Budaya-Tionghoa.Net | Menjelang perayaan kedatangan Sam Poo Tay Djin, dan memperingati peristiwa 607 tahun yang lalu ini (dihitung dari awal pelayaran Zheng He thn 1405 M), marilah kita merenung sejenak. Bayangkan, satu usaha maritim yang begitu megah, selama 600 tahun ini seakan–akan dilupakan dan dibiarkan terkubur dalam debu–debu sejarah. Di dunia internasional, nama Zheng He hampir tidak terdengar bila dibandingkan dengan gema yang ditinggalkan para petualang dari negeri barat seperti Columbus, Vasco da Gama, dan Magellan.
|
Di dalam negeri, apalagi. Ibarat air yang dilewati kapal takkan meninggalkan bekas, demikianlah kiranya hingga hanya sedikit saja orang Tionghoa yang mengetahui tentang dia. Dibandingkan dengan sumbangannya yang begitu besar bagi dunia maritim, dan hasil–hasil yang dicapai dalam pelayarannya selama 7 kali itu, penghargaan yang diberikan kepadanya sangat tidak sebanding.
Karena inilah, peringatan yang akan kita lakukan ini akan lebih berarti bila berhasil menempatakan Zheng He kembali sebagai seorang figur yang sangat dihormati terutama dalam sejarah hubungan internasional dan sumbangannya dalam peradaban dunia.
Sumbangan – sumbangan Zheng He Kepada Dunia yang Tak Boleh Dilupakan.
Pada masa lalu para sejarahwan memperbandingkan pelayaran muhibah dengan usaha – usaha penjelajahan oleh pelaut Barat hanya dalam wujud fisik saja, seperti banyak sedikitnya armada, besar – kecilnya kapal, kecanggihan peralatan yang digunakan dan perbedaan kurun waktu berlangsungnya peristiwa.
Melulu dilihat dari beberapa kenyataan diatas, jelas sekali bahwa apa yang dimiliki dan telah dilakukan pelaut – pelaut Eropa itu sama sekali ketinggalan dibandingkan armada Zheng He. Yang bisa dikatakan hanyalah Zheng He telah menciptakan suatu “keajaiban” dalam ilmu maritim dan belum tertandingi siapapun.
Dibandingkan dengan Columbus dan kawan–kawan, masih ada satu perbedaan penting dan mendasar yang perlu dikemukakan. Penjelajahan maritim yang dilakukan pelaut–pelaut Eropa waktu itu bertujuan melakukan kolonisasi, menduduki dan menguasai tanah milik orang lain dan menjarah kekayaan wilayah yang didatangi. Untuk mencapai tujuan itu mereka tidak segan melakukan perampokan dan pembantaian yang kejam sampai pemusnahan suku bangsa (genosida).
[Foto Ilustrasi ditambahkan editor : Description
English: monument of admiral Zheng He. located in the Stadthuys, Melaka
Date 27 June 2009, 17:20
Source Admiral Zheng He
Author hassan saeed from Melaka,Malaysia , This file is licensed under the Creative Commons Attribution-Share Alike 2.0 Generic license.]
This file is licensed under the Creative Commons Attribution-Share Alike 2.0 Generic license.Selama 7 kali pelayaran Zheng He selalu berusaha tampil dengan penuh persahabatan, ia selalu bersikap ramah dan mendahulukan usaha damai dengan pengusaha negeri yang disinggahi, lalu memperkenalkan pertukaran budaya dan perniagaan yang dilandasi kesamaan hak yang adil.
Pada masa itu Kerajaan Ming berada pada puncak kejayaannnya. Walaupun masa pemerintahan Yong-le, yang menjadi pemrakarsa utama usaha pelayarannya, masih memiliki pandangan totaliter dan otokratis yang menganggap “semua yang ada di muka bumi adalah milik Kaisar”, dan berkeinginan menjadikan negerinya sebagai pusat dunia. Tapi ia berhasrat tegas dan menjalankan asas “wang – dao” dan menentang “ba – dao” ( hegemonisme ).
Wang-dao dan ba-dao menurut penjelasan baku dalam sejarah bisa diartikan sebagai; “seorang raja yang menundukkan orang dengan kebajikan, dan seorang tiran yang menaklukkan orang dengan kekerasan”. Secara nyata bisa diartikan bahwa ia tidak menginginkan kekuatan militer untuk menundukkan negara lain.
Zheng He selama pelayaran muhibahnya yang berlangsung selama 8 tahun berhasil dengan baik melaksanakan asas ini. Ia selalu berpegang pada semboyan “Yu-de-hua-ren” (dengan kebajikan merubah manusia). Dengan pengertian yang lebih moderen, adalah menyebarkan peradaban dan kesopanan Tionghoa untuk menanamkan pengaruh di negeri – negeri lain dengan harapan mewujudkan cita – cita bersama, dan menikmati indahnya perdamaian.
[Foto ilustrasi ditambahkan editor : Zhenghe’s Maritime Expeditions , The Cambridge History of China – Ming , p234]
Walaupun satu armada yang punya kekuatan militer sangat besar pada zaman itu, berada di bawah komandonya, ia tidak pernah menggunakannya untuk menindas negeri – negeri kecil dan lemah yang disinggahi. Kalau tidak terpaksa sekali ia tak akan menggunakan kekuatan militernya. Selama kunjungan muhibahnya tak sedikit usahanya untuk membela negeri–negeri kecil dari ancaman dan dominasi tetangganya yang lebih kuat.
Ia selalu dengan aktif berusaha menyelesaikan persengketaan mereka dengan damai, agar tercapai suasana tenang dan damai di kawasan itu. Sikap seperti ini sangat layak diberi penghargaan tinggi dan bisa dipakai sebagai model bagi negara–negara besar dalam hubungannya dengan negara–negara kecil di zaman modern sekarang ini.
Sikap seperti itu pula yang banyak dipegang sebagian besar perantau Tionghoa yang banyak meninggalkan negerinya setelah muhibah akbarnya Zheng He lalu tinggal di berbagai negeri, terutama di Asia Tenggara. Mereka jadi korban pemerasan, adu domba dan kembing hitam penguasa setempat, tapi hanya sekali saja mereka angkat senjata, melawan Kompeni Belanda, akibat pembantaian besar–besaran di Batavia pada tahun 1740.(Bersambung ke bagian dua)
Kwa Tong Hay
Budaya-Tionghoa.Net | Facebook Group Angkatan Muda Tridharma Jawa Tengah