Budaya-Tionghoa.Net | Tan Koen Swie (Tan Khoen Swie) dilahirkan pada tahun 1883 di Wonogiri. Tan merupakan murid dari Mas Ngabei Mangoenwidjojo – seorang yang ahli dalam literature Jawa di kota kelahirannya Wonogiri. Ketika muda , dia berkerja di Sie Dhian Printing House di kota Solo. Tan juga pernah berkerja sebagai tukang rakit penyebrangan di sungai Bengawan Solo. Saat tinggal di Solo , Tan berkenalan dengan Padmosusastro dan kemudian bersahabat dengan akrab. Padmosusastro dianggap sebagai bapak sastra Jawa modern. Dari sahabatnya ini , Tan mendapat akses sampai bisa berkenalan dengan serat-serat Jawa yang notabene adalah milik keraton.
|
Kemudian dia pindah ke Kediri dimana dia mendirikan perusahaan sendiri dibidang printing press dan tokok buku yang bernama Boekhandel Tan Khoen Swie. Dari usahanya ini dia mempublikasikan sejumlah buku dalam bahasa Jawa dan Melayu terutama primbon Jawa yang mirip dengan tongshu dalam budaya Tionghoa. Padmosusastro berperan menjadi semacam “dewan redaksi” bagi penerbitan Tan Khoen Swie dan bahkan karya tulis Padmosusastro pun turut diterbikan oleh Swie.(Tempo,2002) Setiap tahun Tan mempublikasikan katalog yang berisi publikasi terbaru dari perusahaannya. Percetakannya memainkan peran penting dalam dunia literature Jawa. Tan mempublikasi karya-karya penulis utama seperti Raden Tanaya , Ki Mangunwijaya dan Ki Padmasusastra. Karya mereka bergaya tradisional Jawa dan tidak terpengaruh oleh reformasi Islam—dan menarik pembaca agar condong pada sintesis mistik klasik Jawa. (Suryadinata , p172)
Salah satu buku yang dipublikasi Tan adalah Serat Sastra Arjendra yang teksnya didapat dari seorang priyayi Bali—yang bersetting tentang diskusi antara Sang Hyang Guru dan pantheon Hindu lainnya yang merujuk pada tulisan Jawa. Teks lainnya , Serat Pramanasiddhi oleh Mangunwijaya yang mendeskripsikan tentang Raja Jayabaya dari Kediri . (Ricklefs , p238) Publikasi lain seperti “Serat Siti Jenar” (Kediri , 1922) mengemukakan tentang makrifat Sunan Kalijaga (Chodjim , p269) . Tan juga mempublikasikan Serat Dewaroetji (Kediri , 1928) , Serat Gatolotjo (Kediri , 1931) , Serat Kebo Kenaga (Kediri , 1921) , Serat Soeloek Walisono (Kediri , 1931) , Serat Jaka Lodhang (1941) , Serat Kalatidha (1941) , Serat Wirid Sopanalaya (1941) dan buku-buku lain yang berjumlah sekitar 279 buku di masa pra-Balai Pustaka.
Tan Koen Swie dikenal sebagai filsuf dan mistikus. Rambutnya panjang dan penampilannya ekivalen dengan kaum hippiie. Tan berteman dekat dengan Tan Tik Sioe Sian atau Ramamoerti yang juga merupakan seorang mistikus yang dikenal luas. Tan juga membangun sebuah gua untuk sarana meditasi. Goa itu dibangun dengan baik dan indah dan banyak orang yang mengunjungi goa-nya. Tan juga aktif dalam masyarakat Tionghoa setempat sebagai anggota komite THHK dan HCTNH di Kediri. (Suryadinata , ibid)
Perusahaan yang dirintis Tan Koen Swie berakhir setelah Tan meninggal di tahun 1953 walaupun sempat diteruskan sesaat oleh anaknya , Michael Tansil dan akhirnya tutup di tahun 1962. Walau demikian kontribusi Tan Koen Swie dalam dunia literature benar-benar luar biasa karena kiprahnya mendahului Balai Pustaka. Tanpa Tan Koen Swie mungkin nama besar para sastrawan besar tidak akan muncul menurut Kusharsono (ketua tim penelusuran sejarah Tan Khoen Swie dari pemda Kediri ). Sedangkan sastrawan Sapardi Joko Damono menganggap bahwa warisan dari Tan Khoen Swie itu sangat penting bagi acuan studi. (Tempo , 2002)
Di tahun 2002 , Tempo memberitakan soal Boekhandel Tan Khoen Swie dimana toko buku Tan Khoen Swie sudah menjelma menjadi tempat praktek dokter gigi dari cicitnya Tan yaitu J Sutjahyo dan juga tempat berjualan abon , dendeng dan krupuk. Sementara dilantai tiga , harta karun Tan Koen Swie masih tersisa dalam tumpukan ribuan buku . Sebagai penerbit , Tan juga menyediakan rumahnya sebagai tempat persinggahan bagi jaringan penulis pada masa itu. Salah satu yang sering menginap adalah sastrawan Jawa seperti R Tanoyo. Rumah Tan bergaya arsitektur Tionghoa . Lotengnya menghadap kearah makam Mbah Poncololegowo yang dikeramatkan warga sekitar. Dibelakang rumah terdapat bekas tempat Swie semedi yang didekorasi oleh patung2 Buddha.
REFERENSI :
Suryadinata , Leo., 1995 , “Prominent Indonesian Chinese : Biographical Sketches”
Ricklefs , M.C, 2007 , “Polarizing Javanese Society : Islamic and Other Visions , 1830-1930”
—————–, 2002 , “Bookhandel Tan Khoen Swie , Harta Karun Tan Khoen Swie” , Tempo
Budaya-Tionghoa.Net | Facebook Group Budaya Tionghoa