Budaya-Tionghoa.Net | Apakah benar perlu menyesal atas kebijakan penyederhanaan karakter Han oleh pemerintah Tiongkok? Memang banyak yang menyesalkan kebijakan pemerintah Beijing menyederhanakan tulisan Hanzi. Namun, penyederhanaan ini jangan lantas cuma dilihat dari satu aspek, melainkan harus dilihat dari seluruh aspek
kehidupan yang dipengaruhinya. Memang, sekilas pengaruh negatif penyederhanaan Hanzi ini lebih terasa dibandingkan pengaruh positifnya. Namun, tetap saja ada aspek positif yang ditimbulkannya.
|
Mari, saya mau mengajak melihat bahwa efek negatif simplifikasi Hanzi tidaklah sebesar anggapan para pengguna Hanzi tradisional atau para pembenci komunis Tiongkok.
Banyak yang mengira, penyederhanaan Hanzi itu buah karya pemerintah Beijing, salah besar. Penyederhanaan Hanzi sebenarnya sudah mulai ada di zaman dulu. Leluhur kita sudah mulai memikirkan penyederhanaan Hanzi. Sebagaimana kita ketahui bahwa bahasa Han (Tionghoa) itu terbagi atas 2 macam, klasik dan vernakular.
Klasik itu cuma monopoli orang-orang terpelajar, vernakular itu adalah bahasa yang dituturkan sehari-sehari oleh rakyat kecil. Klasik praktis tidak berkembang, sedangkan vernakular dinamis berkembang setiap masa. Kalau tidak ada vernakular, saya jamin jumlah karakter Hanzi itu takkan sebanyak sekarang (hampir 85000 karakter). Mengapa? Karena lewat tutur kata sehari2-lah baru karakter2 itu dapat ditemukan, diciptakan dan bertambah.
Tidak semua orang melek huruf di Tiongkok di zaman dulu, karena pendidikan hanya monopoli orang-orang terpandang, pejabat. Tata bahasa dan cara penulisan juga berbeda antara klasik dan vernakular. Klasik digunakan hanya untuk surat-menyurat dan literatur resmi, sedangkan vernakular digunakan dalam surat-menyurat pribadi. Nah, karakter sederhana sering digunakan di dalam tulisan vernakular. Karakter sederhana di literatur resmi setahu saya pernah muncul di dalam novel “Batas Air” karya Shi Nai-an dari zaman Dinasti Ming.
Jadi, fenomena penyederhanaan karakter Hanzi ini sudah mulai ada sejak zaman baheula. Salah satu revolusi penyederhanaan karakter Hanzi adalah di zaman Dinasti Qin, di mana Kaisar Qin Shihuang membakukan standar penulisan karakter Han. Perlu diketahui, ada beribu macam cara penulisan sebuah karakter di zaman sebelumnya, sewaktu Zaman
Negara-negara Berperang.
Lalu, point kedua mengenai jumlah karakter. Jumlah total karakter Han itu 85000 buah, yang sering digunakan hanya 3000-6000 karakter. Untuk dapat membaca koran secara lancar, seseorang perlu melek 3000 karakter.
Nah, berapa karakter yang disederhanakan oleh pemerintah Beijing?
Jawabnya 2200 karakter lebih. 2200 karakter ini kalau dibandingkan dengan 85000 karakter berapa prosentasenya? 2200 karakter ini secara goresan dan bentuknya, bedanya tidak lebih 25% bila dibandingkan dengan karakter tradisional. Memang, bagi saya yang melek tradisional, karakter sederhana itu sangat jelek kelihatannya. Namun, saya akui, bila menulis tangan, saya tak punya banyak waktu untuk menulis satu2 itu karakter tradisional. Terkadang, seni dan budaya harus diletakkan pada porsinya yang tepat. Saya lebih memilih menghemat waktu dan tenaga beberapa goresan. Efisiensi ekonomi dan waktu yang saya dapatkan, akan saya luangkan untuk menikmati seni dan budaya tadi.
Jadi, jumlah karakter sederhana sebenarnya hanya kecil prosentasenya dibanding dengan jumlah total karakter Hanzi. Lalu, kita harus membedakan waktu bekerja dan waktu menikmati karya seni. Jangan menulis kaligrafi sewaktu bekerja dan jangan bekerja sewaktu menulis kaligrafi. Boros waktu kerja dan tidak dapat berkonsentrasi menikmati seni.
Sampai pada pertanyaan mengenai karakter tradisional. Apakah karakter akan musnah atau dimuseumkan bila karakter sederhana diterima di seluruh dunia sebagai tata cara penulisan baku?
Tidak sesederhana itu. Karakter tradisional tetap akan punya nilai tersendiri, malah dengan populernya karakter sederhana, nilai karakter tradisional akan makin terangkat. Lagipula, karakter tradisional dan sederhana tidak banyak berbeda bila didalami lebih lanjut. Memang ada yang takut kalau karakter tradisional akan sama nasibnya dengan bahasa klasik (wenyan wen), namun justru inilah daya tarik bagi orang2 yang punya antusias di bidang ini. Sabda Konfusius itu bahasa klasik
semuanya, puisi Li Bai juga bahasa klasik. Memang sulit dimengerti, namun coba saja Konfusius bersabda atau puisi Li Bai ditulis dalam bahasa pasaran, tentu saja apresiasi kita akan berkurang.
Begitu saja dari saya.
Rinto Jiang
Budaya-Tionghoa.Net |Mailing List Budaya Tionghua | Facebook Group Budaya Tionghoa