PERJUANGAN POLITIK DAN KESADARAN KLAS.
Dalam keadaan serupa itulah, di pabrik pabrik milik Negara, kaum buruh Tiongkok melancarkan perjuangan politiknya. Sejak awal, kaum buruh Tiongkok terlibat dalam gerakan massa yang diorganisasi oleh Partai Komunis Tiongkok: Gerakan ¡¨Tiga Anti¡¨, Gerakan ¡¨Lima Anti¡¨ pada awal ahun 50-an dan kemudian Gerakan Anti Kanan dan Gerakan Lompat Maju Kedepan pada tahun 1958. Kaum buruh memainkan peranan penting dalam pemindahan hak milik secara hukum dari kapitalis ke Negara . Dalam berbagai tahap selama pemindahan itu berlangsung, hubungan antara buruh dan kader di pabrik pabrik berbeda dengan hubungan yang ada dalam korporasi korporasi di Barat. Buruh bisa mengkritik kader kalau gaya memimpinnya jelek dan manajemennya salah. Di banyak tempat kerja, pada akhir tahun diadakan penilaian yang memberi buruh kesempatan uintuk menilai manajemen. Oleh karena itu, adillah kalau dikatakan bahwa otonomi kaum buruh dan demokrasi di tempat tempat kerja, di pabrik pabrik Tiongkok, bahkan sebelum Revolusi Besar Kebudayaan Proletar, jauh lebih maju dari pada di pabrik pabrik di negeri negeri kapitalis maju.
Tetapi sebelum RBKP mulai pada tahun 1966, terdapat masalah yang serius dalam hubungan antara buruh dan Partai Komunis Tiongkok yang mempunya kekuasaan dan kontrol dalam pabrik. Karena buruh mendapat hak hak dan tunjangan seperti disebut diatas,mereka, seperti juga orang orang penerima sumbangan murah hati, menjadi relatfi senang dan pasif. Mereka berterimakasih kepada Partai dan Negara atas semua yang mereka terima dan berpikir bahwa bekerja keras membangun negeri mereka adalah cara mereka untuk memperlihatkan rasa terima kasih itu. Khususnya bagi buruh buruh yang lebih tua yang bisa melihat perbedaan luar biasa antara pekerjaan di pabrik sebelum dan sesudah pembebasan. Rasa terima kasih terhadap Partai dan Negara diberikan kepada kader kader yang bertanggung jawab atas manajemen pabrik, yang mayoritas dari mereka terutama yang duduk ditingkat tinggi adalah anggota Partai Komunis.
Sepanjang sejarah feudalisme Tiongkok yang lama, pejabat pejabat Pemerintah selalu mempunyai kekuasaan penuh. Ideologi lama dan sudah ketinggalan jaman itu mempunyai (dan masin terus mempunyai) daya tahan dalam masyarakat baru dan bisa secara mudah dimanipulasi oleh pihak yang berkuasa untuk menegaskan kembali kontrolnya. Setelah pemindahan hak milik, kader kader yang mewakili Negara, mempunyai banyak kekuasaan dan wewenang. Kader kader baru sudah pasti berbeda dengan manajer manajer lama sebelum pembebasan: mereka , dengan berbagai cara, berusaha untuk membela kepentingan buruh. Tetapi, walaupun kaum buruh (petani dan sektor massa lainnya) turut serta dalam gerakan massa yang dipimpin oleh PKT selama tahun tahun 50-an dan awal 60-an, kesedaran klas kaum buruh masih tetap rendah. Buruh tidak sadar bahwa perubahan dalam hubungan produksi tidak terjamin setelah perpindahan hak milik ke Negara yang disahkan hukum dan mereka juga tidak sedar bahwa perjuangan politik terus berlangsung di tingkat tinggi PKT dan siapa yang menang dalam perjuangan itu akan menentukan arah transisi. Ini tidak bertentangan dengan apa yang dikatakan diatas bahwa demokrasi di pabrik pabrik Tiongkok jauh lebih maju dari pada demokrasi di pabrik pabrik negeri negeri Barat. Tetapi, sebelum RBKP, buruh tidak mempertanyakan atau menantang hubungan kekuasaan (hubungan dominasi-subordinasi) yang ada di pabrik.
