Budaya-Tionghoa.Net | Bicara tentang Jakarta, saya jadi ingat beberapa sebutan untuk Jakarta dalam bahasa Tionghoa. Jakarta sekarang dalam bahasa Mandarin disebut “Yajiada”. Namun dulu sewaktu kakek saya pertama kali membawa saya ke Jakarta, ia selalu menyebut Jakarta dengan sebutan “Yia Sia” dengan dialek Tiochiu. Lain dengan papa saya yang menyebut Jakarta sebagai “Pa Sia” dengan dialek Tiochiu juga. Kedua sebutan ini sama saja dengan dialek Hokkian cuma berbeda dalam intonasi.
|
Akhirnya beberapa tahun lalu sewaktu saya baru mahir mandarin, baru tahu saya kalau asal usul dari sebutan-sebutan tadi.
Yajiada : Ini diambil dari persamaan nada, Jakarta dan Yajiada. Untuk sekarang ini, memang banyak sekali kata-kata Mandarin untuk nama tempat diambil dari lafal nada yang sama. Perkecualian untuk beberapa tempat yang memang asalnya dari karakter Han seperti Tokyo tetap disebut Dongjing (ibukota timur), Pyongyang tetap disebut Pingrang, Saigon tetap disebut Xigong.
Yia Sia : Ini adalah lafal dialek Hokkian dari bahasa Mandarin “Ye Cheng”, artinya Kota Kelapa, asalnya yah karena dulu Jakarta disebut Sunda Kelapa.
Pa Sia : Ini adalah lafal dialek Hokkian dari bahasa Mandarin “Ba Cheng”, artinya Kota Ba, Ba itu singkatan dari Badaweiya yang merupakan kata Tionghoa untuk kata Batavia. Jadi Pa Sia itu artinya adalah Kota Batavia.
Tapi jangan sekali-sekali anda sampai di luar negeri, bertemu dengan orang Tionghoa negara lainnya dan mengaku anda itu asalnya dari Ye Cheng atau Ba Cheng. Saya jamin 100% mereka akan terheran2 karena istilah seperti ini hanya populer di kalangan Tionghoa Indonesia, paling banter Asia Tenggara.
Lain lagi dengan orang Bogor ,yang menyebut Jakarta dalam bahasa Hokkian dengan sebutan [1] Snia Tue , snia berarti kota , tue berarti tempat. [2] Lo Snia , Lo berarti rendah atau turun sedangkan Snia berarti kota. [3] Pa Snia , Pa berarti Batavia. Bazhong [Ba dari Batavia] adalah nama salah satu sekolah di Jakarta di masa lampau , kemudian nama sekolahnya berubah menjadi Yazhong [Ya dari Yajiada].
Ada pertanyaan dari salah satu rekan . Jika “kar” dalam Jakarta menjadi “Jia”dalam Yajiada , kenapa Sukarno tidak diterjemahkan menjadi Su-jia-no ? Untuk menjawab pertanyaan ini dapat dijelaskan sebagai berikut ; Dalam transkripsi istilah asing ke bahasa Tionghoa , bunyi Ka [dan Ga] umumnya di transkripsikan menjadi Jia. Kebetulan huruf Jia [tambah] dilafalkan Ka dalam bahasa Hokkian , jadi lebih mirip. Misalkan Kanada menjadi Jianada , Ghana menjadi Jiana. Jakarta menjadi Yajiada adalah transkrip mengikuti lafal Mandarin , karena dilakukan belakangan. Sedangkan beberapa nama kota lain di Indonesia ditranskrip mengikuti lafal bahasa daerah , terutama bahasa Hokkian. Misalnya Bandung dalam bahasa Mandarin adalah Wanlong , sedangkan dalam bahasa Hokkian adalah Banliong.
Sedangkan “kar” dalam Sukarno terkadang juga di-mandarin-kan sebagai su1-ka3-nuo4 , “ka” disini memakai “ka”-nya kartu . Namun untuk Jakarta bila memakai Ya3-ka3-da3 , nampaknya memang tidak begitu mulus untuk dilafalkan berkaitan dengan nada karakternya. Sudah menjadi konsensus memang untuk me-mandarin-kan suku kata berlafal “ka” , “kar” biasanya memang digunakan karakter “jia” [tambah]. Amerika misalnya disuarakan menjadi Ya-mei-li-jia.
Rinto Jiang
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua