Budaya-Tionghoa.Net | Pada tanggal 24 Juni lalu saya menghadiri seminar menarik yang diadakan di TITD Sinar Samudera (Tek Hay Bio) Semarang. Seminar ini membahas tentang pengusiran setan (eksorsisme) ditinjau dari Kejawen, Katolik, dan Daoisme, yang diawali dari kurang lebih pukul sepuluh hingga 17.00. Pertama-tama Dr. Purwo Susungko membawakan konsep pengusiran setan menurut Kejawen. Beliau mendapatkan ajaran Kejawen sebagaimana termuat dalam Suluk Abdul Jalil Syeh Siti Jenar, yang dikenal sebagai ajaran Kapitaya. Poin-poin yang disampaikan Beliau adalah sebagai berikut. Dituturkan bahwa budaya Jawa dewasa ini mendapatkan pengaruh dari banyak unsur, seperti blangkon dari Timur Tengah dan jas dari Belanda. Peradaban Jawa sendiri menurut penuturan Beliau dimulai di Laut Jawa tahun 700 SM, sewaktu Pulau Jawa, Kalimantan, dan Sumatera masih menjadi satu, di mana manusia masih belum seperti sekarang.
|
Notulensi ini dibagi menjadi tiga halaman yang bisa ditelusuri . Bagian I membahas eksorsisme menurut konsep Jawa , bagian II membahas eksorsisme menurut konsep Katolik dan bagian terakhir membahas eksorsisme menurut Taoisme
I. KONSEP JAWA
Setan sendiri tidak dikenal dalam konsep Jawa, yakni dalam artian setan yang menggoda manusia dan bahkan setan tidaklah dianggap sebagai musuh, melainkan teman. Menurut tradisi Jawa, alam itu dibagi menjadi tiga, yakni:
1.Alam Parahyangan (atas), yakni alam yang memiliki budi pekerti tinggi. Terdiri dari orang-orang suci/ baik dan merupakan alam dewa. Kondisinya dikenal sebagai alam suwung atau sangkan paraning dumadi.
2.Alam madya, yakni alam manusia yang dapat dirasakan dengan panca indra (sains).
3.Alam palemahan (bawah), yakni alam buta, raksasa, dan setan. Ciri khas alam ini adalah kemelekatan luar biasa.
Terdapat empat golongan manusia menurut Kejawen, yakni:
1.Golongan Tutug (sempurna), yakni orang yang menyembah Tuhan secara sempurna. Mereka melakukan pemujaan tanpa pamrih. Hati dan pikiran senantiasa terarah pada Tuhan (Sanghyang Tata). Orang-orang seperti ini hanya dapat dihitung dengan jari.
2.Golongan Tuhu (Jawa kuno: benar, tulus, bersungguh-sungguh). Yakni orang yang melakukan pemujaan pada Tuhan dengan tujuan pamrih, umpamanya dengan harapan terlahir di surga).
3.Golongan Tungga (Jawa kuno: Luhur, mulia). Mereka melakukan pemujaan kepada Tuhan dengan tujunan pamrih ukhrawi dan duniawi. Dalam artian selain mengharapkan terlahir di surga, mereka berharap mendapatkan kemegahan dalam kehidupan duniawi.
4.Golongan Tugul (Jawa kuno: bodoh, awam), orang yang belum menyembah Sanghyang Tata (Tuhan) dengan cara yang benar. Mereka hanya mendengar mengenai Sanghyang Tata secara samar-samar. Mereka menyangka bahwa Tuhan berdiam di surga yang terletak di puncak gunung. Mereka menyakini bahwa di dalam benda-benda terdapat makhluk-makhluk halus yang dapat diminta pertolongan. Golongan semacam ini hanya mengarahkan perhatiannya pada kebahagiaan duniawi saja.
MENGAPA SETAN MENGGANGGU MANUSIA ?
Karena manusia berkomunikasi dengan mereka, terutama golongan Tugul yang hanya mengharapkan kebahagiaan duniawi. Kejawen tidak ada pengusiran setan, yang ada hanyalah penetralan. Ada penyakit ganda, yakni fisik dan metafisik. Di antara aspek fisik dan metafisik yang terpenting adalah karma baik. Karma ini selalu menjadi faktor dominan. Contoh adalah arisan, yang disebut Beliau sebagai “permainan karma baik.” Misalnya di antara 10 nomor dan ada orang yang pasang 9 di antara 10 nomor, maka meskipun peluangnya adalah 9/10, Belum tentu dia keluar sebagai pemenangnya. Bisa jadi yang menang adalah orang yang peluangnya 1/10. Ilmu peluang hanya membicarakan mengenai peluang.
Oleh karena itu, di dalam Kejawen tidak mengenap konsep setan yang menggoda manusia berbuat jahat, sebab manusia bertanggung jawab terhadap perbuatannya sendiri. Setan dalam konsep Kejawen lebih dimaknai sebagai semacam nafsu keinginan yang merupakan sumber penderitaan hidup. Bila manusia hidup selalu mengutamakan nafsu maka penderitaanlah yang didapat.
Bagamana membebaskan diri dari kekuatan negatif? Menurut Kejawen, orang yang terkena kekuatan negatif, perlu meminta pertolongan orang yang ahli dalam bidang itu. Namun perlu diingat bahwa orang terkena pengaruh negatif tersebut juga dikarenakan karmanya. Jadi, dalam Kejawen yang penting adalah pencegahan, ketimbang proses kuratifnya.