Budaya-Tionghoa.Net | Waktu membaca artikel di National Geography edisi Indonesia tentang pabrik di Zhejiang, dengan cepat teringat propinsi Zhejiang dengan Hangzhou ibukotanya. Bukan untuk teringat xi-hu. Tetapi fenomena yang lain. Sepuluh ribu pabrik tumbuh di Zhejiang. Sepuluh ribu sering dipakai orang Tionghoa untuk menyatakan banyak sekali, misalnya banswe untuk panjang umur.
|
Lebih sepuluh tahun yang lalu, keinginan petama pergi ke Hangzhou tentu saja karena cerita silat yang banyak mengambil setting disana. Waktu itu masih butuh tiga jam untuk naik kereta api dari Shanghai ke Hangzhou. Dan beli tiketpun agak susah. Belum ada loket yang bisa bahasa Inggris. Dan ada keinginan untuk jalan jalan tetapi tidak menggunakan jasa travel di hotel. Untung concierge mengijinkan seorang pegawai hotel mengantar naik kereta api menuju Hangzhou, karena memang tidak ingin naik bis atau ‘a la travel’ yang di atur khusus, tetapi ingin pergi dengan kereta biasa. Ingin tahu bagaimana penduduk lokal bepergian. Jam enam berangkat dari hotel untuk kembali ke hotel sorenya. Diluar dugaan sudah ada kereta cepat Shanghai – Hangzhou, 180 km dalam 3 jam lumayan juga.
Sekarang hanya butuh 1 jam 23 menit untuk menempuh jarak kurang lebih 180 km seperti halnya jarak Jakarta-Bandung , dari stasiun selatan Shanghai. Stasiun selatan, stasiun yang baru di upgrade dengan disain yang futuristik, modern. Sehari beberapa kali kereta melayani Shanghai-Hangzhou ini. Tadinya dipikir mudah membeli tiket kereta jenis D ini, ternyata tidak. sehingga terpaksa naik kereta jenis N, yang sedikit lebih lambat. Kereta ini menuju ke Ning-bo. Dan Ke Hangzhou hanya 1 jam 34 menit , 11 menit lebih lambat dibanding kereta D.
Hangzhou banyak berubah, tidak hanya hangzhou tetapi juga satu propinsi secara keseluruhan. Sekarang ada sepuluh ribu pabrik di Zhejiang, terutama di pantai timur. Bukan hanya di kota tetapi di desanya. Ada yang khusus dengan perkembangan pabrik ini. Jangan bayangkan kalau disebut pabrik, adalah pabrik yang besar dengan 1000 atau 2000 mesin. Tetapi pabrik ini dalam skala yang lebih kecil, yang terkadang lebih tepat disebut home industry. Karenanya banyak desa mempunyai spesialisasi masing masing. Ada satu desa yang banyak pabriknya membuat staples semua, atau membuat sendok semua, atau sandal jepit semua.
Jadi satu pabrik bisa jadi cuma punya lima atau sepuluh mesin saja, atau bisa jadi cuma dua saja. Tetapi jangan salah, pabrik pabrik di Zhejiang ini dapat melayani permintaan seluruh dunia. Kenapa bisa demikia, karena banyaknya pabrik dalam ukuran skala yang kecil itu. Ceritanya mungkin harus dimuali dari Jepang tahun 50’an dan awal 60’an yang mempunyai pabrik ‘manufaktur’ dengan tehnologi rendah seperti sendok atau sandal jepit. Seiring dengan perkembangan kemajuan Jepang, akhirnya produk dengan tehnologi rendah itu tidak mungkin lagi di produksi di Jepang karena tidak bisa bersaing lagi. Banyak pabrik kemudian pindah ke Taiwan, Korea, HongKong dan kemudian juga merembes ke Shenzhen dan Guangzhou. Saat ini Guangzhou pun mulai tidak kompetitif untuk membuat barang dengan teknologi rendah. Sama halnya dengan Taiwan sekarang.
Munculnya pabrik di Shenzhen dan Guangzhou, memperkenalkan banyak engineer dari Tiongkok dengan mesin yang baru. Pada gilirannya beberapa engineer dengan daya ingatan yang kuat telah mengcopy mesin mesin itu dari ingatan saja. Dan kemudian bisa membuat mesin mesin serupa terutama yang dengan teknologi rendah menjadi sangat murah dan terjangkau bagi kebanyakan orang.
Muncul entrepreneur baru yang membuat produk dengan mesin yang murah ini. Misalnya untuk membuat sendok hanya diperlukan mesin pres yang sederhana dan bahan baku saja, selama bahan baku ada, mudah sekali membuat sendok. Ada untungnya jika satu desa memakai mesin yang sama, engineer pembuatnya dapat tetap mengawasi mesin dan menjaga after sales servicenya. Sama-sama menguntungkan buat pabrikannya juga. Dan mesin seperti itu bisa dioperasikan satu dua orang saja. Jangan kaget kalau semua sendok, terutama yang murah yang dipakai dari Brasil sampai Beijing, dari Sydney sampai Singapore semua produksi dari daerah ini.
