Tanya : Rekan-rekan, minta masukan buat nama Tionghoa untuk anak laki-laki lahir pada bulan Januari. Tanpa marga dan mengesampingkan shio/tahun dan tanggal lahir. Namanya mencerminkan anak innocent dan calon penghuni surga Firdaus, karena nama belakang keluarga adalah Firdaus. Adakah syarat2 tertentu untuk memutuskan/menghilangkan marga terdahulu dan membuat marga baru?? Terima kasih
Budaya-Tionghoa.Net | Saya kira, marga diciptakan oleh leluhur Tionghoa kuno untuk menekankan kelangsungan garis keturunan sebuah keluarga. Mengadopsi marga ayah di dalam kebudayaan Tionghoa yang patrilineal sudah menjadi satu tradisi, kalau bukan disebut keharusan. Namun, apakah ini tidak ada kecualinya? Tentu saja ada.
|
Sebenarnya, masalah mengadopsi marga bukan hanya semata2 menunjukkan bahwa si anu itu anak dari si ana, namun lebih luas mencakup:
1. Nilai penghormatan kepada keluarga dan leluhur
2. Simbol kebanggaan dan identitas
3. Memudahkan untuk melacak kampung halaman, garis silsilah sampai kepada beberapa ratus tahun yang lalu
4. Menentukan jauh dekatnya hubungan darah (orang semarga dilarang menikah)
Untuk mengganti marga, dulu mungkin lebih sulit karena tradisi masih dipegang erat, karena mengganti marga, tidak mengikuti marga orang tua merupakan melambangkan sikap tidak berbakti, namun tetap saja ada pengecualian.
Setahu saya, di dalam sejarah Tiongkok, penggantian marga di zaman dulu dapat terealisasi bila:
1. Marga baru diberikan orang tua, artinya orang tua menyetujuinya (leluhur marga Jiang dari klan Liugui mendapatkan marganya dari ayahnya yang bermarga Weng)
2. Mendapat marga baru dari Kaisar (Cheng Ho mendapatkan marga Cheng dari kekaisaran)
3. Mengubah marga sendiri karena keselamatan keluarga terancam (seorang pembunuh yang gagal melakukan percobaan pembunuhan terhadap Qin Shihuang mengubah marga menjadi Diwu demi meyelamatkan diri)
4. Mengadopsi marga keluarga angkat
5. Istri dianggap sebagai keluarga suami, dan harus mengadopsi marga suami (Song Meiling, istri Chiang Kaishek sering disebut sebagai Chiang Soong Meiling)
Di zaman Hindia Belanda dan awal kemerdekaan banyak dari orang2 Tionghoa di pedesaan yang menikah, namun tidak mendaftarkan secara resmi ke kantor catatan sipil. Secara hukum, pernikahan seperti ini tidak dianggap legal oleh pemerintah. Oleh karena itu, dalam membuat akte kelahiran anak dari pasangan seperti itu, marga sang anak tidak diperbolehkan mengikuti marga sang ayah, melainkan marga sang ibu. Orang tua saya adalah salah satu contoh nyata.
Begitu dulu penjelasan saya.
Rinto Jiang
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua