap lagi di tanah dan lalu jalan.
Daging puyuh dengan daging beranjangan – saya kira jauh lebih enak puyuh. Tapi dua jenis burung ini selalu makan sereal – biji-bijian makanan orang. Karena itu dua jenis burung ini termasuk yang enak di goreng agak kering,apalagi dibalado! Tetapi buat memburu puyuh di tempat kami – sangat sulit lagipula puyuhnya sangat sedikit. Sedangkan beranjangan cukup banyak. Kenapa saya malah terkadang memilih beranjangan? Mungkin karena buat memburu burung ini – ada seninya tersendiri. Sangat sedikit teman-teman kami yang suka
menembak beranjangan – kebanyakan lebih baik memilih memburu burung secara umum – tidak pilih bulu! Dan buat memburu beranjangan – ada medannya tersendiri. Medannya itu berupa tanah lapang dan bekas padi-padian – gandum – kacang-kacangan. Dan tanahnya biasanya bekas lumpur tetapi sudah kering.
Tidak ada atau tidak banyak pepohonan. Saya terkadang sangat dongkol oleh ulah burung beranjangan ini. Biasanya beranjangan sepertinya mudah buat ditembak – tetapi kenyataannya burung ini sangat pandai berkamuflase. Dia mula-mula terbang tinggi dan menetap beberapa lama di udara. Lalu tiba-tibaturun menukik dan hinggap di tanah yang warna tanahnya akan sama dengan badannya atau sayapnya. Begitu dia menukik dan hinggap di tanah – lalu kita dekati – di mana dia. Terus mata kita mencarinya di mana dan ke mana dia.
Ternyata hampir terinjak karena begitu dekatnya tetapi burung itu tidak kelihatan.
Saya mempelajari gerak-gerik beranjangan ini berhari-hari bahkan berminggu-minggu. Rupanya begitu beranjangan hinggap di atas tanah lapang yang warnanya agak coklat itu – lalu dia terus lari dan lalu menggelarkan atau merentangkan sayapnya – sama datar dengan tanah kecoklatan itu. Keadaan ini bila dia curiga ada yang mau mengganggu ketentramannya – terutama kami para pemburu. Lalu beranjangan itu diam dan samasekali tak bergerak. Itulah sebabnya terkadang dia begitu dekatnya dengan kita, hampir terinjak – lalu
tiba-tiba dia terbang. Dan kita terkejut – karena melesat tingginya yang tadinya hampir terinjak kaki kita! Dan main-main kucingan begini bikinbanyak teman saya meninggalkan buat menembak beranjangan. Buang-buang waktu saja kata mereka! Tetapi saya tidak. Saya mau tahu mengapa begitu sukarnya buat menembak beranjangan. Ketika kita sudah tahu dia di mana dan diam tak bergerak-gerak dengan rentangan sayapnya datar sama dengan tanah kecoklatan itu – kita jangan sampai melihat dia dengan berhadapan. Tetapi ambil sikap dan posisi agak miring – seolah-olah tidak tahu di mana dia. Sudah sama-sama siap – lalu pelan-pelan arahkan laras senapang ke tubuhnya dengan sangat hati-hati – maksudnya jangan dengan gerak tiba-tiba! Dan lalu tarik pelatuk – dan bunyinyapun……dos….tepat di badan atau kepala atau di sayapnya. Kita tinggal ambil dan masukkan dalam ransel yang biasa kami bawa buat berburu.
Lama-lama setelah saya agak menguasai gerak-gerik beranjangan ini – banyak teman yang menggelari saya : spesialis pemburu beranjangan. Tetapi hasilnya tidak sebagaimana memburu burung secara umum. Memburu secara umum bersama teman-teman – rata-rata kami memperoleh hasil buruan antara 50 sampai 70 ekor. Tetapi saya memperoleh beranjangan tak lebih dari 35 ekor dan itupun sangat sukar mencapai hasil demikian – waktunya sama dengan teman-teman lain antara 8 sampai 10 jam setiap hari Minggu itu.
Dalam berburu kami menggunakan senapang angin dengan mimis berkaliber 4 setengah. Hanya buat burung-burung biasa dan ukuran tidak besar. Kami tidak diperbolehkan menggunakan senapang ukuran 5 setengah. Mimis ukuran 5 setengah – bisa memburu pelanduk – kancil. Dan terlalu besar mimisnya pabila buat menembak burung gereja. Kami pernah dipinjami senapang cess – yangpakai peluru tajam – dan kami diberi tugas buat memburu anjing. Karena ketika itu banyak berkeliaran anjing gila = rabbies. Jadi pihak tuanrumah kami – menugaskan beberapa orang di antara kami ( termasuk saya ) buat memburu anjing di sekitar perkampungan kami. Tetapi sangat terbatas, sebab jangan sampai tertembak pada anjing yang sehat dan normal. Rasanya saya ketika itu betapa senangnya dan gembiranya. Peluru senapang cess pabila kenakepala orang – juga bisa mematikan. Karena senapang ini cukup berbahaya – pihak Markas Barisan kami – sangat berhati-hati memilih kami buat bertugas memburu rabbies itu. Dalam hati saya, sayang sekali tidak diserahkan kepada kami – atau kepada saya, senapang yang begitu bagusnya. Lalu saya ingat akan almarhum ayah saya – abang sepupu saya – yang sangat tergila-gila nembak – berburu. Tapi ayah saya dan abang sepupu saya, berburu yang lebih besar. Mereka berburu rusa – kijang – pelanduk. Saya hanya berburu burung biasa – dari burung gereja – paling-paling balam – punai – merpati liar – beranjangan – puyuh dan burung ladang serta burung sawah – burung hutan. Saya sebenarnya inginnya seperti ayah saya – pemburu yang binatangnya sejenis rusa – kijang dan kambing liar,-