Budaya-Tionghoa.Net | Hong Lou Meng 红楼梦 atau Dream of The Red Chamber atau impian Menara Merah adalah novel terbesar dalam sejarah sastra klasik Tiongkok. Bahkan ada yang menyebut novel karya Cao Xueqin dari dinasti Qing ini sebagai salah satu dari tiga puncak budaya Tiongkok. Meski novel ini sangat populer, bahkan sering dibuat opera dan film. Masyarakat umumnya tak mengetahui bahwa novel ini sebenarnya mengandung banyak rahasia.
|
Pertama-tama, novel ini sebenarnya adalah novel cacat. Hong Lou Meng yang beredar selama ini terdiri 120 bab. 80 bab awal adalah tulisan asli Cao Xueqin , sedangkan 40 bab akhir adalah tulisan Gao E, yang ditulis 20 tahun sesudah Cao. Versi 120 bab ini sangat populer di masyarakat. Namun akhir-akhir ini, banyak ahli yang meragukan 40 bab akhir yang ditulis Gao E. Mereka umumnya beranggapan, perkembangan cerita yang ditulis Gao tak sesuai dengan rencana awal penulis aslinya.
Sebenarnya, Cao telah selesai menulis seluruh cerita ini ( ada yang menduga 108 bab), tapi karena sesuatu hal, bagian akhirnya belum diterbitkan, dan akhirnya malah hilang. Namun, di kemudian hari banyak ditemukan catatan-catatan Cao mengenai skenario buku ini, dari sinilah para peneliti meraba-raba arah perkembangan cerita aslinya. Selain itu, dalam 80 bab awal buku ini, sebenarnya telah dicantumkan ramalan-ramalan nasib yang lengkap untuk para tokoh utamanya. Hanya saja, ramalan-ramalan ini semua ditulis dalam bahasa puisi yang simbolis, samar2, butuh interpretasi pembaca. Para ahlipun berusaha menafsir kembali makna puisi2 ini, untuk memastikan akhir kisah yang sebenarnya.
[Foto Ilustrasi by Admin : Sun Wen (1818-1904) via http://zhfx163.blog.163.com/blog/static/606421212010626399617/ , ” Lukisan dari masa dinasti Qing oleh seniman Sun Wen yang mengilustrasikan Hong Lou Meng “, Public Domain]
Kedua, banyak ditemukan kisah atau tokoh yang tidak jelas/janggal. Meskipun bukan berupa otobiografi, sebenarnya novel ini dilandasi pengalaman nyata penulisnya, tentang jatuh bangunnya keluarga besarnya, sebuah keluarga bangsawan dari dinasti Qing. Untuk menghindari sensor politik, penulis terpaksa menyamarkan Kisahnya, memindahkan setting ceritanya dari dinasti Qing ke dinasti Ming. Meski bukan novel politik, karena bercerita tentang keluarga pejabat penting, Cao mau tidak mau banyak menyinggung masalah pertarungan kekuasaan di istana.
Untuk menghindari pedang Penguasa, dia terpaksa menyamarkan berbagai peristiwa penting dengan bahasa2 simbolis, dengan sengaja mengaburkan banyak alur cerita. Bahkan, ada bagian yang sudah ditulis rampung terpaksa di revisi dan ditulis ulang. Revisi ini sering tidak tuntas, masih meninggalkan berbagai jejak tulisan awal, sehingga menampakkan ketidak sinkronan kisah, dan sering memperlihatkan kejanggalan-kejanggalan. Sekarang, banyak ahli yang berusaha menggali kembali, apa cerita sebenarnya dibalik Novel monumental ini..
Salam,
Zhou Fuyuan
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua