Tanya : Saya ingin bertanya apa perbedaan antara Tikong dan Samkay, buat bahan debat skripsi .Saya baca di buku etnik Tionghoa kalo pada perkawinan Ciotao itu pengantin berdoa kepada Tikong tetapi di buku lain bilangnya berdoa kepada Samkay, jadi sebenarnya apa beda Tikong dan Samkay?
Jawab : Samkay dengan Tikong bisa dikatakan berbeda. Samkay atau san jie adalah tiga alam, yaitu alam langit, alam bumi dan alam air. Ketiga alam ini digambarkan sebagai tiga penguasa yaitu Tianguan, Diguan, Shuiguan.
|
Sedangkan Thikong, tergantung dari sudut mana memandang ? Dari sudut Taoism, Thikong adalah Yuhuang Shangdi atau Giokhiong Siangtee. Dari sudut Ruism, Thikong adalah Bapak Langit dan padanannya sebenarnya adalah Bunda Bumi. Masalahnya disini, maaf saja sampai sekarang belum ada buku dalam bahasa Indonesia yang menjelaskan dengan baik mengenai “dewa-dewa” Tiongkok. Adapun yang terbaik sementara ini adalah terbitan Sampokong tahun 80an. Jika anda memerlukan referensi buku-buku tersebut, bisa menghubungi moderator.
Dan apakah anda maksud adalah upacara sisir rambut di Tangerang atau yang sering disebut chiotao atau shangtou ? Secara umum, upacara perkawinan etnis Tionghoa hanya bisa disebut sah setelah melewati tiga upacara. Upacara pertama adalah hormat kepada langit dan bumi, upacara kedua adalah hormat kepada leluhur dan upacara ketiga adalah hormat kepada orangtua.
Langit dan bumi sebagai lambang Yin Yang atau Tuhan yang tak terkatakan , sedangkan Samkay atau Sanguan Dadi bisa diartikan juga Tuhan sebagai bentuk personal. Istilah Samkay arti sebenarnya adalah tiga alam. Ketiga personal ini dipercaya menguasai langit, bumi dan air. Sembahyang kepada Sanguan atau Samkay ini mengandung makna : Tian Guan pemberi rejeki, Di Guan penghapus kesalahan, Shui Guan penghapus bencana Dengan penghormatan kepada Sanguan Dadi, diharapkan ketiga hal ini bisa didapat. Kepercayaan akan Sanguan ini sudah ada sejak jaman purba, hal ini berkaitan dengan kehidupan manusia yang tidak luput dari air, tanah dan udara.
Karena orang Tionghoa selalu menghormati leluhurnya dan para tokoh berjasa, maka Sanguan Dadi ini ada yang beranggapan adalah tiga kaisar purba Yao, Sun dan Yu. Ada versi lain yang lebih bersifat kepada konsep kosmologi Tionghoa. Qi langit adalah kehidupan, qi bumi adalah keberhasilan dan qi air adalah perubahan. Mungkin yang lebih menarik dibahas adalah tradisi mereka yang sembahyang kepada gantang.
Tanya: Terima kasih jawabannya, kalo boleh saya tahu , bisa tidak menceritakan sedikit tentang sembahyang kepada gantang tersebut? Saya sudah melihat perkawinan Ciotao tapi ada beberapa tahap yang saya belum begitu mengerti, seperti kenapa pengantin wanitanya memakai slayer hijau dan bukan merah seperti pengantin di Tiongkok pada umumnya, lalu sebenarnya apa saja yang terdapat pada gantang, karena ada yang bilang , ada 11,12,13 . Sebenarnya yang benar yang mana? Maaf kalau sedikit melenceng dr pertanyaan pertama . Terimakasih
Jawab : Mengenai penggunaan slayer hijau dan bukan warna merah, saya tidak tahu banyak. Saya berpendapat ada kemungkinan pengaruh budaya lokal. Mengenai gantang atau dou, itu adalah ritual Taoism untuk menolak bala,permohonan berkah, menolak ciong dari Doumu Yuanjun atau Bunda Bintang Utara. Dalam gantang, ada empat benda yang mewakili empat arah, empat forsa dan empat bentuk. Gunting mewakili Zhuque. Timbangan mewakili Qinglong. Kaca mewakili Xuanwu. Penggaris atau sisir melambangkan Baihu. Ada yang selain menggunakan itu, menggunakan bendera 5 warna.
Lentera ditengah adalah lentera kehidupan atau benming deng, kemudian ada buku Tongshu yang dibuka semestinya adalah halaman Zhang Tianshi. Ada pula yang menggunakan kertas Hu sebagai pengganti Tongshu. Beras yang ada di dalam gantang melambangkan bintang-bintang di langit. Ini adalah standar menurut Taoism mainstream, sedangkan di kalangan rakyat ada penambahan-penambahan. Seperti misalnya bendera lima warna, menggantikan penggaris dengan sisir.
Dikalangan rakyat, seperti di Tangerang, kitab Tongshu yang dibuka adalah kitab mengenai tata krama dalam keluarga. Sebenarnya tradisi ini tidak hanya di Tangerang saja, di Kemang juga masih ada tradisi seperti ini, hanya saja setahu saya belum ada orang yang mau meliputnya dan menelitinya. Saya pernah mengikuti upacara di Kemang, dan ada kawan yang memberitahukan saya bahwa di Tangerang ada yang menggunakan Dou atau gantang.
Mengenai yang benar yang mana, yang benar adalah yang seperti pakem di atas, tapi perkembangan di rakyat tidak menjadi masalah benar atau salahnya.
Xuan Tong