Budaya-Tionghoa.Net | Oey Mayling dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 25 Februari 1941 dari pasangan Oey Jang Hwat dan Ong Pik hwa. Myra Sidharta [2004 , p125-6] dalam “Dari Penjaja Tekstil Sampai Superwoman : Biografi Delapan Penulis ” — menyebut kualitas ibunya , yaitu Ong Pik Hwa sebagai “superwoman”. Ong Pik Hwa ini seorang wanita yang sanggup menangani majalah yang ditangani seorang diri tanpa melupakan tanggung jawabnya sebagai ibu. Sehingga tidak heran anak-anaknya pun berkualitas “super” seperti putri bungsunya , Oey Mayling .
|
Oey menempuh pendidikan di SMA Santa Ursula Bagian B dan lulus tahun 1959 . Setelah tidak diterima dijurusan Psikologi UI , Oey sempat berkerja di FEUI sebagai juru ketik selama lima tahun . Impiannya selama di bangku SMA adalah ke Belanda dengan naik kapal laut (Kompas , 2001) . Ternyata jalan hidupnya sudah menggariskan bahwa Oey ke Amerika Serikat.
Di tahun 1964 , Oey dengan bantuan salah satu staff The Ford Foundation berhasil mendapat beasiswa di Xavier College , Chicago . Oey mendapat biaya perjalanan dari beasiswa Fullbright yang hanya cukup untuk menempuh pendidikan selama empat tahun disana. Tetapi setelah mendapat BA sosiologi di tahun 1968 , Oey melanjutkan pendidikan di College of William and Marry (1968-1970) .
Menjelang lulus kuliah , Oey dalam kondisi harus keluar dari Amerika Serikat . Oey sudah bersiap kembali ke Indonesia dari New York sebelum gurunya menghubunginya untuk mencarikan beasiswa agar tetap bisa menyelesaikan kuliahnya. Oey akhirnya menyelesaikan pendidikan dan mulai mengajar di Fakultas Ekonomi Indonesia di tahun 1971. Setahun kemudian , Oey berangkat lagi ke Amerika Serikat untuk melanjutkan pendidikan di universitas bergengsi , Harvard University (1972-1974) . Tidak lama sesudah Oey di Harvard , ibunya (Ong Pik Hwa) meninggal dunia. Setelah menyelesaikan studinya , Oey kembali lagi mengajar di UI.
Di tahun 1976 , Oey sebagai ahli demografi yang saat itu duduk di Lembaga Pendidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) telah mengingatkan dalam satu ceramah bahwa penduduk yang besar akan mengekang pembangunan ekonomi , apalagi kalau sumber alamnya termasuk tidak banyak. Angkatan kerja di Indonesia akan berlipat dua kali dalam 30 tahun berikutnya , dari 43 juta menjadi 90 juta jiwa yang akan ditampung di tiga sektor utama seperti pertanian , pertambangan dan industri. Sementara kaum pengangguran pun akan terus bertambah dari 6 juta (1970) menjadi 10.8 juta (1985) . Oey kembali menekankan bahwa perkembangan penduduk lebih merupakan beban. Ketika seorang perserta seminar mempertanyakan kenapa Oey begitu pesimis . Oey menjawab “Tidak ada alasan untuk optimis”. Pemaparan Oey ini didukung juga oleh Dr Billy Joedono , direktur LPEMUI. (Tempo , 1976)
Di tahun 1982 , Oey menjadi orang Indonesia pertama yang meraih gelar Ph.D. dibidang demografi dari Australian National University dengan judul disertasi “The Impact Of Migration On Fertility : A Case Study Of Transmigrant In Lampung Indonesia” . Di tahun yang sama Oey menikah dengan Peter Gardiner , rekan satu almamaternya.
GURU BESAR DAN DISKRIMINASI GENDER
Di ditahun 2001 , Oey menjadi Guru Besar FE-UI yang pertama kali dari kaum perempuan , tiga puluh tahun sesudah karir awalnya mengajar di FE UI. Dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar FE-UI , Oey menekankan tentang diskriminasi terhadap perempuan dalam pidatonya yang berjudul “Mendobrak Langit-Langit Kaca” . Oey menekankan bahwa meskipun undang-undang mengakui kesetaraaan laki-laki dan perempuan di mata hukum, tetapi undang-undang ini menyebutkan pembagian peran suami sebagai kepala rumah tangga dan mencari nafkah sementara istri sebagai ibu rumah tangga yang mengurus rumah tangga .
Oey telah menggeluti persoalan diskriminasi jender sejak tahun 1978 menilai UU ini berdampak besar terhadap kesetaraan dan keadilan antara perempuan dan laki. Sebagai pegawai negri , wanita terhambat dengan sejumlah persyaratan khusus untuk mencapai golongan pegawai tinggi dan jabatan struktural. Dalam bidang gaji dan pajak , perempuan mendapat upah lebih rendah dan pajak lebih tinggi karena tidak menanggung beban keluarga. Di tingkat kelurahan , perempuan tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan karena yang mengikuti rapat warga adalah kepala keluarga. Ketidaksetaraan jender ini dinilai dapat mempersulit pencapaian tujuan pembangunan.
Walau banyak pihak yang menilainya layak menerima posisi sebagai Guru Besar , Oey tetap mempertanyakan apakah karena dirinya perempuan sehingga harus menunggu sampai dikatakan layak? Oey berharap bahwa di masa berikutnya , jalur karir bagai perempuan bisa lebih cepat dari yang dia alami (Kompas, 2001)
KESIBUKAN LAINNYA
Dalam situs Universitas Indonesia disebutkan bahwa setelah pengukuhannya menjadi Guru Besar , Professor Oey menjadi Ketua Senat Akademi dan Sekretaris Dewan Guru Besar FEUI untuk periode 2003-2007. Oey juga merupakan penulis yang produktif dan menjadi bahan rujukan bagi karya tulis lainnya.
Bersama dengan sejumlah kolega , Professor Oey mendirikan Insan Hitawasana Sejahtera (HIS) di tahun 1991 , dimana Prof Oey menjabat sebagai Direktur Eksekutif. HIS. Perusahaan ini berfokus pada riset ilmu sosial dan jasa konsultansi . Disini Oey juga berperan sebagai peneliti senior dalam kapasitas sebagai pemimpin tim riset dalam setiap proyek. Professor Oey juga menjadi member dari CSIS , Transparansi Internasional – Indonesia , Koalisi Perempuan , Suara Ibu Peduli , Gerakan Pemberdayaan Swara Perempuan , Dewan Riset Nasional dan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia. (Situs Universitas Indonesia)
Di tahun 2010 , Oey mewakili Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia untuk pertemuan Konferensi Tantangan Penduduk Lansia yang dilaksanakan di Beijing dan New Delhi. Oey mewakili Indonesia sebagai negara keempat terbesar dalam hal populasi yang pada gilirannya memiliki penduduk lansia dalam jumlah signifikan. Dalam Kompas (2010) , Oey menyatakan keprihatinan mengenai jumlah penelitian di Indonesia , dibandingkan di negara maju dimana data dapat diperoleh dengan mudah dan gratis , bukan saja oleh kalangan ilmuwan , tetapi juga kalangan mahasiswa . Keterbukaan akses data yang didukung dana publik dan dikembalikan lagi kepada rakyat untuk kemajuan rakyat. Oey tersinggung ketika data yang disarankan bukanlah dari BPS melainkan dari perusahaan Amerika Serikat , Indonesian Family Life Cycle. Walau tersinggung , Oey tidak dapat berkata-kata karena data dari perusahaan itu dibiayai oleh pajak AS dan tersedia di web secara gratis.
Dibulan Agustus 2011 , Oey bersama sejumlah guru besar UI lainnya menyatakan keprihatinan akan tindakan sepihak Rektor UI yang memberikan gelar kepada Raja Arab Saudi tanpa sepengetahuan civitas academica UI . (Tempo, 2011 ) Di bulan Januari tahun 2012 , Oey bersama guru besar perempuan Universitas Indonesia yang tergabung dalam PELITA (Perempuan Lintas Fakultas ) menyampaikan keprihatinan atas hasil audit BPK terhadap Universitas Indonesia. Para guru besar ini menggarisbawahi bahwa perguruan tinggi sebagai kekuatan moral harus memperjuangkan nilai kebenaran , keadilan dan kejujuran — karena itu harus terbebas dari kekuatan politik dan pengaruh apapun (Kompas , 2012)
Zhonghua Wenhua
Budaya-Tionghoa.Net |Mailing List Budaya Tionghua | Facebook Group Budaya Tionghoa