07. Seorang Teman Kami Mau Masuk Team
Suatu hari tim atau grup kami membicarakan, ada seorang teman mau masuk tim kami – tembur = tembak burung. Kenapa sampai harus kami bicarakan bersama – apakah akan kami terima atau kami tolak? Ada perkara lainnya. Dia ini kami kenal sebagai orang atau sebagai penembak yang tidak atau kurang jitu. Dulu sebelum kami membentuk tim, teman kami yang namanya Koko ini pernah juga ikut kami menembak. Tetapi hasilnya sangat minim – pabila dia membawa pulang lima ekor saja sepanjang 8 sampai 10 jam itu, sudah bukan main bagusnya.
Sedangkan kami, paling kurang membawa 40 ekor lebih burung berbagai jenis. Nah, setelah kami membentuk tim, di mana dan tentu saja Koko tidak terpilih – tetapi dia mau ikut kami menembak. Perkara ini tidak bisa begitu saja. Tim ini ada peraturannya ada disiplinnya – tidak bisa sembarangan. Yang kami tahu – Koko ini dari tim-penjahit. Tim yang mengurus semua yang bersangkutan dengan jahit-menjahit – membuat pakaian yang sederhana dan dalam urusan tambal-menambal. Sebenarnya hebat juga teman kami ini, dia tahu perkara jahit- menjahit dan tambal-menambal pakaian saja sudah baik sekali – di mana antara kami tidak ada yang bisa.
Koko badannya kecil – ramping dan cekatan. Biar dia kecil, tetapi beraninya bukan main. Berani apa saja – termasuk berkelahi. Pabila dalam diskusi yang sengit, dia selalu berbicara berapi-api dan semangatnya selalu tinggi. Pabila amper suasana diskusi itu naik dan panas – mata bulatnya itu akan
melotot dan urat lehernya hijau menonjol. Dia sangat ulet mempertahankan pendapatnya. Dan air liurnya akan agak muncart ke depan muka kita karena begitu semangatnya dia bicara. Tetapi satu hal yang kami tandai – Koko tidak punya rasa dendam dan hatinya sangat baik. Dia sangat baik dan sangat bertanggungjawab. Mengingat hali ini semua, kami rata-rata setuju dia ikut tim kami. Pasal bahwa dia samasekali bukan penembak jitu – sudahlah – ini kan bukannya pertandingan adu jitu dan adu banyak dapat burung! Maka pendek kata dia kami terima masuk tim kami. Dan pula kami sebenarnya sangat memahami, dia sangat suka dengan semua teman di tim kami – dan tidak begitu sepaham dengan beberapa teman yang tinggal di asrama perkampungan kami. Jadi ada unsur rasa tenggang-menenggang juga antara kami. Sebab rasanya tidak sampai hati meninggalkan dia di tengah teman-teman yang tidak begitu sepaham dengan dirinya. Sebenarnya ini juga tidak penting amat, hanya simpati kami kepadanya sangat tinggi – karena dia memang baik – bertanggungjawab dan giat
bekerja dan belajarnyapun baik.
Dia sangat gembira setelah tahu bahwa kami semua menerima masuk tim kami. Nah, dia rupanya tahu diri juga – bahwa kalau hanya didasarkan atau berdasarkan perolehan menembak burung, dia tentu saja takkan masuk hitungan. Karena itu rasa mindernya ini, dia alihkan dengan banyak membawa makanan dari kantin kami buat kami semua. Tokh dia tahu, nanti pulangnya mana pula dia akan membawa banyak burung! Kami semua dengan semangat berteman akrab, menerima dan bergaul dengannya.
Buat menuju ke hutan atau gunung dari perkampungan kami – ada sebatang sungai yang agak besar di mana ada perahu tambang buat menyeberang. Dan harus bayar – satu orang 25 sen yuan – murah sekali. Satu tim kami yang 12 orang itu bisa muat dalam satu perahu tambang yang cukup besar itu.