Sementara itu, karena produksi industri meluas, antara awal tahun 50-an dan pertengahan tahun 60-an, jumlah buruh di perusahaan perusahaan milik Negara bertambah dengan cepat, lebih dari tiga kali lipat antara 1952 dan 1965. Karena produksi berkembang naik, peraturan menjadi lebih kaku. Pembagian kerja dalam pabrik mencerminkan pembagian kerja sosial dalam masyarakat pada umumnya. Tamatan Universitas dan Sekolah Teknik mendesain produk, mengembangkan teknologi dan menentukan proses kerja. Kader kader mengelola bengkel dan mengambil sebagian besar keputusan yang jarang mendapat tantangan dari buruh. Pabrik pabrik Tiongkok, seperti pabrik pabrik Soviet yang masih merupakan versi yang dimodifikasi dari pabrik pabrik modern yang ada di negeri negeri kapitalis, mulai berjalan dibawah satu hirarki kekuasaan dan kontrol.Adanya hirarki itu dibenarkan dengan alasan bahwa , pengelolaan satu pabrik tentu saja membutuhkan satu disiplin, maka manajemen perlu menegakan peraturan yang keras. Buruh tidak sedar bahwa kalau hirarki kekuasaan dan kontrol itu dibiarkan terus, kontradiksi pokok akan lebih berkembang dan akan menegasi kemajuan kemajuan yang sudah dicapai oleh kaum buruh Tiongkok sampai saat itu.
Proyek proyek kapitalis termasuk sistim kerja kontrak yang dilaksanakan sejak dimulainya reformasi , bukan berasal dari reformis reformis sekarang. Sejak awal tahun 50-an, Liu Shao-chi sudah mulai menjajakan kebaikan kebaikan dari sistim kerja kontrak. Satu esei dari ¡¨Labour Contract System Handbook¡¨ yang diterbitkan baru baru ini, mengungkapkan sejarah dari usaha Liu untuk membentuk buruh kontrak sementara di pabrik pabrik milik Negara. Esei itu menyatakan bahwa pada tahun 1962 Liu mengirim sebuah tim ke Soviet Unie untuk mempelajari sistim perburuhan mereka. Begitu mereka kembali dari Soviet Uni, mereka mengusulkan penterapan sistim kerja kontrak yang ditiru dari apa yang telah dijalankan di Soviet Uni. Tetapi, ketika perubahan itu akan dilaksanakan, Gerakan Melompat Maju Kedepan dimulai, sehingga pelaksanaan itu tertunda.
Esei itu melanjutkan dengan menyatakan bahwa pada awal tahun 60-an Liu berusaha lagi untuk merubah status kerja permanen dengan mengambil sistim ¡¨dua jalur¡¨: perusahaan harus mempekerjakan lebih banyak buruh sementara dan lebih sedikit buruh tetap dan pertambangan harus mempekerjakan petani sebagai buruh sementara. Kemudian, pada tahun 1965, Dewan Negara mengumumkan satu peraturan baru tentang pemerkejaan buruh sementara, dengan mengajukan bahwa harus dipekerjakan lebih banyak buruh sementara dari pada buruh tetap. Peraturan itu juga memberi wewenang kepada pabrik pabrik untuk menggunakan dana gajih yang diberikan untuk mengganti buruh tetap dengan buruh sementara. Sekali lagi menurut penulis esei itu, Revolusi Besar Kebudayaan Proletar menunda usaha Liu untuk merubah sistim perburuhan dan pada tahun 1971, sejumlah besar buruh sementara diberi status buruh tetap. (4). Walaupun Liu tidak dapat sepenuhnya melaksanakan reformasi perburuhannya,dia mempunyai ¡¨proyek proyek eksperimen¡¨ yang dijalankan disana sini, dan sebelum RBKP mulai, sejumlah besar buruh sementara sudah dipekerjakan.
