Budaya-Tionghoa.Net| Abstrak : Beberapa konsep sebagai bentuk filosofi yang berkembang di kalangan rakyat masih terus-menerus diyakini oleh etnis Tionghoa di Indonesia, mempengaruhi persepsi mereka tentang lingkungan buatan. Ini merupakan upaya untuk menyelaraskan alam semesta dengan manusia selama pembangunan lingkungan buatan. Bertujuan pada harmonisasi bangunan dengan alam dan alam semesta, makro-kosmos diproyeksikan ke dalam mikro-kosmos ruang bangunan.
|
Apa latar belakang dari pandangan semacam ini? Metoda yang digunakan dalam riset ini adalah hermeunetik, semiotic, dan strukturalisme. Melalui penelitian literature yang ekstensif dan dikombinasikan dengan analisis arsitektur, makalah ini akan menjelaskan secara singkat, dari sudut pandang antropologi budaya, ide-ide tertentu yang masih mempengaruhi opini masyarakat.
Berdasar pada konsep kosmologi Tionghoa, yang berubah seiring dengan sejarah peradaban Tiongkok, ide-ide tersebut diadopsi dan dipercaya sebagai pandangan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai masyarakat yang pragmatis, konsep yang rumit tersebut ditekan dan mengkristal menjadi pola praktis dan ringkas, sederhana penerapannya bagi mereka yang percaya.
Kata kunci : filosofi arsitektur Tiongkok, kosmologi, budaya, ruang, fengshui.
Beberapa etnis Tionghoa di Indonesia masih terus-menerus percaya pada konsep fengshui untuk mengkaji situs hunian atau bangunan, meskipun tidak seluruh masyarakat mematuhinya. Beberapa ada pula yang skeptik, namun keyakinan tersebut kini diadopsi juga oleh masyarakat Indonesia dan telah menjadi subjek penting yang harus dipertimbangkan dalam desain oleh arsitek, pengembang, dan konsumen. Beberapa pihak, pengiklan, agen pemasaran, juga konsumen dapat dengan fasih menggunakan istilah-istilah fengshui dalam pembicaraan mereka dan pengambilan keputusan.
Trend baru-baru ini, sebagian besar orang hanya fokus pada pembicaraan fengshui untuk tempat tinggal, baik rumah, kantor, bangunan, atau lokasi bisnis. Pada kenyataannya, dulu dalam sejarah Budaya Tionghoa, awalnya fengshui adalah konsep untuk memposisikan
lokasi yang tepat dan sesuai untuk makam. Bagi orang yang percaya pada Budaya Tionghoa, mereka meyakini saat seseorang meninggal, jiwanya akan terus hidup seperti masa dia hidup.
Kepercayaan Tionghoa mengatakan bahwa setelah meninggal, tubuh dan 7 komponen jiwa (= po 魄) akan kembali ke bumi (ada total 10 komponen jiwa). Sementara 3 komponen jiwa lainnya (= hun 魂), satu akan masuk surga untuk bersama dengan leluhurnya, satu akan menetap di makam, dan yang terakhir akan tinggal di tempat dia meninggal, atau di papan nama (= sin-ci, shen-zhu-pai 神主 牌) yang ditempatkan pada meja altar leluhur di rumah.
Oleh karena itu, anak-anaknya akan melakukan yang terbaik untuk mendapatkan lokasi yang tepat untuk makam, untuk membuat jiwa orang tua mereka merasa nyaman dan bahagia. Bila ini tercapai, maka jiwa leluhur akan memberkati dan membantu kehidupan keturunan mereka. Jadi dengan niat inilah, seni untuk menganalisis lokasi makam yang sesuai yang disebut sebagai yin-zhai ; kan-yu mulai muncul. Konsepnya adalah untuk mendapatkan situs makam leluhur yang harmonis, yang cocok sempurna dengan komponen hidup orang tersebut.
Kemudian konsep ini dikembangkan untuk orang yang masih hidup, dengan maksud yang sama, orang mencoba untuk menciptakan sebuah seni menganalisis lokasi yang cocok untuk hidup yang dapat membawa kebahagiaan dan keberuntungan kepada orang yang tinggal di sana.
Ditulis oleh : Sugiri Kustedja dalam bahasa Inggris
Diterjemahkan oleh : Chendra Ling Ling
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua | Facebook Group Budaya Tionghua