Budaya-Tionghoa.Net | Sebelum tahun 1975 (ketika Indonesia menginvasi Timor Timur) Timor Timur terdapat hampir sekitar 20.000 warga Tionghoa, sekarang hanya tersisa tak sampai 3000 orang dan ini adalah para warga yang kembali lagi ke Timor Timur setelah negeri ini mencapai kemedekaannya pada tahun 2002.
|
Seiring dengan perjalanan sejarah Timtim warga Tionghoa juga mengalami berbagai macam penderitaan dan kekerasan , namun mereka masih tetap percaya akan masa depan Timor Leste maka banyak yang kembali lagi ketika sesudah Timtim merdeka, tetapi kali ini mereka sekali lagi harus menyelamatkan diri dan keluar dari Dili. Warga Tionghoa sudah hidup berdampingan secara damai dan harmonis dengan penduduk asli Timor Leste sejak ratusan yang lalu dan banyak yang telah menikah menikah dengan penduduk setempat serta tidak pernah terjadi dalam sejarahnya timbul sentimen atau kerusuhuan anti Tionghoa disana.
Pulau Timor sejak abad ke 13 sudah dikunjung oleh pedagang Tionghoa dan tercatat dalam sejarah didalam kronik Tiongkok yaitu buku Cu-Fan Shih karangan Chao Yu Kua yang ditulis pada tahun 1225 (periode Dinasti Sung) disebutkan bahwa Pulau Tiwu (Timor) terletak di sebelah timur Tiongkalo (Madura) dan tanahnya sangat subur serta ini adalah catatan sejarah yang tertua yang tercatat mengenai Pulau Timor.
Pada jaman Dinasti Ming terdapat laporan yang ditulis pada tahun 1436 (Hsing Cha Sheng Lan ) tentang hubungan perdagangan yang lebih jelas mengenai hubungan antara Tiongkok dengan Pulau Timor, dimana disebutkan bahwa ada 12 pelabuhan dapat dikunjungi untuk mendapatkan kayu Cendana. Kayu Cendana ini diperdagangkan oleh penduduk setempat dengan cara menukarnya dengan barang-barang keramik , sutera dari Tiongkok dll, hingga kini banyak dijumpai keramik- keramik kuna yang ditemukan di Pulau Timor kronik-kronik Tiongkok juga menyebutkan bahwa raja-raja di Jawa dan Sumatera mengirim utusan ke Tiongkok sambil mempersembahkan kayu cendana .
Pedagang-pedagang Tionghoa yang datang berkunjung Timor untuk berdagang dan mencari kayu Cendana Putih (Sandalwood) akhirnya menetap di Timor dan menikah dengan penduduk setempat , salah satu pengaruh kebudayaan Tionghoa di Timor adalah cara menghitung dengan menggunakan simpul-simpul tali dan berkas anak panah yang masih dipertahankan di Timor.
Dalam legenda , cerita dan syair rakyat Timor disebutkan bahwa leluhur orang Belu yang berbahasa Tetun adalah berasal dari” Sina Mutin Malaka” (Cina Putih Malaka) yang berarti berasal dari orang Cina berkulit putih yang datang dari semenanjung Malaka dan kerajaan Belu (Wehali) adalah salah satu dari tiga kerajaan yang pernah berkuasa di Timor (Belu, Sonbai dan Likusaen), penduduk Kabupaten Kupang, Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Timor Tengah Utara menyatakan bahwa mereka berasa dari Belu yang semula dari “Sina Mutin Malaka”, kalau dilihat motif tenunan ikat dari Belu maka akan dijumpai ornamen-ornamen yang dipengaruhi oleh kebudayaan Tiongkok
[Foto Ilustrasi (added by Admin ) : “Foto Pernikahan di Timur Timur , di kota Liguica” , 10 Juni 2006 , Public Domain ]
Pada abad ke 16 bangsa Portugis datang ke Alor dan Timor melalui Malaka, sejak itu Portugis menyebarkan agama Katolik di sana dan menancapkan kekuasaannya di Timor Timur sampai pada tahun 1975 ketika Indonesia masuk dan menduduki Timor Timur.
Korban yang jatuh selama penyerbuan di Timor Timur itu bukan lagi penduduk asli setempat tetapi juga dari warga Tionghoa yang jadi korban kekerasan dan kebrutalan, pada hari pertama penyerbuan kekota Dili pada tanggal 7 Desember 1975 sekitar 500 warga Tionghoa yang meninggal menjadi korban kebrutalan (Asia Times, March 13, 1999) dan pada pertengahan tahun 1976, ketika pasukan Indonesia pada akhirnya berhasil merebut Liquica dan Maubara dari kontrol Fretilin, hampir semua anggota komunitas warga Tionghoa menemui nasib yang sama seperti saudaranya di Dili. (Ben Kiernan: War, Genocide and Resistance in East Timor, 1975-1999) .
Ironisnya bahwa aktor intelektual penyerbuan ke Timtim (Operasi Seroja) pada tahun 1975 itu adalah orang-orang Katolik sendiri seperti Jendral Benny Murdani dan CSIS (kelompok intelektual Tionghoa Katolik) yang dekat dengan Opsus-nya Ali Murtopo, sedangkan Menlu Indonesia pada waktu itu yaitu Adam Malik sendiri pada awalnya tidak mendukung ide tersebut dan operasi Seroja ini akhirnya dilaksanakan dan didukung oleh pemerintah Amerika (Ford-Kissinger).
Perlu diketahui bahwa pada waktu situasi dunia masih dalam kondisi perang dingin dan Amerika baru saja mengalami kekalahan di Vietnam (win the Battle but lost the War). Amerika dan Indonesia khawatir bahwa Timor Timur akan menjadi negara Cuba kedua dengan ideologi komunisnya dan warga Tionghoa di Timtim menjadi salah satu korbannya atau kambing hitam.
Pada bulan May 2006 , Timor Leste dalam keadaan tidak stabil dan 23 orang sudah terbunuh , dikalangan pemerintah sendiri terjadi persaingan antara Presiden Xanana Gusmao dengan Perdana Menteri Mari Alkatiri (seorang Muslim pendiri Fretilin dari keturunan Arab) sedangkan warga yang berasal dari Timor Leste bagian Barat dimana sebagian besar dari mereka yang kena dipecat dari dinas ketentaraan merasa didiskriminasi oleh warga dari Timor Leste Timur yang menguasai pemerintahan. Diharapkan dengan hadirnya pasukan multinasional dapat memulihkan keamanan segera di Dili.
Peranan warga Tionghoa di Timor Leste dibutuhkan dalam pembangunan ekonomi, dan seperti biasanya para warga Tionghoa yang dikenal ulet dan tidak sungkan untuk berkerja keras akan kembali lagi ke Timor Leste sekiranya situasi keamanan sudah pulih kembali dan melanjutkan pembangunan perekonomiannya.
Pada saat itu tidak ada warga Tionghoa yang diangkat dan duduk dalam kabinetnya Xanana Gusmao dan apakah dimasa depan akan berubah, lihat saja perkembangannya nanti, selain Australia banyak investor dari Macao, Hongkong, dan Taiwan serta dari Tiongkok daratan sendiri yang datang kesana untuk berinvestasi dan dalam hal ini warga Tionghoa Timor Leste dapat menjadi jembatan penghubungnya.
Golden Horde , 19487
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua | Facebook Group Budaya Tionghoa