Budaya-Tionghoa.Net | Ada pepatah berbunyi: “Anjing menggigit Lu Dong Bin ( Li Thung Pin, ejaan dalam bahasa Khek), karena tidak mengerti kebaikan hati manusia.” . Sejak kecil sering kudengar ibuku menggunakan pepatah ini untuk menyindir orang2 yang tidak tahu membalas budi. Seperti pepatah: “air madu dibalas dengan air tuba.” Kadang2 yg membantu malahan dicela oleh yg dibantu. Nah, siapakah itu Lǚ Dòng bin, dan mengapa didalam dongeng dia digigit oleh anjing? Kunci jawabannya tersirat diantara kata ‘tidak mengerti kebaikan hati manusia.’
|
Menurut kepercayaan Taoisme, Lu adalah salah satu anggota dari “Delapan Dewata” ( 八仙。) Sebelum Lu mencapai immortality (pencerahan sempurna dalam Taoisme), dia hidup dikeluarga yang bercukupan dan tekun belajar menjadi kaum cendekiawan. Diantara banyak teman2 terpelajar, hanya satu teman yang paling akrab bernama Gou Yao (苟杳.) Teman miskin ini hidup tanpa orang tua. Lu senang bergaul dengan Gou karena selain jujur dan setia, Gou juga sangat rajin belajar untuk mengikuti ujian negara. Gou bermukim di rumah Lu karena tidak punya tempat tinggal sendiri. Lu membiayai seluruh keperluan sehari-hari dengan harapan suatu hari Gou bisa sukses mencapai gelar dan menjadi tokoh yang berguna.
Pada suatu hari, Lu kedatangan seorang tamu bernama Lim. Melihat Gou yang rajin belajar, berbakat dan tampan, Lim berniat menjodohkan adik kesayangannya kepada Gou. Akan tetapi, Lu sangat kuatir atas usulan ini sebab jikalau Gou sudah berkeluarga, semangat belajar akan berkurang dan tertundalah cita2 nya. Tapi, Gou bersikeras, tetap mau mengawini adik Lim yang terkenal cantik itu. Seterusnya Gou minta Lu membiayai ongkos perkawinan walaupun dengan acara sederhana. Protest Lu ternyata sia-sia. Akhirnya, Lu setuju dengan syarat:
“Kalau anda tekad mau kawin, aku tidak mau mehalangi. Tapi, aku akan minta tidur bersama pengantin selama tiga malam!”
Gou sangat tidak senang. Sambil menahan amarahnya Gou berpikir: Seandainya kalau tidak ada bantuan Lu, tidak mungkin aku bisa hidup seperti hari ini. Boro-boro mendapatkan isteri ayu. OKey-lah, Gou terpaksa setuju dengan perjanjian yang luar biasa ini.
Pada hari pernikahan, Lu dengan gembira mengatur kesana kemari tanpa menghiraukan Gou. Gou merasa kehilangan muka, sehabis upacara langsung hilang tanpa melayani tamu. Malam itu, Lu masuk kekamar pengantin setelah tamu bubar. Kelihatan Miss Lim duduk ditepi ranjang sabar menunggu dengan cadar tertutup rapi. Pada zaman dulu, wanita dilarang bertemu muka sama calon suami. Suami istri baru kenal satu sama lain setelah cadar diangkat. Lu tidak menyentuh sang pengantin yang menunduk tersipu, dan juga tidak mengangkat cadarnya. Kemudian, Lu duduk dikursi seberang, membaca buku sampai subuh. Miss Lim menunggu sampai tengah malam tenyata Lu tidak naik keranjangnya. Dia tertidur dengan baju pengantin. Besoknya Miss Lim bangun pagi, tapi Lu sudah pergi entah kemana. Selama tiga malam berturut-turut, Lu tetap bersikap sama tanpa mengganggu. Miss Lim hanya bisa keluar air mata sendirian.
Gou juga tidak bisa tidur selama tiga hari tiga malam. Hari ke empat dia bergegas masuk kekamar pengantin. Kelihatan isterinya sedang menunduk sambil menangis. Kedengaran sang istri terisak sambil mencela:”Suamiku, kenapa anda tak mau tidur bersamaku? Sudah tiga malam berturut-turut, anda datang menjelang malam dan pergi pagi subuh meninggalkan aku sendirian.” Habis tanya miss Lim pun angkat muka dan terkejut melihat suaminya telah berganti orang lain. Gou juga baru sadar apa yang telah terjadi. Perbuatan Lu tidaklah keji! Semua ini adalah demi masa depan Gou supaya tidak melalaikan study nya setelah berkeluarga. Miss Lim, sang istri, juga sangat terharu karena suaminya punya teman yang sebaik itu. Mereka berjanji akan membalas budi ini seumur hidup.