Mendekati bibir pantai seberang – ada gugusan pohon yang agak lebat. Dan kami degar ada kelepak bunyi burung. Kami amati – dan benarlah ada beberapa ekor burung balam yang besar. Barangkali mereka sedang pacaran! Lalu begitu perahu kami yang goyang itu – melenggak lenggok mendekati daratan – kami siap menembak. Dan ada teman yang sudah menembak – tetapi tentu saja takkan kena, sebab gerak perahu sangat tidak stabil. Anehnya burung balam tadi tidak terbang – tetap saja berkelapak dirimbun dedaunan dan ranting-ranting.
Rupanya teman kami Koko juga membidikkan senapangnya. Dan lalu dia lepas pelatuknya – dan bunyi dosss…kena. Balam itu kontan jatuh ke air. Dan ada seorang teman mengambil burung yang jatuh ke air itu, lalu memberikannya kepada Koko. Tetapi Koko masihterlihat kebingungan – terdiam kaku – bagaikan patung! Rupanya dia juga jadi kaget besar danheran besar – kok bisa kena – kok bisa jatuh! Tapi lama-lama dia baru sadar – bahwa semua teman bertepuk gembira menyambut hasil Koko dan juga hasil pertama dari seluruh anggota tim kami. Bahkan belum sampai ke medannya – hutan dan pegunungannya – tapi Koko sudah menjatuhkan seekor balam yang besar dan montok!
Kami penuh dengan gurauan. Kami rata-rata yang dapat dikategorikan penembak jitu – tetapi kalah mentah-mentah dengan Koko yang terkenal tidak jitu tembakannya. Ada teman sambil bergurau. Katanya ” itu ada dua aspek sebab musababnya”, kata teman yang akhli teori dua aspek itu…..
“Pertama memang burung itu dalam keadaan sial – memang nasibnya mau mati…dan aspek kedua…justru Koko yang menjatuhkannya karena hanya dengan perahu yang goyang, Koko barulah jitu sebagai penembak..”, demikian kata teman kami yang akhli dua aspek itu. Dan kami semua tertawa termasuk Koko.
“Tetapi hal itupun, saya dengan rasa rendah hati,tetap menganggap bahwa saya sangat tidak jitu tembakannya”, kata Koko berpidato. Sambil memegangi balam besar dan montok itu….. “Coba balam ini tadi – bagaimana saya dapat dikatakan penembak jitu! Padahal yang saya bidik mata kanannya – lalu kok yang kena justru mata kirinya……..” Kami semua tertawa mendengarkan gurauan Koko. Ada-ada saja si Koko. Lalu dia berpesan kepada kami. “Nanti kalian sekali-sekali jangan kalian bilang bahwa saya menjatuhkan balam itu sebagai anggota tim yang pertama berhasil menjatuhkan balam ini”,- demikian katanya. Pesan ini yang dia maksudkan kepada teman-teman kami di asrama, termasuk kepada tim lainnya yang siap menunggu kami.
Dan benarlah sebagaimana biasa – hari itu selama hampir 10 jam itu – Koko mendapatkan 4 burung termasuk satu balam yang pertama ditembaknya dari perahu yang main goyang sage itu! Tapi hari itu Koko telah memberikan rasa yang sangat gembira kepada kami semua – dengan perkara khususnya tadi – dibidik mata kanan – tetapi yang kena mata kirinya – bukan main teman kami Koko ini!
Dan sebagaimana biasa – ketika hari sudah agak malam – Koko teman kami itu selalu mengontrol kami seorang demi seorang – menanyakan apakah masih capek – dan apakah sehat-sehat semua. Apa semua berjalan lancar? Dia hanya satu-satunya di antara kami yang begitu peduli kepada teman senasib dan sepenanggungan- sepekerjaan. Selalu dia kerjakan buat menanyakan tentang kesehatan – keadaan pekerjaan – dan semua kepedulian kepada banyak teman. Hal dan perkara baik begini, kami harus banyakbelajar dari teman kami penembak yang tak jitu ini!