Bertentangan dengan usaha Liu untuk menegakan kerja kontrak, Konstitusi Anshan merupakan satu usaha paling serius untuk merubah pengorganisasian kerja dan proses kerja ditempat kerja. Buruh di pabrik metalurgi Anshan mengambil inisiatif untuk meletakan peraturan baru untuk mengubah operasi yang ada ditempat kerja mereka. Pada tanggal 22 Maret 1960, Mao mengumumkan supaya peraturan baru itu digunakan sebagai panduan bagi operasi dalam perusahaan perusahaan Negara dan menamakannya Konstitusi Anshan. Konsitusi Anshan memuat element elemen yang paling pokok, juga langkah langkah kongkrit dalam merevolusionerkan pengorganisasian kerja dan proses kerja di perusahaan perusahaan milik Negara.
Ada 5 prinsip dalam Konstitusi Anshan: (1) Meletakan politik sebagai panglima, (2) Memperkuat kepemimpian Partai, (3) Melaksanakan gerakan massa yang kuat, (4) Mendorong secara sistimatis partisipasi kader dalam kerja produktif dan buruh dalam manajemen, (5) Mereformasi semua peraturan yang tidak masuk akal dan menjamin kerjasama erat antara buruh, kader dan teknisi dan mendorong dengan kuat revolusi dibidang teknik. (5). Prinsip prinsip dalam Konstitusi Anshan mewakili satu semangat untuk akhirnya menghapus secara bertahap kerja upah.
Tetapi, sebelum RBKP dimulai, pabrik pabrik hanya pura pura mendukung Konstitusi Anshan. Kalau manajemen mempunyai kontrol yang ketat atas proses pengambilan
keputusan dalam menjalankan pabrik, ia tidak melihat perlunya satu perubahan. Dipihak lain, kaum buruh yang sudah senang dengan hak hak dan tunjangan yang
diberikan Negara menganggap bahwa pekerjaan dan tunjangan yang diberikan itu akan langgeng. Perjuangan politik dalam PKT tentang arah transisi tercermin di
pabrik pabrik melalui perubahan dalam gajih dan politik pemekerjaan. Kadang kadang politik yang dikeluarkan dari atas mendorong pelaksanaan upah menurut harga borongan dan peluasan dalam mempekerjakan buruh sementara . Kemudian sering kali dalam gerakan massa, politik itu dikritik dan dibatalkan. Tetapi sebelum RBKP, buruh tidak mengerti alasan dibelakang pembatalan politik itu. Mereka tidak sedar bahwa Liu telah berkali-kali berusaha untuk menghapus status kerja tetap.
Tanpa Gerakan Melompat Maju Kedepan dan RBKP, Liu dan pendukungnya mungkin berhasil dalam usaha mereka untuk mencabut undang undang yang melindungi pekerja perusahaan perusahaan Negara. Kalau itu yang terjadi, status kerja tetap dan tunjangan yang diberikan kepada pegawai negeri sudah akan menjadi sejarah
puluhan tahun yang lalu.
Ketika kaum buruh ikut serta dalam gerakan massa pada tahun 50-an dan 60-an, kesedaran klas mereka perlahan-lahan naik, tetapi mereka tidak sedar, sampai meletusnya RBKP, bahwa setelah pemindahan hak milik atas alat produksi kepada Negara yang disyahkan oleh hukum , perjuangan klas terus berjalan. Selama RBKP berlangsung itulah, satu periode perjuangan politik yang intensif di pabrik pabrik dan masyarakat pada umumnya, diajukan banyak masalah masalah yang sangat penting. Buruh dan kader di pabrik pabrik secara terbuka mendiskusikan dan berdebat tentang banyak masalah yang penting seperti rangsangan materiel, partisipsi kader dalam kerja produksi, partisipasi buruh dalam manajemen dan peraturan peraturan di pabrik. Untuk pertama kali buruh di perusahaan perusahaan Negara Tiongkok mencengkam arti menempatkan politik sebagai panglima dan prinsip prinsip lainnya dari Konstitusi Anshan. Sejak Deng memulai reformnya, terutama setelah kerja kontrak menjadi undang undang pada tahun 1986, buruh Tiongkok menjadi sedar bahwa hak dan tunjangan yang diberikan dulu perlahan-lahan telah diambil kembali. Transformasi proletariat Tiongkok yang terjadi dalam 30 tahun itu, walaupun masih dalam fase awal, telah membuat pelaksanaan politik reformnya Deng sulit.