Akhirnya Gou lulus unjian setelah bertahun tahun tekun belajar. Dia mendapat posisi tinggi sebagai Bupati di propinsi tetangga. Mereka berpisah dengan segala sedih-pedih dan berjanji akan bertemu lagi.
Waktu berlalu cepat. Pada tahun ke delapan, rumah Lu kebakaran dan seluruh harta kekayaannya habis terbakar. Lu terpaksa mendirikan gubuk disamping rongsokan bekas kediamannya. Hidupnya mendadak jatuh miskin tanpa sumber ekonomi. Lu pergi mencari Gou yang tinggal jauh diseberang. Setelah berhari hari menempuh jalan berkerikil, akhirnya Lu ketemu kantor Gou yang megah itu. Penyambutan Gou sangat ramah dan menerima Lu untuk tinggal dirumahnya dengan segala kenyamanan. Akan tetapi, Gou tidak pernah menyinggung soal musibah yang menimpa, dan juga tidak pernah mengeluarkan sepatah katapun untuk membantu keadaan Lu. Melihat sikap temannya begini, Lu juga angkuh dan tidak mau mengemis. Setelah hampir sebulan, Lu sangat kecewa dan mengeluh: “Beginikah sifat manusia, berubah setelah kaya.” Lu meninggalkan rumah temannya tanpa pamit.
Setiba dikampung, Lu terheran-heran melihat sebuah gedung baru berdiri diatas tanah bekas rumahnya. Lu berpikir: “Mana mungkin keluargaku mampu membiaya bangunan begini? Barangkali tanahku telah dijual keorang lain?”
Lu bertambah kaget ketika melihat tempelan palang kertas putih dipintu yang menandai ada kematian dikeluarga. Tergesa-gesa dia masuk kerumah. Ditengah ruangan tergelar sebuah peti mati. Sang isteri nangis tersedu dan seluruh keluarga sedang berdukacita. Lu panggil isterinya dan tanya apa yang terjadi? Sang isteri terbelalak kaget:”Apakah ini arwah Tuan atau manusia?”
“Aku baru sampai dirumah, kenapa aku disangka setan?” Kata Lu dengan penuh keheranan.
Setelah lama mengamati suaminya, sang isteri baru yakin bahwa suaminya masih hidup dan segar bugar, lalu dia berkata: “Belum lama semenjak Tuan berangkat, ada beberapa orang datang membangun rumah kita. Aku kira Tuan yang membeayainya. Tukang2 itu langsung pergi tanpa pesan apa2 setelah selesai. Kemarin ada lagi orang mengantarkan peti mati ini, dan bilang Tuan telah meninggal dunia diperjalanan.Tahu-tahunya Tuan pulang, kalau tidak, saya pasti akan ikut mati karena sedih yang tak tertahan.”
Lu sadarlah bahwa semua ini adalah perbuatan jenaka dari Gou. Dengan marah dia mengambil kapak. “Prraaak!!” peti mati pecah tebuka dan didalamnya penuh dengan pangan, emas, perak dan berbagai hiasan. Diatas perhiasan ada sepucuk surat. Lu membuka surat itu dan membaca: “GouYao bukan orang yang tidak tahu budi. Harap terimalah hadiah dan rumah ini. Anda pernah membiarkan isteriku menanti dengan perasaan pedih, kini aku balas dengan membiarkan isterimu sedih tak terhingga.” Lu menarik napas dalam dan berkata:”Gou Yao temanku, bantuanmu ini terlalu menguras batin aku.”
Sejak dari itu orang kampung sering bilang: “Gou Yao dan Lu Dong Bin, tidak mengerti kebaikan hati masing-masing.”
Didalam fonetik (bunyi) bahasa mandarin, “Gou Yao” bunyinya sama dengan “Gou (anjing)Yao(menggigit)” yang arti nya “gigitan anjing.” Lama kelamaan, mitos ini tersebar dari mulut kemulut. Setelah ber abad2 berlalu, orang yang kurang tahu riwayat ini mengira, bahwa anjing (gou)lah yang tidak kenal kebaikan hati manusia dan membalasi budi dengan gigitan. Maka dari itu, fabel ini dipakai untuk pepatah khusus buat orang yang tak tahu membalas budi: “Anjing menggigit Lu Dong Bin, tidak mengerti kebaikan hati manusia.” (狗咬吕洞宾, 不识好人心)
By: Henry Theny, 12 Juni-2011
http://www.facebook.com/groups/budaya.tionghoa/10150483809267436/
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghoa