CHINA TOWN MODERN
Tetapi pandangan ini mengalami perubahan sekarang, seiring dengan status dan pengaruh Tiongkok di panggung dunia. Apresiasi terhadap bahasa dan kebudayaan Tionghoa mulai tumbuh di beberapa negara, seperti di Korea Selatan yang sebelumnya mendiskriminasi warga Tionghoanya dan sekarang mulai membangun Chinatown kembali yang sebelumnya telah punah (seperti di Incheon), dimana Tiongkok sekarang adalah partner dagang yang terbesar Korea Selatan, melampaui volume perdagangan dengan Amerika Serikat.
Maka Korea Selatan berkepentingan memelihara h ubungan baiknya (ekonomi, politik dan budaya) dengan Tiongkok dan malah banyak mahasiswanya yang belajar di Tiongkok, sesudah Amerika yang menjadi tujuan negara untuk melanjutkan pendidikan tingginya, demikian juga dengan beberapa negara lainnya yang telah mengubah pandangan dan kebijaksanaan politiknya terhadap etnis minoritas warga Tionghoa yang sering dengan keliru mengkaitkannya dengan negara Tiongkok.
Di Timur Tengah-pun akan dibangun Chinatown yang modern seperti yang akan dibangun di Dubai, Uni Arab Emirat. Chinatown modern ini dibangun pada tahun 1984 diatas lahan 34 ha yang dinamakan Distribution Center for Chinese Commodity (Dubai), dengan biaya investasi sebesar $300 juta dan dapat menampung sekitar 4000 perusahan Tiongkok, lengkap dengan shopping mall, apartment dan fasilitas lainny
Dubai dikenal sebagai pelabuhan bebas (free port for entreport trade), dan serng dijuluki sebagai Hongkong-nya Timur Tengah. Proyek ini adalah proyek kerja sama antara pemerintah Tiongkok dengan Uni Emirat Arab, yang akan berfungsi sebagai ajang promosi barang-barang ekspor Tingkok ke Timur Tengah dengan penduduknya yang berjumlah sekitar 400 juta orang (People’s Daily, April 08, 2004).
Apakah Chinatown-Chinatown modern ini akan dapat berfungsi seperti dengan Chinatown lainnya yang berkembang secara alamiah, harus dilihat nanti hasilnya, karena Chinatown modern yang tumbuh belakangan ini, dibuat secara artifisial atau sintetis. Kadang- kadang Chinatown ini dibuat sebagai “marketing gimmick”, seperti kawasan “kampoeng Cina” di real estate Kota Wisata, Cibubur, Jakarta.
Tumbuhnya Chinatown tradisionil di negara-negara Asia Tenggara awalnya pertama-tama terletak pada kota-kota sekitar pelabuhan, dimana orang Tionghoa datang untuk pertama kalinya datang ke negeri baru itu, sebagai pedagang, tenaga buruh pertambangan atau kuli, dll, seperti di Batavia, Semarang, Medan, Bangka, Kalimantan Barat, Malaka, Manila, Saigon (Ho Chi Minh City), Singapura, Bangkok, dll. Biasanya Chinatown terletak di lokasi berdekatan dengan pelabuhan yang harga sewa atau belinya (bangunan atau tanah) relatif murah , kadang-kadang malah berdekatan dengan kawasan lampu merah kota pelabuhan seperti Chinatown di Belanda, Amsterdam (Zeedijk).
Chinatown di Asia Tenggara mempunyai ciri-ciri khas bangunan (terutama gaya atapnya) yang mengikuti gaya arsitektur Tionghoa, yaitu rumah deret yang berhimpitan dan hampir tanpa halaman samping, seperti bangunan Ruko sekarang atau bangunan modern Town Houses yang bertingkat dua, sedangkan bangunan-bangunan Chinatown di negara lainnya seperti di Amerika dan Eropah, pada umumnya mereka membeli, mengontrak atau menyewa bangunan yang telah ada dan jarang pada awalnya membangun sendiri seperti Chinatown di Asia Tenggara, sehingga bangunan di Chinatown mereka arsitekturnya sama dengan bangunan lainnya yang sudah ada, kecuali hiasan, dekorasi, tulisan mandarin, warna, ornamen dan simbol budaya Tionghoa lainnya, misalnya Chinatown di San Francisco.Tetapi ini bukan berarti tidak ada sama sekali bangunan yang bergaya arsitektur Tionghoa disana.
[Foto Ilustrasi : Wikimedia , “China Town di San Fransisco ” , This file is licensed under the Creative Commons Attribution-Share Alike 1.0 Generic license.]
Di Kanada dan Amerika, karena banyak pendatang relatif baru yang beruang yang berasal dari Hongkong dan Taiwan, maka banyak dari mereka yang tinggal di kawasan pemukiman-pemukiman Chinatown modern dan mahal, terpisah antara tempat tinggal dan kerjanya, jadi bukan Chinatown dalam pengertian klasik lagi.
[Foto Ilustrasi : Arnold C (Buchanan-Hermit) , ” China Town Modern , Radisson President Hotel , Richmond , Canada ” , 1 May 2006 ]
Secara tradisionil, tempat tinggalnya sekaligus merangkap sebagai tempatnya berdagang juga, jadi dua fungsi (rumah dan tempat berkerja) digabung satu. Halaman rumah biasanya hampi tidak ada, karena langsung menghadap jalanan, kalau ada ruangan terbuka maka diletakkan di tengah (cemceh) atau belakang rumah.
Dengan demikian mereka dapat berhemat tanpa mengeluarkan uang lagi untuk biaya transportasi perjalanan dan dapat membuka tokonya sampai jauh malam tanpa batas waktu kerja, serta anggauta keluarga lainnya dapat dilibatkan dalam kegiatan usaha dagangnya.
Pemukiman orang Tonghoa di Chinatown tradisionil ini biasanya mempunyai kepadatan tinggi dan kadang-kadang kondisi sanitasi dan hygeninya buruk. Di rumah ini suka dijumpai sejenis industri kecil atau home industry.
Ciri-ciri khas lainnya dari Chinatown tradisionil adalah selalu sibuk, padat dengan manusia dan bangunan, agak kotor, bau hio dan masakan, penuh warna-warni, berisik, tetapi skalanya tetap manusiawi, karena semuanya dapat dicapai dengan berjalan kaki dan bernuansa eksotis serta unik
Biasanya didalam kawasaan Chinatown tradisionil tersebut, dibangun semua fasilitas pendukungnya seperti, kelenteng, sekolahan, toko buku, pusat perbelanjaan, klinik, toko obat, bioskop, pasar, pusat jajan, dll. Jadi benar-benar seperti perkampungan mini seperti di Tiongkok, dalam skala kecil. Disini mereka dapat memelihara identitas budayanya dan berinteraksi sesamanya serta saling mendukung.
BAB IV