Budaya-Tionghoa.Net | Li Er diberi satu kamar, dengan bale-bale chusus untuk satu orang. Kamar itu meskipun tidak besar tetapi bersih, bagi pemuda ini cukup puas mendapatkan kamar seperti ini. Mereka masing masing membersihkan dirinya dan kedua lelaki merasahan badan dan jiwanya segar dari pekerjaan dan perjalanan; Li Er menuju ke kamar tamu yang sudah ditunggu oleh bapak kapal disitu.
|
Rou-wei kelihatannya repot, meskipun badannya masih belum sembuh sepenuhnya, namun beliau sudah membersihkan kamar yang diberikan Li Er.
Sekarang gadis muda ini sedang repot didapur masak untuk makan malam. Harumnya masakan masuk kerumah dan membuat orang lapar. Di meja ditata dengan rapi, tampak mangkok dan sumpit, dan mangkok teh untuk masing-masing minum.
Rou Wei sesudah selesai memasak makanan yang kelitannya sederhana dari tumisan ikan dan terutama beberapa macam sayuran yang hijau segar kelihatannya. Makanan masih panas dan menarik sekali. Bapak kapal itu berkata: “ayo marilah kita makan bersama-sama, makanan yang biasa-biasa saja. jangan malu-malu, anggaplah kita kawan lama.”
Mereka makan bertigaan. Dibelakang rumah gubuk dari bapak kapal ini tampak dikebun ditanami berbagai macam sayuran, maka sayurnya yang di masak masih segar enak rasanya dan tidak kematangan. Masak sayur kelihatannya muda, tetapi tidak gampang, apalagi dimulut masih bisa dirasahkan rasa alamnya masing-masing dan konsistensi dari sayuran masih dapat dirasakan.
Dalam hati, Li Er memuji kepandaian Rou Wei masak dan berkata: “terimakasih, pada bapak yang baik hati untuk menerima saya tinggal disini, kalau tidak, mungkin saya tidak dapat hotel dan tidur dijalanan dengan hawa yang dingin
di malam hari dan tidak bisa menikmati makan malam yang enak ini. ”
Sambil menolehkan kepalanya pada Rou Wei , Li Er berkata: “anda pandai masak, sungguh saya nikmati makanan yang anda masak.” Rou Wei agak malu, sedikit ketawa dan tangannya menutupi mulutnya.
Kakeknya yang menjawab:”Kami senang sekali bisa menerima anda meskipun kami berkenalan dengan anda baru hari ini, tetapi kami rasakan seperti teman yang sudah tahunan.” Li Er ketawa lalu berdiri dan soja sambil membongkokkan badannya yang berarti menerima dengan kehormatan apa yang dikatakan bapak kapal itu.
Sesudah makan Li Er berpikir pak kapal ini sudah mengerti dengan betul arti dari Tao, beliau menganggap mati sebagai pulang rumah tanpa sedih. Dia berasa simpati terhadap bapak kapal ini, seorang biasa yang berjuang dengan penghidupannya.
Li Er lalu berkata:”mengapa rakyat harus bekerja keras dan kadang-kadang harus mempertahankan kelaparan ? Ini karena seperti yang anda berkata diatas kapal tadi, dapat saya simpulkan karena keinginan yang berkelebihan dari
para amtenar yang kedudukan tinggi. Mereka memaksa rakyat untuk bekerja keras, tetapi mereka sendiri tidak mengerjakan dengan betul administrasi kenegaraan dan menikmati hidup dalam keadaan mewah dan membuang-buang uang.”
Bapak kapal itu senang mendengar omongan Li Er dan berkata: ” Saya sekarang tahu bahwa anda seorang pemuda yang mempunyai prinsip-pinsip hidup. Marilah kita menjadi teman baik. Dalam penghidupan orang mencari teman yang
baik tetapi tidak bisa menemukannya. Nanti kalau anda sudah selesai belajar dari Wanqiu dan menjadi seorang intelektuil atau amtenar, anda tidak akan lupa akan rakyat biasa dan keinginannya untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik.”
Li Er dan bapak kapal bercakap-cakap, Rou Wei tidak bisa mengikuti, beliau repot membersihkan meja dan masuk untuk mencuci mangkok dan sumpit. Li Er akan membantu tetapi tidak boleh oleh bapak ferry. Tidak lama Rou Wei
datang lagi dengan sebuah moci penuh dengan teh panas dan masing masing diberi mangkok kecil-kecil buat minum teh sambil bercakap-cakap.
Mereka berbicara sampai jauh malam dan lalu tidur, bagi Li Er pertemuan ini adalah satu pengalaman yang indah, pertemuan yang tidak dapat dilupakan karena kebaikan hati dari bapak kapal dan tentunya juga dengan Rou Wei yang
cantik, pandai dan mau bekerja.
Dr Han Hwie Song
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua