Kategori : Restaurant , Asia
Cuisine : Asian
Lokasi : Bakso Titoti , Raya Kebun Jeruk , Jakarta Barat
Budaya-Tionghoa.Net | Bagi penggemar bakso, mestinya Bakso Titoti Wonogiri ini tidaklah asing. Kalau tak salah, mereka memulai ‘karir’nya dengan membuka kedai baksonya di kawasan Kalibata sana, sekarang ada 4 cabang di Jakarta dan Tangerang.
|
Beberapa kali saya lewat cabangnya yang di kawasan Kebun Jeruk-Kelapa Dua, dari Jalan Panjang belok kiri kalau dari arah Permata Hijau, pas sebelum lampu merah di pertigaan arah ke Meruya, di pengkolan situ ada RM Padang Natrabu. Tapi baru kemarinnya saya sempatkan diri singgah, sekitar pukul 15:00, ketika suasana tidak lagi begitu ramai. Lokasinya persis di seberang SMPN 75, taktik cerdik untuk memikat dan menjaring para murid dan orangtua yang mengantarkan anak-anaknya ke sekolah. Sehingga pas jam makan dan bubar sekolah, suasana di situ selalu ramai. Sudah ada ‘captive market’ di situ.
Saya bukanlah pendoyan berat bakso, tapi saya lihat seporsi Bakso Titoti isinya cukup kumplit. Saya minta pakai bihun, dan baksonya datang dalam mangkuk bersponsor satu merek penyedap. Lima butir bakso ukuran normal, tekstur normal, ukurannya tidak segede gajah, eh, bola tenis, tanpa isi macem-macem semisal: telur, keju, stroberi, meisyes, hehehe… emangnya singkong keju ya? Juga bukan yang aliran nyeleneh, cari sensasi sesaat ala BCA, Bakso Ceker Ayam gitu.
Kuahnya cukup kentel, ada aroma khas baksosapi yang pastilah diberi lemak sapi, jadi sebenarnya rasa gurih sudah cukup dari si lemak, tanpa penyedap rasa-pun sudah akan menohok. Apalagi, di mangkuk anda akan diberi ekstra gumpalan lemakbarang 2-3 bongkah, berikut potongan kikil atau cecek (kulit yang mirip rambak, hanya saja tidak mengembang dan porus), dan sepotong pangsit goreng, meniru gaya bakwan Malang atau Surabayan. Bawang goreng (boleh minta tambha, gratis) dan seledri sudah pasti ada. Baguslah penambahan penyedap tidak begitu terasa mencolok, jadi menikmati 5 butir bakso dan sepotong pangsit goreng dan potongan cecek dan bihun, dibumbui sambel dan kecap tentu, cukup membuat perut kenyang dan hatipun senang. Lemaknya sisihkan sajah, tak baik bagi tubuh katanya.
Bakso yang digolongkan klasik, bisalah anda masukkan juga Bakso Botak yang mangkal di kawasan Jelambar POLRI, tidak buka cabang di mana-mana, jeh! Juga Bakso Mahkota yang buka di kawasan Grogol, Jalan Dr. Semeru, dekat kolam renang dan Petojo, dekat Pasar Petojo (AM Sangaji, arah ke Ketapang) dan Roxy Mas(?). Ini yang tradisionil, mungkin juga ada bakso-bakso klasik lain yang secara lokal juga punya nama sebab enak, dan memiliki penggemar untuk daerahnya sendiri.
BBT, Bakso Babah Tong, dulu juga terkenal di kawasan Jakarta Timur, lokasinya pas di pengkolan Jalan Kayumanis dan Matraman Raya, dekat sekolah Marsudi Rini. Sekarang juga masih, hanya saja sudah menjual pula mie ayam dan pangsit goreng ala Bakmi GM. Es duren yang numpang mangkal di depan BBT, patut anda coba dan doyani. Pakai duren beneran lengkap dengan bijinya, utuh. Bahkan mereka tetap menjual Es Duren pada saat tidak musim duren!
Bakso klasik yang saya maksud, tentu saja yang SOP(Standar of Penyajian)-nya adalah bakso daging sapi (boleh variasi dengan bakso urat), dengan kuah yang menohok aroma sapinya (supaya anda yakin bahwa itu memang berdaging sapi asli) oleh ulah si lemak sapi, dengan kondimen berupa bihun, sohun atau mie basah, bawang merah goreng (boleh minta tambah) dan rajangan seledri, tongcai hanya optional, tidak mesti ada, dan sambal khas bakso (sampai-sampai ada pabrikan MNC-Multi National Corporation yang bikin sambel bakso dalam botol), saus tomat dalam botol di meja, dan kecap manis botolan.
Kalau mau bicara sangat klasik, bakso sapi mestilah Bakso Solo Daging Sapi. Ini dengan pakem baksonya agak licin sebab memakai tepung aci (kanji) sebagai campurannya, aroma lada mencolok, kondimennya adalah sohun (berbahan aci juga) yang beraroma khas sohun itu, bawang goreng, seledri, kecap dan sambal encer, dengan mangkuk seperti mangkuk es dawet tanpa sponsor.