Dan ada pekerja migran yang selalu siap dengan upah yang rendah yang datang dari Hunan atau propinsi dalam lainnya. Pekerja pekerja migran ini sanggup bekerja dengan gaji 25 yuan sehari, atau kurang dari satu juta rupiah sebulan. Tetapi ingat harga beras, telur dan daging babi, tiga makanan pokok orang Tiongkok juga lebih murah. Kadang kadang pekerja migran datang satu keluarga, ayah, ibu, anak dan mantu. Satu keluarga penuh mereka bekerja membanting tulang dan mengumpulkan uang bersama, dengan cita cita satu, kalau dia bekerja di pabrik yang bikin sendok, mereka juga ingin satu hari beli mesin pres juga. Dan kebetulan harga mesin pres satu waktu bisa terjangkau mereka, kalau mereka bisa mengumpulkan uang dan jadilah nanti pabrik yang baru.
Dengan ada sepuluh ribu pabrik kompetisi tentu saja hebat sekali, ada banyak pabrik tutup tiap hari dan pabrik baru buka lagi. Pemilik pabrik pun bercita cita supaya tidak bisa disaingi, jika hari ini mesinnya masih dengan tehnologi rendah, dia ingin menutup pabriknya yang lama dan membuat pabrik yang baru dengan tehnologi yang lebih tinggi.
Lantas kalau ada sepuluh ribu pabrik, bagaimana pedagang mencari barang? Bagaimana pabrik memasarkan produknya?
Diluar dugaan, konstelasi pabrik yang demikian banyak, akhirnya juga tidak memungkinkan pedagang pedagang yang ‘kulakan’ dari Australia, Eropa, Amerika dan Timur Tengah mencari barang sendiri. Ongkosnya lebih mahal dan bahasa juga bisa jadi problem. Tetapi ini ternyata teratasi dengan munculnya para perantara. Banyak sekali kios, bisa jadi ada 30000 di kota Wenzhou yang sanggup melayani mencarikan barang. Bisa jadi satu pedagang dari Australia berusaha mencari korek api gas, sendok sandal jepit, pisau dll, cukup datang ke satu perantara saja.
Mereka akan mengeluarkan contoh produk yang mau dibeli, dan mencarikan pabrik mana yang membuat produk itu. Sekaligus terjawab dua persoalan, mempertemukan pedagang dan pabrikan. Mereka bahkan bisa mengatur supaya barang di inspeksi dan dikirim ke negara bersangkutan.
Mereka menjadi perantara dan tidak mengambil keuntungan sepihak, karena ketatnya persaingan, biasanya mereka hanya mengambil komisi dari jumlah total barang yang dicarikan, bisa 1 persen atau lebih tergantung banyak sedikit order. Perantara perantara ini mereka tidak memiliki pabrik, mereka hanya tahu dimana mencari barang, dan mereka juga menekan pabrikan untuk membuat barang dengan baik, kalau tidak mereka juga kehilangan pelanggan. Dengan adanya perantara perantara ini, pedagang dari banyak negara bisa datang langsung ke daerah ini dan mencari barang melalui perantara2 itu dan tetap mendapatkan barang dengan harga yang relatif tetap murah. Dan pedagangpun bisa hanya menunggu di hotel atau di kafe-kafe sementara perantara mencari barang.
Tetapi beli barang disini juga hanya dengan beli putus, tidak ada kata retour, pedagang2 pun berusaha mempunyai pelanggan perantara yang baik mencarikan barang. Bahkan dengan risiko sekian persen barang yang dibeli adalah jelek, tetap saja mendatangkan korek api gas dari daerah ini tetap menguntungkan, karena 1 yuan bisa dapat sepuluh, sedang di negaranya korek itu bisa dijual 5 yuan. Dengan harga seperti itupun pabrikan toh tetap untung juga.
Agaknya tiga hal menjamin ‘kemampuan bersaing’ wilayah ini dibanding dengan negara yang lain, mesin buatan lokal yang murah, tenaga yang murah, dan perantara yang gesit mencari barang.
Jika daerah ini menjadi terlalu kaya untuk membuat produk dengan tehnologi rendah, bisa jadi pabrik-pabrik ini akan bergeser ke propinsi yang lain yang masih miskin. Dengan demikian agaknya negara lain akan susah bersiang.
Dalam perjalanan kereta pulang ke Shanghai, terpikir bagaimana negara lain bersaing? Apa yang bisa dilakukan otoritas moneter tampaknya akan terbatas jika surplus perdagangan nya memang besar sekali. Bagaimana pemerintah membuang surplus perdagangannya agar uang yuan tidak terapresiasi dan mengurangi daya saing produk mereka? Perlahan memang sudah terasa apresiasi Yuan tahun ini dibanding tahun lalu. Pemerintah perlu mempunyai tabungan yang bisa diinvestasikan keluar negeri sebagai penyeimbang surplus perdagangan.
Dapatkah pemerintah menekan inflasi? Menjaga supply tiga bahan pokok paling utama, beras, telur dan daging babi? Menaikkan spending pemerintah, (sekaligus menaikkan tabungan pemerintah) untuk menjaga tingkat permintaan dalam negeri? Dapatkah mereka mengatasi ini semua?
Hari Alim , 26779
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua