Budaya-Tionghoa.Net| Konon di zaman dahulu kalah hidup seekor monster bernama nian (年).[1] Monster tersebut bertanduk tunggal, bermata besar dan berkuku tajam. Monster tersebut bertempat tinggal di dalam lautan, sepanjang tahun dia habiskan waktunya untuk tidur (seperti tidur musim dingin pada beruang). Namun setiap musim semi dia akan bangun dari tidurnya untuk mencari makanan. Makanan kesukaan monster nian tersebut adalah manusia. Bukan hanya memburuh manusia, monster tersebut juga memporak-porandakan ladang penduduk dan merusak panen.
|
Karena adanya monster tersebut yang memburu manusia setiap musim semi, maka penduduk selalu mengungsi ke dataran tinggi pada awal musim semi. Para penduduk selalu menyiapkan bekal makanan selama di pengungsian mereka.[2] Dan karena tidak ada yang tau bagaimana nasib besok mereka dituntut untuk menyelesaikan hutang piutang sebelum mengungsi . [3] Demikian juga para anak akan melakukan ronda selama orang tua mereka tidur. [4] Tidak lupa mereka diwajibkan untuk berkumpul bersama-sama dalam keluarga supaya bisa saling menjaga.[5]
Keadaan tersebut berlangsung cukup lama, hingga suatu musim semi. Seorang pengemis melewati desa tersebut untuk meminta makanan.[6] Ia mendapatkan desa dalam keadaan kosong. Ia berjalan menelusuri desa tersebut untuk mencari orang yang bisa diminta sekaligus mencari tahu menyebab hilangnya penduduk desa tersebut. Akhirnya dia menemukan seorang nenek dan menanyakan penyebab lenyapnya warga desa. Sang nenek lalu menjelaskan soal monster nian dan pengungsian penduduk.
Sang nenek yang baik hati lalu memberikan makanan kepada si pengemis. Pengemis itu lalu bertanya, kenapa nenek tidak ikut mengungsi ?. Anak dan cucu saya telah menjadi korban tahun lalu, saya sudah tua sulit ikut mengungsi, jika monster nian datang saya akan melawan sebisa saya. Si pengemis menjadi iba pada sang nenek, lalu mengatakan pada sang nenek bahwa sesungguhnya mahluk tersebut takut pada tiga hal yaitu: Mahluk yang lebih besar dan seram daripada dia [7], suara keras dan bising , [8] dan warna merah . [9] Lalu si pengemis meminta sang nenek menyediakan kain besar untuk membuat binatang-binatangan dan mencat depan rumah menjadi merah serta berpakain merah, lalu dia mengumpulkan batang-batang bambu supaya menimbulkan suara ledakan saat dibakar.
Setelah ditunggu-tunggu, akhirnya monster nian muncul si pengemis bergegas memakai kain yang telah dibuat menyerupai binatang monster serta minta sang nenek membakar batang bambu yang sudah disediakan serta memukul benda apa saja yang bisa menimbulkan suara bising. Mendapatkan sambutan demikian monster nian sangat kaget lalu terbang menuju khayangan dan tidak pernah kembali lagi.
Atas peristiwa kemenagan ini, penduduk desa merayakannya setiap tahun sebagai hari raya besar serta perayaan panen.Perayaan diadakan dengan cara meniru apa yang telah dilakukan oleh si pengemis dan sang nenek, juga sebagai tindakan pencegahan akan kembalinya monster nian. Para penduduk mendatangi rumah-rumah kerabat untuk mengucapkan selamat atas terbebasnya mereka dari ancaman monster nian. Sebagai balasan, setiap keluarga menyediakan minuman, kue-kuean untuk tamu mereka, mereka juga menyediakan permen bagi anak-anak dan kertas merah bagi mereka. [10] Demikianlah perayaan tersebut turun temurun hingga kini.
Selain tradisi diatas masih ada banyak tradisi simbolik antara lain:
- Makan Ikan : Yu (ikan) yang berbunyi sama dengan Yu (Saldo), melambangkan saldo melimpah
- Makan daun bawang : Shuan (bawang putih) sama bunyinya dengan shuan (hitung/menghitung), melambangkan ada uang yang dihitung setiap tahun
- Kue China/Kue Keranjang : Nian Gao, gao (kue) mempunyai bunyi yang sama dengan gao (tinggi), melambangkan peningkatan kualitas hidup setiap tahun
- Segala manisan: melambangkan kehidupan yang manis.
- Jeruk/Jeruk besar: Ju (jeruk mandarin) mempunyai bunyi yang sama dengan ju (segala yang positif/baik, antara lain: sehat, aman, tenteram)
- Dan tradisi-tradisi simbolik lainnya yang sangat banyak sesuai daerah dan suku masing-masing.
[1] kata “nian” kemudian menjadi penanda waktu satu tahun
[2] sebagai tradisi, orang selalu memenuhi gentong beras dan air juga penyediaan makanan lainnya.
[3] tradisi membayar utang sebelum sin cia (tradisi ini sudah memudar sesuai jaman)
[4] shou yue (守夜), begadang. biasanya main mahjong atau ngobrol sampai pagi
[5] tuan yuan (团圆), tradisi kumpul atau tradisi mudik bagi yang merantau
[6] konon diyakinin sebagai jelmaan dewa
[7] asal usul barongsai/tarian singa (舞狮) dan kemudian disusul tarian naga (舞龙)
[8] genderang dan petasan
[9] Warna favorite pada hari sin cia, juga tempelan tulisan sanjak berpasangan dipintu (对联)
[10] Sekarang umum disebut angpao (红包)
—————————————-
Dikumpulkan dari berbagai sumber, dari kisah2 yang didengar semasa kecil, dari TV dan cerita-cerita orang tua
Karang Terjal
Tulisan ini tersedia juga di sub-blog Budaya Tionghua yaitu ICCSG: http://iccsg.wordpress.com/2006/02/06/dewa-mitos-legenda-legenda-sin-cia-xinnianchun-jie/
Budaya-Tionghoa.Net| Mailing List Budaya Tionghua 1616