Budaya-Tionghoa.Net | Bagian 3 – Kecemasan dan Harapan ( kwee pang )………….Sebelum memasuki bagian tiga ini, yang mana akan banyak unsur perhitungan atau ramalan, perlu kita ketahui bahwa salah satu fungsi ramalan itu adalah suatu upaya mencari keteraturan alam. Menafsir atau meramal itu dikenal dalam semua kebudayaan dan mengandung unsur kebijaksanaan ( profetik ). Hasil ramalan tidak selalu baik, unsur enak dan tidak enak harus diterima. Dalam budaya Tionghoa itu mengenal banyak metode untuk mengubah atau memiliki cara-cara untuk mengatasi tidak enak itu. Manusia saat menatap masa depan, selalu memiliki kecemasan dan harapan, citra dan idealitas. Begitu pula orang tua yang selalu memiliki kecemasan dan harapan akan masa depan anak itu.
|
Perlu juga kita garisbawahi bahwa persentase anak untuk memasuki jenjang dewasa pada masa lampau itu kecil, tidak seperti sekarang ini. Dan bagi anak yang menderita penyakit, harapan dilimpahkan kepada para dewa untuk mengatasi rasa cemas orang tua. Dus bukan berarti tahayul, tapi sudah memasuki ranah belief system dari kepercayaan orang Tionghoa. Dan belief system ini berjalan ribuan tahun yang bertujuan menjaga keteraturan atau mencari keteraturan itu sendiri yang merupakan system simbolik.
System simbolik adalah mediasi antara tataran abstraksi dan ekspresi dalam hidup, yang memiliki 3 bagian yaitu domain ekspresi, system simbolik dan domain abstraksi ( konseptual atau metafisik ).
Proses untuk diangkat menjadi anak angkat dewata juga tidak selalu harus berdasarkan hasil peramalan,bisa juga karena ingin anaknya bisa tumbuh sehat dan memasuki jenjang dewasa dengan selamat, anaknya bisa menjadi anak yang berahlak mulia, karena sakit-sakitan melulu.
Anak bisa diangkat menjadi anak angkat dewa dengan ramalan, salah satu alasan adalah adanya ketidak harmonisan bazi atau 8 aksara yang menjadi 4 pilar, salah satu basis utama ilmu peramalan Tiongkok. Yangperlu diketahui bahwa system bazi ini lahir pada masa jaman Song dengan nama Ziping Bazixue 子平八字學 oleh Xu Ziping 徐子平 yang berbasiskan tiangan dan dizhi 天干地支, yinyang 陰陽 dan lima unsur hubungan 五行. Sistem perhitungan yang amat kompleks dan biasanya mereka yang mengalami ketidakseimbangan itu tidak melulu harus diangkat anak oleh dewata, bisa juga dicari pasutri yang unsurnya bisa menambah atau menguatkan kelemahan dari unsur anak itu, mencari posisi shensha 神煞 yang ideal bagi anak atau juga demi keharmonisan keluarga besar. Selain hal ini, juga sering digunakan terhadap anak gadis yang memiliki garis tangan putus 斷掌 atau yang bisa dikatakan adalah tipe wanita yang mandiri dan berkarakter keras. Ada pula untuk menghindari xiaer guansha 小兒關煞 yang bisa dilihat di tongshu 通書. Dimana xiaoer guansha adalah proses alami yang dialami anak hingga mencapai usia dewasa.
Pada umumnya system anak angkat dengan dewata ini hanya berlaku hingga umur 16 tahun atau memasuki usia 21 tahun, bisa juga saat menikah. Selewat itu, anak dianggap berhasil melewati kondisi berbahaya dan berhasil selamat memasuki usia dewasa dan hubungan itu terputus seketika. Ini terkait dengan ritual akil balig dan ritual dewasa.
Perlu diketahui bahwa ritual yang dilakukan oleh para anak-anak itu dilakukan dua kali, yang pertama adalah saat memasuki usia 12-14 tahun dan kemudian memasuki 16-21 tahun atau juga saat menikah. Karena itu sebenarnya ada salah kaprah bahwa apa yang dilakukan di Tangerang, yaitu upacara ciotao 上頭 bukanlah upacara pernikahan tapi sebenarnya upacara kedewasaan bagi si gadis, yang dianggap bahwa mereka yang menikah adalah mereka yang dewasa. Pada jaman dahulu, jika memasuki usia 21 tahun belum menikah, maka upacara itu juga tetap dilakukan, sebagai perlambang dewasa. BERSAMBUNG…………………………….
Ardian Cangianto
Budaya-Tionghoa.Net | Facebook Group Budaya Tionghoa