Budaya-Tionghoa.Net |Data ini dikumpulkan dari hasil wawancara dan pengamatan langsung beberapa tahun yang lalu di kalangan warga etnis Tionghua di Surabaya yang memilih kremasi bagi almarhum keluarganya. Pertama-tama akan diulas alasan memilih kremasi.
|
A.Alasan Memilih Kremasi
Kremasi sendiri akan saya golongkan menjadi dua macam, yakni:(1) Kremasi yang langsung dilakukan setelah meninggalnya anggota keluarga tersebut. (2) Kremasi yang dilakukan lama setelah meninggalkan anggota keluarga tersebut.
Golongan kedua memerlukan penjelasan lebih lanjut. Yang dimaksud adalah awalnya almarhum dimakamkan di pemakaman, namun setelah terjadi penggusuran makam atau sebab lainnya, anggota keluarga/ ahli waris almarhum memutuskan melakukan kremasi.
Biasanya kremasi dilakukan oleh etnis Tionghua penganut agama Buddha, karena jenazah Buddha juga dikremasi (lihat Mahaparinibanna Sutta). Namun tidak semua etnis Tionghua yang menganut agama Buddha dikremasi. Selain itu, etnis Tionghua yang tidak beragama Buddha juga ada yang dikremasi. Dengan demikian, kita boleh menyimpulkan bahwa meskipun faktor agama memainkan peranan penting dalam pemilihan kremasi, namun itu bukan satu-satunya faktor penentu.
Faktor lainnya adalah karena tidak menemukan tanah dengan Fengshui yang baik. Faktor berikutnya adalah permintaan atau wasiat almarhum sendiri yang barangkali karena tidak ingin merepotkan keturunannya.
Selanjutnya, kremasi dipilih karena anggota keluarga tidak mau repot-repot menziarahi makam tiap hari-hari tertentu.
Secara umum, itulah faktor-faktor yang menentukan pemilikah kremasi. Kendati demikian, menurut pengamatan penulis, prosentase yang memilih pemakaman masih jauh lebih besar dibandingkan kremasi. Penelitian silang dapat dilakukan dengan mengamati iklan-iklan duka cita di surat-surat kabar.
Penulis pernah mendengar alasan lain pemilihan kremasi, yakni karena almarhum mengalami kecelakaan, sehingga tubuhnya tercabik-cabik. Banyak organ tubuh yang tidak lengkap lagi.
B.Ritual Umum
Ritual awal kremasi tidak begitu berbeda dengan pemakaman. Biasanya jenazah warga Tionghua diinapkan lebih dahulu di rumah duka selama beberapa hari, sehingga memberi kesempatan pada rekan, sahabat, dan handai taulan memberkan penghormatan terakhir. Upacaranya juga menyesuaikan agama almarhum dan keluarganya. Bagi penganut agama Buddha akan memanggil bhikshu atau caima. Karena ritual ini sifatnya umum, maka tidak akan kita ulas lebih lanjut.
CATATAN: Rumah duka di Surabaya yang menjadi obyek penelitian adalah Adi Jasa, Jalan Demak.
C.Ritual Khusus
Berlangsung di krematorium dan diawali saat peti jenazah ditaruh pada rantai penarik yang akan membawanya pada ruang pembakaran. Keluarga almarhum atau wakilnya akan memasang dupa dan bersembahyang pada dewa api (Huoshen). Dipercaya bahwa dewa api itu merupakan pelindung bagi krematorium.
Keluarga yang masih memegang tradisi Tionghua akan membuat meja sembahyang di depan peti jenazah, sebagaimana halnya pada ritual pemakaman. Sebelum peti jenazah ditarik masuk ke dalam ruang pembakaran, maka anggota keluarga akan memberikan penghormatan terakhir, dan biasanya inilah momen yang “basah oleh air mata.”
Setelah pembakaran selesai, maka akan dipisahkan antara abu kayu dan tulang. Biasanya ini memerlukan jasa seorang ahli. Selanjutnya ada dua kemungkinan bagi abu jenazah:
1.Disemayamkan di rumah abu.
2.Dihanyutkan di laut (Jawa: dilarung).
Di Surabaya rumah abunya contohnya ada di Jalan Kembang Jepun. Ziarahnya juga mirip dengan pemakaman. Biasanya tiap cengbeng. Ahli pewaris meminta pada penjaga rumah abu agar abu anggota keluarganya dikeluarkan. Lalu ditaruh di atas meja yang telah tersedia dan mereka melakukan penghormatannya.
Bagi yang dilarung, maka abu akan ditaruh pada sebuah kendi atau kuali yang diikat atau ditutup dengan kain merah. Mereka lalu menyewa kapal dan dengan tali merah kendi berisi abu tadi diturunkan ke laut. Begitu telah menyentuh air, kendi tadi dilepaskan. Proses dianggap telah selesai.
Ada tambahan lagi mengapa ahli waris kuburan lama melakukan kremasi terhadap jenazah leluhurnya. Ini adalah dari sisi Fengshui. Menurut ilmu Fengshui, masa jaya sebuah kuburan adalah 60 tahun (satu masa besar atau great epoch). Setelah lewat masa jaya tersebut, fengshui kuburan dapat menjadi buruk dan mengganggu keturunannya. Itulah sebabnya, lantas mereka membongkar kuburan dan melakukan kremasi.
Ivan Taniputera , 10151034590667436
17 Juli 2012
Budaya-Tionghoa.Net | Facebook Group Budaya Tionghoa