Budaya-Tionghoa.Net | Buddhisme di India tidak berkembang, dan tidak mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keagamaan di negara asalnya. Di India ada beberapa tempel-tempel tetapi kebanyakan dibangun kembali (rebuild) oleh Buddhis-Buddhis dari luar negeri. Buddha bukan hanya Shakyamuni Buddha satu orang saja, tetapi banyak orang yang telah mendapatkan kebebasan dan menjadi manusia yang komplit (Buddha).
|
Ini yang dikatakan dalam ajaran Chan Buddhisme kebenaran yang universal. Buddhisme waktu datang di Tiongkok mendapatkan banyak kesulitan, berkembang dengan sangat pelahan-lahan. Buddhisme tidak diterima oleh masyarakat Tionghoa karena dianggap asing, tetapi sesudah kira-kira 50% dimasuki teori-teori Taoisme dan Confucianisme , Chan atau Zen Buddhisme tidak asing lagi bagi rakyat Tiongkok. Terutama sesudah dipimpin oleh Patriach ke enam Hui Neng (638-713), yang dianggap sebagai “Ancestor Master of Chan” di Tiongkok, karena dibawah pimpinan Beliau Chan berkembang begitu baik di Tiongkok , tidak pernah sebelumnya. Pikiran, pekerjaan dan perkataan Beliau dicatat oleh murid-muridnya. Hanya pekerjaan, perkataan dan pikiran beliau satu-satunya dalam Buddhisme Tiongkok yang mendapatkan status sebagai Sutra.
Aku disini akan membicarakan beberapa kebenaran yang ditulis dalam ajaran Chan:
Ada seorang ilmuwan pada jaman Dinasti Tang datang ke Master Buddha dan bertanya:” Orang yang komplit seperti anda ini kalau mati kemana , ke neraka ataukah ke sorga?” Master itu menjawab:”Saya tidak tahu” Ilmuwan itu lalu bertanya dengan heran:”Kenapa anda tidak tahu, bukankah anda seorang guru Chan yang berpengalaman?” Dijawab oleh guru Chan sebagai berikut:”Aku belum mati, aku tidak dapat mengatakan kebenaran dunia sana, kalau saya jawab adalah satu misteri, diwaktu hidup kita harus menikmati penghidupan yang bernilai bagi masyarakat dan yang nyaman. Dilihat dari optik kehidupan, kita tidak perlu mempersoalkan dunia sesudah mati yang misteri bagi kita. Waktu sekarang kita hidup disini dan pada ini hari, kita menjaga jangan sampai depresif memimikirkan esok hari, kejadian besok akan datang esok kita hadapi esok.”
Suatu rahib bertanya pada patriach VI Hui Neng (638-713) sebagai berikut:”Aku telah belajar bertahun-tahun sutra, namun banyak bagian-bagian yang aku tidak mengerti, sudilah kiranya guru memberi penerangan padaku?”
Hui Neng menjwab:’”Aku ini buta huruf bacakanlah buat aku, mungkin aku dapat menerangkan padamu.” Rahib itu lalu berkata:”Anda tidak dapat membaca bgaimana anda dapat mengerti tentang pelajaran Buddha?”
Hui Neng menjawab:”Kebenaran tidak ada hubungan dengan bahasa (perkataan). Silahkan aku memberi contoh pada anda, umpamakan rembulan diatas langit sebagai satu kebenaran dan deriji dalam hal cerita ku ini dapat diumpamakan bagi bahasa. Deriji dapat menuding, menunjuk arah lokasi rembulan, dan kami untuk melihat rembulan harus mengikuti arah deriji. Sesudah itu orang baru dapat mengatakan bahwa rembulan itu bundar, ada yang mengatakan kuning ada yang mengatakan oranye dan ada yang mengatakan didalamnya ada wanita yang ketawa, bukankah begitu? Bahasa adalah metode untuk menerangkan kebenaran, tetapi anda akan salah apabila anda mengatakan bahwa bahasa itu ada satu kebenaran.”
Ada satu guru Chan menanyakan pada murid-muridnya suatu persoalan: “si A berjalan-jalan dengan seorang teman. Tuan A karena hujan bajunya basah sama sekali. Dapatkan kalian memberikan keterangan tentang ini?”
Salah satu muridnya berkata”Mungkin temannya pakai topi dan menutupi badannya.”
Adapula muridnya berkata:” Mungkin temannya jalan dibawah emper rumah-rumah sehingga tidak kehujanan.”
Adalagi yang mengatakan mungkin hujan itu kebetulan berbatas pada si A dan temannya.” Sesudah tidak ada yang menjawab lagi gurunya berkata:”Anda semua hanya meng-konsentrir perkataan bahwa si A basah diguyur hujan, ini tidak berarti bahwa temannya itu tidak basah bukan, meskipun biasanya yang benar temannya juga akan basah. ” Ini membenarkan perkataan Hui Neng bahwa bahasa hanya menunjukkan kebenaran tetapi bukan kebenaran itu sendiri.
Seorang pelatih sepak bola boleh membaca di media mengenai kepandaian suatu pemain sepak bola yang hebat untuk dibeli didalam teamnya, tetapi kebenaran yang sebetulnya tentang kepandaiannya bagi seorang coach yang berpengalaman ialah melihat sendiri waktu dia main dalam pertandingan sepak bola. Jika kita mencari kebenaran melalui bahasa, kita bisa kesasar diantara jaringan perkataan dan bahkan mengkibatkan keperbalikan dari kebenaran.
Aku usulkan dalam setiap pembicaraan mengenai pengetahuan spiritual baik di Holland dan dimanapun, mendiskusikan dahulu apa yang dikatakan kebenaran itu, aku mengambil dari ajaran Confucius, karena Chan Buddhisme terdiri dari tiga ajaran : Buddhisme, Taoisme dan Confucianisme.
Confucius mengatakan : Kebenaran itu harus sesuai dengan alam manusia, segala sesuatu yang tidak sesuai dengan alam manusia janganlah dianggap sebagai kebenaran.”
Kebenaran dalam penghidupan sosial bagi generasi kita WNI keturunan ialah: Kita tinggal tetap di Indonesia, kita adalah sebagain dari anggota integral dari bangsa Indonesia, maka kita harus mempunyai kepedulian terhadap bangsa dan Negara ini dan menjaga keharmonian yang baik. Ini adalah aktivitas yang benar dari golongan kita. Kebenaran ini harus terus diperjuangkan dan diperkembangkan terus, masyarakat berubah tetapi kebenaran ini tetap tidak boleh dirubah.
Kita hidup harus mengusahakan agar kita mempunyai civilisasi materiil (keilmuan) , civilisasi spiritual dan civilisasi geografi (pengenalan kebudayaan berbagai Negara) dan dengan mempunyai pengetahuan ketiga civlisasi ini dan melakukan dengan benar maka penghidupan kita akan bebas dan tidak membedahkan satu etnis terhadap etnis yang lainnya.
Dalam pengalaman saya membacau buku-buku dari ketiga ajaran ini, terutama civilisasi spiritual tidak membedahkan antara anda dan aku, bebas dari kepentingan diri sendiri. Demikian juga kalau kita membicarakan ajaran Confucius mengenai Ren, perbuatan kebaikan, humanisme, maka kita jangan hanya mengunakan Ren-kebersamaan saja, tetapi juga Ren-berkelainan, karena setiap bangsa mempunyai norma-norma yang tidak sama dengan demikian kita bisa hidup berkoesistensi dengan negara-negara lain dan perdamaian akan timbul tanpa peperangan.
Dr. Han Hwie-Song
Breda, 17 Agustus 2005 The Netherlands
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua