Budaya-Tionghoa.Net |Dari pengalaman-pengalaman ini semua memberi kesan pada pemuda Li Er bahwa sesuatu yang lemah bisa mengalahkan yang kuat dan keras. Semua yang hebat tidak akan tahan lama, yang bisa tahan lama ialah sesuatu yang sederhana dan normal (biasa-biasa) saja. Sesuatu yang tidak natural akan kehilangan keindahan yang sebenarnya, dan semua yang natural adalah murni.
|
Pada itu waktu berlaku bahwa orang lelaki harus kuat, pandai dalam segala bidang seperti literatur, kongfu, memanah untuk berburu hewan untuk penghidupanya. Mempunyai ambisi dan kemauan yang tinggi dan berusaha untuk mendapatkan posisi di masyarakat dan pemerintahan.
Tetapi dalam sejarah Tiongkok dan dunia Li Er-lah orang yang pertama-tama berpendirian sebaliknya, beliau menganjurkan agar orang yang bijak sebaiknya mengikuti sifat air yang lemah dan tidak mempunyai bentuk. Dengan lain perkataan sebagai orang harus berpikiran tenang, merendahkan dirinya, tidak egoistis, tidak menonjolkan kepandaiannya, dan jiwanya murni seperti alam. Di praktek umumnya pengalaman kita ialah bunga yang cantik di petik orang lebih dulu, babi yang gemuk dipotong dulu. Orang umumnya sukah menonjolkan kepadaiannya, tetapi orang yang bijaksana kelihatannya “bodoh” dan merendahkan diri.
Orang tidak perlu mencari kekayaan, kekuasaan dan kedudukan yang tinggi. Dari kekuatan air Li Er membuat teori bahwa sesuatu yang keras mudah pecah dan yang lemah bisa tahan lama. Li Er mengatakan bahwa pohon yang kuat tetapi kalau ada Taifun patah, atau dijebol bersama akarnya dan rumput yang lemah bisa tahan. Orang senior giginya yang keras hampir hilang semua dan lidah yang lemah masih eksis dan bergerak-gerak dengan lincahnya.
Pada satu hari Li Er duduk berduan dengan engkongnya dan pada ketika itu beliau mengatakan pada kakeknya apa yang ada pada pikirannya sampai sekarang ini. Pemuda ini berkeinginan akan pergi keluar negeri untuk belajar
lebih mendalam lagi, karena beliau merasakan masih banyak kekurangan, masih banyak pertanyaan-pertanyaan dalam penghidupan yang tidak bisa dijawab.
Beliau mengatakan pada kakeknya bahwa di dunia ini masih banyak soal-soal hidup dan masyarakat yang belum tertulis dibuku-buku.Kakeknya manggut-manggut sambil menutup matanya, setuju dengan pikiran cucunya, tetapi beliau harus menahan emosinya karena ini berarti bahwa cucunya mempunyai keinginan keras untuk meninggalkan rumah dan mencari ilmu.
Kakeknya membuka matanya dan berkata pelahan-lahan: ” Maaf , kakek punya kemampuan terbatas sampai disini, meskipun aku mempunyai “pengertian” tentang kejadian-kejadian sehari-hari yang kadang kadang dianggap misterius, tetapi essensi dari kebenaran ini aku tidak dapat belajar dari buku-buku dan aku tidak dapat menjelaskan. Dan pengertian yang aku katakan tadi ialah pengertian dengan hati.”
Li Er berkata: “aku sangat bertrimakasih atas didikan anda pada saya, sehingga saya mempunyai kemampuan untuk dapat menganalisa kejadian-kejadian yang saya persepsi. Tetapi saya masih ingin belajar dari seorang guru lain dengan pandangannya dari sudut lain, sehingga saya bisa mengkombinasikan pandangan dari kakek dan guru yang lain dengan demikian saya harapkan dapat memperdalam ilmu dari dunia materi yang multiwarna dan belum diketahui oleh orang.
Disampingnya itu masih ada yang dinamakan dunia yang lain yang sukar di mengerti dan sukar dipahami. Lain dengan dunia materi yang lebih mudah dimengerti dan dipahami.” Kakeknya melihat cucunya dengan kecintaan dan membersihkan air matanya yang diselingi dengan sengaja batuk-batuk agar ketidakketahuan oleh cucunya. Dalam hatinya beliau mengerti harus menridlahkan keinginan cucunya mengembara untuk mencari ilmu.
Kakeknya mengerti apa yang dimaksud cucunya, itulah dunia Tao yang sukar di pahami dengan persepsi sensoris manusia, yang beken dengan nama dunia misteri. Li Er tahu bahwa untuk ini perlu orang mempunyai kemauan yang bertekad bulat dan kontinue dengan ketenangan untuk mendapatkan pengertian. Jelas bagi Li Er bahwa mempelajari Tao perlu bimbingan dari seorang guru yang betul-betul mengerti tentang ini, sebagai sinar bulan purnama dan bintang-bintang yang terang di malam yang gelap, agar penyelidik tidak salah jalan.
Kakek dan cucu masih saling berhadapan dan masing-masing mempunyai pikiran sendiri di otaknya, dan tidak lama kakeknya membuka matanya dan berkata:” Dengan bepergian kau saya harap kau bisa melihat dan mengalami sendiri keajaiban dari dunia. Saya juga berharap agar kau bisa dapat pengertian yang tidak terbatas dari Tao didunia yang kompleks ini.
Bukalah hatimu lebar-lebar dan biarlah ketenangan masuk dalam hatimu, dengan demikian kau bisa mendapatkan ilmu yang kau cari. Ikutilah jalanan yang dipimpin oleh pikiranmu. Saya gembira bahwa didikan saya bertahun-tahun padamu tidak tersia-sia, dan telah membawa kau ke ambang pintu masuk Tao.
Laluilah ambang ini dan kau bisa mendapatkan penjelasan. Saya hanya bisa mengajar kau sampai diambang pintunya Tao, karena saya belum bisa masuk kedalam.” Kakek Li Er berhenti sebentar dan menahan emosinya, lalu melanjutkan bicaranya dengan: “harapan saya padamu ialah belajarlah betul-betul dari gurumu. Jangan melupakan pohon kerzen yang besar di luar rumah kita, meskipun kau pergi kemana dan telah mendapatkan ilmu yang tinggi. Pohon ini dipuja oleh banyak orang, karena telah membuahkan kerzen yang banyak setiap tahun tanpa mengeluh sedikitpun.”
Li Er mendengarkan baik-baik omongan engkongnya dan masing-masing mempunyai pikiran yang dalam sebagai turunnya air hujan diwaktu angin musim semi. Li Er telah menetapkan pikirannya untuk meninggalakan desa Lixiang dan mencari guru didunia yang lebar. (Bersambung)
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua