Budaya-Tionghoa.Net | Pada jaman dahulu kala , di kaki bukit Helan , hiduplah seorang pemuda Hui yang baik dan pintar bernama Naxigaer. Orangtuanya telah tiada dan dia begitu miskin untuk menikah. Dia menopang kehidupannya dengan mengumpulkan kayu. Suatu hari Naxigaer pergi keatas bukit dengan pisau pemotong rumput dan peralatan lainnya. Di pagi hari berikutnya dia menjadi lapar dan beristirahat barang sejenak untuk makan siang.
|
Tiba-tiba ada suara yang berkata kepadanya : “ Kasihanilah saya , seorang wanita tua yang kesepian. Bagilah kepada saya apa yang bisa saya makan”. Naxigaer menoleh dan melihat seorang wanita tua dengan pakaian yang compang-camping. Tangan nenek itu begitu kurusnya seperti kayu kering. Naxigaer kemudian memberikan kedua kuenya. Si nenek langsung melahapnya dengan tamak dan meninggalkan Naxigaer tanpa mengucapkan terimakasih.
Hari berikutnya , Naxigaer membawa bekal empat kue. Sang nenek tua muncul kembali kehadapannya. Dan Naxigaer yang baik hati kembali memberikan dua kue dari empat yang dia bawa sebagai bekal. Sang nenek melahap kue pemberian itu dan meminta lebih banyak. Lagi-lagi pemuda baik hati itu kembali memberikan dua kue tersisa kepada nenek itu sambil menahan lapar. Setelah menghabiskan , nenek tua itu seperti hari sebelumnya segera berlalu dari hadapan Naxigaer.
Ketika Naxigaer kembali rumah , dia berpikir bahwa tidak ada yang peduli dengan wanita tua itu. Kemudian Naxigaer membuat kue lebih banyak lagi dengan menghabiskan setengah dari persedian bahan makanan yang masih ada.
Di hari ketiga , Naxigaer kembali berjumpa dengan si nenek , dan memberikan seluruh kuenya tanpa si nenek sempat memintanya. Kali ini nenek tua tidak memakan dan malah membuangnya ke jurang.
Naxigaer terkejut dan bertanya-tanya tentang sikap si nenek. Tiba-tiba suara keras muncul dan bergema dari lembah diikuti kilatan cahaya. Kemudian seekor kura-kura emas kecil jatuh ke tangan si nenek. Nenek itu tersenyum dan berkata : “Anak baik , akan terjadi bencana besar disekitar sini. Kamu anak yang baik dan karenanya saya akan menyelamatkan kamu.”
Kemudian si nenek memberikan kura-kura emas dan berkata : “Ambillah!”. Ketika mata kura-kura berubah menjadi merah berarti itu satu pertanda akan terjadi bencana gempa bumi dan rumah-rumah akan rubuh. Si nenek berkata : “Kamu harus segera meninggalkan tempat kearah barat-laut . Disana ada satu kolam air dengan bunga lotus yang bermekaran. Kamu akan selamat disana. Tetapi harus diingat bahwa kamu tidak boleh memberitahu siapapun mengenai hal ini, atau kamu akan berubah menjadi batu. ” Setelah itu si nenek berubah wujud menjadi asap dan cahaya.
Naxigaer kembali menjalani rutinitas setiap hari . Tidak terjadi sesuatu untuk jangka waktu yang lama . Tetapi suatu hari mata kura-kura pemberian si nenek tua itu berubah warna menjadi merah. Naxigaer menyadari bahwa sebentar lagi akan terjadi bencana dan segera berkemas-kemas mengikuti pesan si nenek tua. Di tengah perjalanan , tiba-tiba suara dari mendiang ibunya muncul dalam pikirannya dan berkata : “Merupakan satu kewajiban untuk berbuat baik sepanjang waktu”.
Naxigaer menjadi serba salah mendengar pesan mendiang ibunya. Jika dia memberitahu yang lain maka Naxigaer bisa menjadi batu.
Setelah berpikir beberapa saat , Naxigaer memutuskan untuk kembali ke rumahnya , untuk memberitahu masyarakat disekitarnya tentang akan terjadi bencana sebentar lagi. Tetapi orang-orang mengabaikan peringatan dari Naxigaer. Naxigaer menjadi khawatir dan mencoba untuk membujuk dengan menceritakan kembali pengalamannya dari awal. Orang-orang akhirnya percaya dan mengikutinya untuk mengungsi ke Kolam Lotus.
Bencana memang benar terjadi . Kura-kura emas yang berada di tangan Naxigaer berubah menjadi cahaya emas dan kemudian mengangkasa. Bencana gempa bumi meluluh-lantakkan kampong halaman Naxigaer , rumah-rumah rubuh dan menjadi puing-puing.
Para pengungsi menyadari bahwa Naxigaer tidak lagi berada diantara mereka dan tidak dapat menemukannya. Tapi sebuah batu berdiri tegak seukuran manusia dan mereka percaya bahwa itu adalah Naxigaer. Untuk mengenang dan menghormati jasa Naxigaer , para pengungsi menanam pohon pinus disekitar kolam.
Sumber :
Shujiang Li , Karl Luckert , ” Mythology And Folklore Of The Hui , A Muslim Chinese People”.
Diterjemahkan bebas oleh Huang Zhiwang.
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua