Budaya-Tionghoa.Net | Bhe Biauw Coan [1][1826-1904] sangat terkenal di Semarang, sebagai salah satu orang terkaya selain Oey Tiong Ham. [Post , 2009] . Asal usul Bhe Biauw Tjoan dapat ditelusuri dari ayahnya yang bernama Be Ing Tjoe (1803-1857) yang menikah dengan Tjoa Tjoe Nio (1803-1848). Be Ing Tjoe sendiri berasal dari Tjiang Tjioe – Fukien. Di tahun 1824 Bhe Ing Tjoe menikah dengan putri dari keluarga Tan dan menjadi asisten dari perkebunan opium besar milik Tan Tiang Tjing yang saat itu menjabat sebagai kapitan di Semarang. Di tahun 1839 , Bhe Ing Tjoe dipromosikan menjadi Kapitan dan tiga tahun berikutnya menjadi Mayor Purworejo. Setelah pindah ke Batavia di tahun 1855 , Bhe Ing Tjoe meninggal dunia di tahun 1857.
|
Bhe Biauw Tjoan sebagai anak tertua Bhe Ing Tjoe menjadi Letnan (1845) , dipromosikan menjadi Kapitan (1853) dan Mayor (1860) . Bhe Ik Sam sebagai anak kedua menjadi Kapitan di Bagelen (1862-1864) . Dua bersaudara ini membentuk kongsi dan mengontrol perkebunan opium di kawasan mereka. Akan tetapi di tahun 1864 mereka ditemukan bersalah dan malapraktek sehingga gelarnya dicabut (Rush , p77 : Post , p51).
Dengan posisinya sebagai mayor , kongsi Bhe mendominasi bisnis opium di Jawa Tengah , melakukan penawaran agresif dalam lelang dan membanjiri pasar dengan opium murah di pasar gelap. Di tahun 1865 , pasca pemecatan , muncul keluhan formal tentang aktivitas kongsi Bhe dalam pasar gelap di teritorialnya . Tio Siong Mo dalam hal ini kalah dalam “peperangan” ini dan merana di penjara dan kekuatan Bhe bangkit kembali. Dia diangkat kembali menjadi Mayor di Semarang (1873) dan terus menjabat sampai wafatnya di tahun 1904. (Rush , p78 : Post , p52).
Dalam buku “Regerings Almanak” dari Hindia Belanda yang sebenarnya ditulis sejak tahun 1650-an sampai di akhir masa penjajahan Belanda yaitu tahun 1942. Ada beberapa orang dari marga Bhe yang menjadi Kapten atau Letnan atau Mayor di daerah Jawa Tengah dimana Bhe Biauw Tjoan menjadi kapten kehormatan (titulair) di Semarang pada tahun 1854. [2]
Dengan kemampuan finansialnya yang besar , Bhe mulai terjun ke bisnis lain termasuk gula dan beberapa kapal. Menjelang akhir abad 19 , kemashurannya sudah mencapai kawasan Asia Tenggara sampai Raja Siam (Thailand) saat mengunjungi pulau Jawa menginap di Kebon Dalem [3] tempat keluarga Bhe berada. Bhe sendiri menerima gelar “The Knight of the White Elephant” dari Siam. Dalam budaya Jawa , kata “Dalem” berarti tempat tinggal pangeran Jawa atau pejabat tinggi (Houben 1994 , p362)
Dalam kehidupan pribadinya , Bhe bersama istrinya , Tan Ndjiang Nio hanya memiliki satu anak kandung perempuan dan akhirnya mereka mengadopsi tiga anak yaitu Bhe Kwat Yoe , Bhe Kwat Khing dan Bhe Kwat Ling.[4] Bhe meninggal pada tanggal 28 Juni 1904 dan di Semarang ada jalan yang menggunakan namanya , yaitu jalan “Be Biauw Tjoan Weg” di daerah Kampung Kali , Semarang.
REFERENSI :
Haryono ,S. 19 Maret 2012 , “Keluarga Bhe ( Ma) di Semarang masa kolonial Belanda” , Budaya Tionghoa ,
Rush , J. 2007 , “Opium to Java : Revenue Farming and Chinese Enterprise in Colonial”
Post , P. 2009 , “ Java’s Capitan Cina and Javanese Royal Families Status , modernity and Power Major-titular Be Kwat Koen and Mangkunegoro VII “ , Jurnal of Asia Pasific Studies , Waseda University ,
[1] Alternatif tulisan namanya : Bhe Biauw Coan , Bhe Biauw Tjoan , Be Biauw Tjoan
[2] http://web.budaya-tionghoa.net/tokoh-a-diaspora/sejarah-tionghoa/1805-keluarga-bhe-ma-di-semarang-masa-kolonial-belanda
[4] Bhe Kwat Ling sesungguhnya adalah anak Bhe Ik Sam alias keponakan sendiri yang di adopsi Bhe Biauw Tjoan
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua | Facebook Group Budaya Tionghoa