Budaya-Tionghoa.Net | Prof Li Jinming , dari Universitas Xiamen dalam tulisannya di China Daily menegaskan bahwa Kepulauan (di Laut China Selatan) adalah milik Tiongkok. Insiden yang terjadi di pulau Huangyan bulan lalu memicu ketegangan antara Tiongkok dan Filipina. Sebelumnya Filipina tidak pernah mempersengkatakan kedaulatan Tiongkok atas pulau itu sampai dengan tahun 1997. Peta sebelumnya di tahun 1978 yang disetujui PNA (Phillipines National Mapping) dan Resource Information Authority — menempatkan pulau Huangyang diluar batas wilayah Filipina.
|
Di tahun 1997 , Angkatan Laut Filipina mencegat dua kapal yang membawa sebuah grup radio amatir dari Tiongkok , Jepang dan Amerika Serikat yang berencana untuk ekspedisi ke pulau tersebut. Manila meletakkan klaimnya berdasarkan proksimitas dan menekankan bahwa pulau tersebut berada dalam zone ekonomi eksklusif. Konvensi PBB atas hukum maritim membolehkan sebuah negara untuk mengklaim zone ekonomi eksklusif sejauh 200 mil dari garis pantai , tetapi tidak berhak untuk merubah kepemilikan teritorial begitu saja.
Sementara Filipina mendasarkan klaimnya atas zone ekonomi eksklusif , Tiongkok menekankan klaim berdasarkan aspek legal . Di tahun 1935 , pemerintah Tiongkok saat itu memasukkan pulau tersebut dengan nama Scarborough Shoal sebagai bagian dari pulau Zhongsha kedalam wilayah Tiongkok. Di tahun 1947 , pemerintah ROC mengumumkan daftar terbaru kepulauan di Laut China Selatan yang juga memasukan Scarborough Shoal dan menggantinya dengan nama “Democratic Reef” . Di tahun 1983 , pemerintah RRT (PRC) menggunakan nama Huangyan sebagai nama standar.
Di tahun 1997 , Hakim Eliodoro Ubiadas membatalkan kasus nelayan Tiongkok yang dituduh memasuki wilayah Filipina tanpa ijin. Zone ekonomi eksklusif memungkinkan terjadinya tumpang tindih klaim wilayah dengan negara tetangga . Perbatasan bersama ini harus ditentukan melalui persetujuan dan kesepakatan antara negara-negara yang terlibat. Karenanya tuduhan terhadap nelayan Tiongkok itu tidak memiliki dasar hukum yang kuat karena belum ada persetujuan antara kedua negara.
Menurut Li Jiming , Filipina masih melanjutkan usaha untuk meningkatkan ketegangan . Misalnya , Filipina mendeklasikan secara uniteral akan membawa permasalahan sengketa ke International Tribunal for the Law of the Sea dan telah mengkonfirmasi rencana untuk membuka sekolah dasar di pulau Zhongye yang menjadi bagian dari kepulauan Nansha milik Tiongkok. Dengan cara ini Filipina berusaha untuk mengalihkan klaim kedaulatan menjadi kenyataan dan memperkuat sentimen nasionalism. Filipina juga berusaha untuk merangkul ASEAN guna menentang Tiongkok.
Li Jinming berpendapat bahwa konfrontasi antar kedua negara ini menguntungkan Tiongkok karena Tiongkok punya perlengkapan yang lebih baik dari Filipina. Jika Filipina menarik kapal perangnya , Tiongkok seharusnya memblok kawasan laguna dan mengirim tim konstruksi dan perlengkapan untuk membangun mercusuar ; tempat berteduh bagi nelayan dan post militer. Jika infrastruktur sudah siap , tentara dapat bermarkas dipulau tersebut dan menjaga kedaulatan negara dan kepentingan maritim dikawasan tersebut.
Dirangkum dari tulisan Professor Li Jinming – China Daily
Budaya-Tionghoa.Net | Facebook Group Tionghua Bersatu