Yang moderen tentu saja boleh disebut Bakso Es Teler 77 yang lantas melanglangbuana setelah memenangi kejuaraan Es Teler, sehingga buka cabang di mana-mana kota dan negara secara franchise. Lalu boleh anda ingat-ingat juga adalah Bakso Super R&B, entah apa kepanjangannya, belum sempat populer dan diulas namanya, sudah keburu tutup(?) kalah bersaing dengan jajanan fast food moderen, entah merek lokal ataupun impor punya.
Ada satu yang juwalan baso menyebut diri pakai kata Mister, franchise lokal yang maunya bergaya internasional. Buka cabang di mana-mana foodcourt dan jalan-jalan kecil. Gaya sih boleh, sayang sekali layanan kurang profesional.
Saya pernah pas Lebaran tahun lalu, ada keperluan di daerah Grogol, Tawakal, belakang Trisakti itu. Pas masuknya dari showroom Toyota. Pas jam makan, banyak kedai makan masih tutup. Jadi tidak ada pilihan saya mesti ke kedai si Mister itu. Ternyata juwalannya aneka makanan di samping baso. Saya masuk ke kadainya masih sepi, jadi saya duduk di satu meja. Eh, si kasir (atau supervisor?) lagi duduk di dekat mesin kas, sambil makan, kita sebut saja si Kucluk ya. Dia minta saya datang ke kasir untuk pesan, padahal gaya kedai di jalan kecil itu tidaklah mencerminkan gaya fastfood yang kudu datang, bayar, tunggu.
Jadi saya ngalah mendatangi si Kucluk supervisor pemalas itu, saya diminta pesan dan bayar, saya manut saja, mungkin juga saya yang salah menebak toh? Tapi, waktu saya duduk menunggu pesanan, eh, datanglah beberapa rombongan tamu yang mungkin saja bernasib sama: tidak ada pilihan kedai makan dekat situ yang buka, sebab suasana masih Lebaran, belum banyak yang buka.
Anda tahu apa yang terjadi? Rombongan itu cukup duduk di meja (di kursinya tentu), lalu si Kucluk dan satu waitress lain mendatangi satu-satu meja itu untuk menerima pesanannya. Saya tentu saja merasa diperlakukan diskriminatip, jadi saya tegur si Kucluk. Dengan enteng dia jawab, ya ndak apa toh pak saya begitu. Lalu saya datangi satu enci-enci yang pas berdiri dekat situ, yang saya kira adalah pemilik kedai si Mister itu. Saya jelaskan kepadanya kelakuan si Kucluk. Si enci mengerti maksud saya, lantas menegur si Kucluk, tapi si enci bilang bahwa dia cuma sebagai landlord, pemilik gedung, si Mister Cuma menyewa tempat kepadanya.
Si Kucluk lantas dianjurkan oleh si enci untuk minta maaf, barulah dia datang ke meja saya. Si enci bilang kasih komplimen, lantas dia menurut menyajikan segelas es jeruk float (pakai satu scoop es krim vanila) di samping pesanan nasi goreng saya. Yang tentu saja saya tolak. Lha memang saya ndak pesan. Kalau saya terima, tentu saja si Kucluk akan menganggap saya komplain cuma supaya dapat ekstra es jeruk gratisan toh? Jadi, walau dia tetap taruh itu es jeruk di meja saya, saya sentuh saja tidak tuh!
Eh, percaya ndak, itu kedai si Mister koq ya ndilalah tidak saya lihat lagi kira-kira pas Tahun Baru Imlek tahun ini, ketika saya ada keperluan lagi menemui teman saya yang berkantor di dekat-dekat situ. Waktu itu sih saya memang menegur si Kucluk, kalau anda memperlakukan pelanggan secara diskriminatip begitu, tentu pelanggan tidak akan senang. Dan, tidak baik bagi bisnis mereka. Tapi, tentu saja saya tidak mengharap bahwa mereka mesti menutup usahanya dan menyebabkan terjadinya pengangguran di kalangan karyawannya toh.
Dan, belakangan baru saya tahu, boss kedai si Mister itu, ternyata orang yang sama yang membuka franchise ayam goreng, semula diambil dari California, lantas memodifikasi sendiri dengan copy paste cara-cara dan bumbu-bumbunya. Pernah saya dengar, kabarnya dulu mereka, waktu masih memegang franchise ayam goreng dari California itu, mencuci dan memakai lagi gelas-gelas plastik dispossable (sekali pakai) bekas minuman, demi menghemat biaya!
Selamat ngebakso!
Jalan Raya Kebon Jeruk No. 93
Depan SMP Negeri 75, Jakarta Barat
Tel. 021 5483990
HP 0813 1115 1271
Cabang-cabang:
-Jalan Raya Pasar Minggu (0813 8090 6052)
– Jalan KH Asahari, Pinang, Cildeuk (0815 4830 1161)
– Jalan Arya Putra, Keadung, Ciputat (0852 2905 9675)