Didi Kwartanada
NABIL SOCIETY – JURUSAN HI, FISIP UNIV. KATOLIK PARAHYANGAN – HARIAN KOMPAS
Selasa, 8 Mei, 2012, pkl. 09.30 – 12.30.
Ruang Mgr GEISE (3110), Univ Parahyangan Bandung
“PERAN KEMAJUAN BAGI KEMAJUAN BANGSA”
Indonesia adalah bangsa yang unik, karena selain terdiri dari banyak suku dan bahasa ia juga merangkum berbagai kebudayaan yang tumbuh di dalamnya. Tercatat sekitar 300 bahasa daerah yang dijadikan media komunikasi antar penduduknya. Meskipun begitu, bahasa Indonesia menjadi bahasa nasional yang dapat dijadikan sebagai media komunikasi antara suku dan bangsa yang ada di dalamnya. Secara geografis, wilayah Indonesia terbentang dari Aceh sampai Papua yang jika dicarikan analoginya persis dengan jarak wilayah antara Iran sampai Perancis. Suatu wilayah yang sangat luas dengan berbagai ragam budaya yang beraneka warna.
Meski Indonesia memiliki kebudayaan yang beranekaragam namun kebudayaan khusus tersebut belum benar-benar menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang tangguh dengan segenap pencapaian dan prestasi yang membanggakan. Sebut saja misalnya dalam persoalan pendidikan, sampai saat ini meski sarjana lulusan perguruan tinggi kian bertambah, namun tetap saja pengangguran terjadi di mana-mana, bukan karena tidak ada lapangan pekerjaan, melainkan karena pendidikan yang mereka ikuti tidak tepat guna (link and match) dengan kebutuhan dunia kerja. Lulusan yang banyak itu tidak memiliki keahlian khusus sehingga terputus dari kebutuuhan nyata di masyarakat.
St. Sularto dalam buku Syukur Tiada Akhir Jejak Langkah Jakob Oetama (Kompas, 2011) mengelaborasi dengan sangat menarik hasil penelitian Universitas Harvard pada tahun 1999 yang kemudian dibukukan dan disunting oleh Lawrence E. Harrison dan Samuel P. Huntington dengan judul Culture Matters: How Values Shape Human Progress. Dalam buku ini, Huntington menekankan bahwa kebudayaan memiliki peran sangat signifikan dalam memajukan atau menurunkan kualitas hidup suatu bangsa. Ia mencontohkan bagaimana Korea Selatan yang memiliki budaya hemat, rajin menabung, serta kerja keras, dapat meloncat jauh meninggalkan Ghana yang memiliki budaya malas-malasan, boros dan tidak rajin menabung, sedangkan pada tahun 1960-an masih berada dalam kondisi ekonomi yang serupa.
Mengetahui bahwa budaya berpengaruh signifikan bagi kemajuan sebuah bangsa, maka satu persoalan dapat diajukan. Mengapa Indonesia yang memiliki kebudayaan khusus, seperti Ignas Kleden katakan, tidak mendorong kemajuan bangsa Indonesia sendiri? Bagaimana sesungguhnya kebudayaan Indonesia? Sampai sejauh mana sebenarnya faktor-faktor budaya membentuk perkembangan ekonomi dan politik Indonesia? Jika budaya memang memiliki andil, lantas bagaimana hambatan budaya terhadap perkembangan ekonomi dan politik dapat dihilangkan atau diubah guna memfasilitasi kemajuan?
Yayasan Nabil yang dimotori oleh Drs. Eddie Lembong mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan kritis tersebut dengan berusaha mempopulerkan istilah “Cross Cultural Fertilization†yang artinya bahwa untuk memajukan Indonesia kita harus dapat melakukan “penyerbukan silang antar budaya†yang ada di Indonesia sendiri (lihat detilnya dalam biografi beliau yang ditulis Bonnie Triyana, 2011). Jadi saripati-saripati budaya yang berkualitas dan memiliki nilai dorong kemajuan dapat diserbukkan dengan nilai-nilai budaya lain yang terdapat di bumi Indonesia ini. Diharapkan dengan “penyerbukan silang antar budaya†tersebut, Indonesia akan tampil menjadi bangsa besar yang disegani oleh bangsa-bangsa lainnya. “Penyerbukan Silang Antarbudaya (Cross Cultural Fertilization) adalah jalan terbaik untuk bisa mengatasi persoalan budaya yang membuat bangsa Indonesia belum beranjak dari ketertinggalannya. Dengan jalan penyerbukan silang antarbudaya, etos kerja positif yang dimiliki satu kelompok bisa diambil dan diterapkan sehingga melahirkan sebuah budaya baru, etos baru dalam bingkai bangsa dan negara Indonesia. Apalagi Indonesia dikenal sebagai bangsa yang majemuk dengan tingkat keberagaman yang tinggi (Eddie Lembong, 2011: 9)
Hal serupa disampaikan juga oleh Jakob Oetama dari KOMPAS yaitu “Kita perlu membahas pembangunan kebudayaan dikaitkan dengan upaya memperbaiki kemampuan. Kemampuan untuk apa? Untuk recovery, bangkit dari kondisi serba krisis dan kritis. Bangkit untuk memperbaiki kehidupan bersama. Bangkit untuk kesejahteraan, yakni kebebasan, keadilan, solidaritas†(Jakob Oetama, 2011: 390)
Untuk mewujudkan harapan tersebut, Nabil Society, satu unit organisasi yang berada di bawah naungan Yayasan Nabil, bekerjasama dengan Jurusan Hubungan Internasional Universitas Katolik Parahyangan dan Harian Kompas berencana mengadakan seminar publik “Peran Kebudayaan untuk Kemajuan Bangsa†pada 8 Mei 2012, pkl. 09.30 – 12.30. dengan menghadirkan para pembicara Dr. Yudi Latif (Reform Institute) “Cross Cultural Fertilization Untuk Kemajuan Bangsaâ€, Dr. Yasraf Amir Pilliang (Institute Teknologi Bandung) “Cross Cultural Fertilization Sebagai Titik-Temu Kebudayaan Indonesiaâ€, Arie Indra Chandra, Drs.,M.Si (FISIP Universitas Katolik Parahyangan) “Peran Kebudayaan untuk Kemajuan Bangsaâ€.
Untuk informasi lebih lanjut terkait acara ini, dapat menghubungi kami di email: yayasan_nabil@… atau lewat telp di 0812-1887988 (a.n. Aan Rukmana/Ketua Harian Nabil Society) atau 0818-09812376 (Iis/Unpar)
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/message/61738