Budaya-Tionghoa.Net | Injo Beng Goat lahir pada 1904 di Bengkulu. [1]Ia berpendidikan sekolah Belanda. Setamat SMA, ia masuk RHS [Rechtshogeschool] sampai mencapai tingkat kandidat I di Batavia. Pada 1926 ia kemudian menjadi anggota pengurus Ta Hsieh Seng Hwee.
|
Sebelum Perang Dunia II, ia menjadi anggota Thian Ti Hwee [T’ien-ti Hui] . Pada 1930 ia menjadi editor dan akhirnya menjadi kepala editor Keng Po.
Keng Po didirikan pada tahnun 1923 oleh bekas direktur Sin Po , Hauw Tek Kong. Setelah Hauw mundur , suksesi berturut-turut adalah Nio Joe Lan , Saoroen , Thio Tjin Lie dan akhirnya Injo Beng Goat.[2]
Keng Po adalah media untuk wong cilik seperti kaum buruh , semacam “Daily Herald” , untuk kepentingan buruh. Injo Beng Goat suka humor dan tulisannya segar.[3]. Karenanya Injo Beng Goat punya pandangan agar disaat menulis harus menyesuaikan juga dengan tingkat pendidikan pembacanya , yang dimasanya sebagian besar masyarakat masih berpendidikan rendah.
Injo Beng Goat sempat menyokong Tiongkok dalam Sino Japanese War II [1937-1945] dalam bentuk bantuan dana. Saat Jepang masuk , Injo Beng Goat ditangkap pada tahun 1943 di Purwokerto sampai akhirnya di internir di Cimahi. Di dalam tahanan Injo bertemu dengan Khoe Wan Sioe , dimana pandangan-pandangan Khoe banyak dipengaruhi oleh Injo.[4]
Pada awal revolusi , Injo terjun dalam bidang kewartawanan . Pada saat Belanda menerbitkan Uitzicht , seminggu kemudian pada tanggal 16 Januari 1946 terbit pula “Het Inzicht” . Nama Het Inzicht diberikan oleh Jacques de Kadt yang di masa pendudukan Jepang di internir. Majalah Het Inzicht pro kemerdekaan . Injo Beng Goat sendiri masuk daftar team redaksi bersama Ida Nasution , Jacques Kadt , Beb Vuyk dan Akky Djoehana etc. [5]
Injo juga salah satu pemimpin Sin Ming Hui bidang buruh. Karena sikap dan kritiknya yang keras, lengannya pernah dibacok oleh Hasan, konon suruhan 0ei Tiang Tjoei pemimpin harian Hong Po dan Kung Yung Po pada 21 Nopember 1939.
Pada Januari 1946 ia bersama Khoe Woen Sioe menerbitkan Star Weekly. Pendiri Kompas , Auwong Peng Koen ditarik oleh Injo Beng Goat dan Khoe Wan Sioe untuk membantu mengembangkan Star Weekly.
Setelah Keng Po terbit kembali, ia tetap menjadi pemimpin redaksi sampai Keng Po dibredel pada Maret 1958. Ia pernah menjabat sebagai anggota pimpinan pusat Partai Demokrasi Tionghoa Indonesia (1948-1950) dan menjadi salah satu pendukung PSI – Partai Sosialis Indonesia .
Di tahun 1955 , BAPERKI berpartisipasi dalam Pemilihan Umum yang pertama kali dalam sejarah Republik Indonesia. Kemudian empat anggota utamanya keluar dari BAPERKI , Tan Po Goan dari PSI , Khoe Wan Sioe simpatisan PSI , Injo Beng Goat sendiri dan Auwjong Peng Koen. Injo dan Auwjong kemudian menulis di Keng Po pada bulan September yang menuduh BAPERKI didominasi oleh komunis.[6]
Di tahun 1960 , Injo Beng Goat bersama Mr Tjung Tin Jan , Drs Lo Siang Hien , Ong Hok Kam , H. Junus Jahja , Auwjong Peng Koen [PK Ojong] terlibat dalam penandatangan “Statement Asimilasi”.[7] .Grup ini juga mempulikasi “Menuju Ke Asimilasi Yang Wajar” di Star Weekly pada tanggal 26 Maret , 1960
Injo meninggal dunia pada 1 Nopember 1962 di Jakarta.
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua | Facebook Group Budaya Tionghoa
REFERENSI :
- Benny G Setiono . “Tionghoa Dalam Pusaran Politik” , p1102
- Benny G Setiono , “Etnis Tionghoa Adalah Bagian Integral Bangsa Indonesia” , 2002
- Leo Suryadinata , “Etnis Tionghoa : Dan Nasionalisme Indonesia” , 2010
- Leo Suryadinata , “Ethnic Relations And Nation Building In Southeast Asia”, 2004
- Mailing-List Budaya Tionghua , “Tentang Pers Tionghoa Melajoe” , Arsip 18713 , 16 April 2006
- Sanjoto Sastromihardjo , “Reformasi Dalam Perspektif Sanjoto” , 1999
[1] Dalam dialek Hokkian Yo ini harus dibaca dengan bunyi hidung, oleh karena itu sekarang ditulis Yno untuk logat Zhangzhou, dan Ynu untuk logat Xiamen dan Quanzhou, n menunjukkan bunyi hidung. Ejaan lama Jo ini dicoba diperbaiki oleh sebagian orang, tapi dalam bahasa Indonesia maupun dialek Jawa dan Sunda tak ada bunyi hidung. Akhirnya digunakan huruf nj, karena nj mengandung bunyi hidung juga, maka ditulislah menjadi Njo atau Njoo (ingat dalam bahasa Belanda oo mendekati u), jadi yang dimaksud Njo dan Njoo (Nyo dan Nyoo dalam ejaan baru) sebetulnya adalah Yno dan Ynu. Ada juga yang menulis sne Yno ini menjadi Injo atau Injoo. Ini adalah percobaan menulis bunyi asli Yno atau Ynu, terutama di daerah Jawa. Lihat lebih jauh soal permasalahan marga Injo di http://web.budaya-tionghoa.net/budaya-tionghoa/marga-tionghoa-chinese-surname/83-mengenai-sejarah-marga-yo-di-indonesia.
[2] Leo Suryadinata , p19
[3] Mailing-List Budaya Tionghua , 18713
[4] Benny Setiono , p1102
[5] Sanjoto Sastromihardjo , p xiii
[6] Leo Suryadinata , 2004
[7] Benny Setiono , 2002