Budaya-Tionghoa.Net | Pada kelenteng tua yang mempunyai tiga pintu: satu pintu tengah dan dua pintu samping, macam Hok Tek Bio Bogor dan Tek Hay Kiong Tegal, dll, kita SEHARUSNYA memasuki kelenteng dari pintu QINGLONG 青龍 (naga hijau), yakni yang berada di sebelah kiri Kongco/Maco, atau sebelah kanan kita, dan kita keluar dari pintu BAIHU 白虎 (macan putih) yang di sebelah kanan Kongco/Maco, atau sebelah kiri kita. Kalau ada palang di ambang pintu, palang itu tidak boleh kita injak, melainkan kita langkahi, dengan kaki kiri terlebih dulu. Pintu QINGLONG lebih utama daripada pintu BAIHU. Pintu tengah ditutup dan hanya dibuka pada hari-hari besar saja dan dikhususkan bagi kio Kongco yang lewat.
|
Pada waktu bersembahyang di kelenteng, setelah terlebih dahulu bersembahyang kepada Thian (Thnikong), Sam Kuan Tai Te, dll dengan menghadap ke luar, kita lalu menghadap ke arah dalam kelenteng untuk bersembahyang ke Kongco/Maco tuan rumah, yakni yang altarnya berada di tengah bagian belakang ruang utama kelenteng. Setelah bersembahyang ke Kongco/Maco yang di tengah, terus kita bersembahyang ke Kongco/Maco yang di sebelah kiri beliau, lalu ke kanan beliau. Untuk kelenteng yang mempunyai lima buah altar yang berjejer, macam Lo Chia Bio Jakarta, selanjutnya kita bersembahyang ke altar yang ada di sebelah kiri luar beliau lagi, dan terakhir ke kanan beliau lagi. Bila kelenteng itu mempunyai bangunan sayap, maka kita harus bersembahyang ke sayap KIRI dulu, baru ke sayap KANAN.
Semua dipandang dari sudut pandang Kongco/Maco sebagai tuan rumah, yakni berlawanan dengan sudut pandang kita.
Aturan ini berlaku umum di semua kelenteng yang masih ditata sesuai dengan aturan budaya Tionghoa.
Kenapa Melangkahnya Kaki Kiri?
Dalam budaya Tionghoa, kiri lebih utama dari kanan. Ketika melangkah masuk ruang sembahyang juga harus kaki kiri dahulu yang maknanya adalah kita harus mengutamakan sifat-sifat kebajikan kita. Menancapkan hio dengan tangan kiri juga artinya kita akan selalu menancapkan kebajikan di alam langit dan alam bumi.
Tapi dalam masyarakat awam timbul keyakinan bahwa melangkah dengan kaki kiri akan membuat rejeki melimpah dan jika dimulai dengan langkah kaki kanan adalah mengacaukan tatanan alam semesta dan mengundang bencana. Tentunya hal ini adalah salah kaprah kecuali 1 hal yaitu melangkah dengan kaki kanan, yang mana adalah mengutamakan keburukan tentunya mengubah atau mengacaukan tatanan alam semesta.
Hiërarki ini pun berlaku saat kita menancapkan hnio di hniolo. Hnio pertama kita tancapkan di tengah, hnio kedua di sebelah kirinya (hnio yang tengah) dan hnio ketiga di sebelah kanannya hnio yang pertama (hnio yang tengah).
Kiri wen 文 (sipil), nan 男 (laki-laki), yang 陽 (positif); dan kanan wu 武 (militer), nü 女 (perempuan), yin 陰 (negatif), dipandang dari sudut pandang KONGCO/MACO, artinya dari dalam kelenteng, bukan dari sudut pandang kita.
Ada sebuah ungkapan dalam bahasa Tionghoa yang berbunyi “nan zuo nü you 男左女右, artinya “laki-laki di kiri, perempuan di kanan”. Oleh sebab itu, pada foto-foto pengantin dll yang masihg mengikuti aturan budaya Tionghoa, laki-laki selalu berdiri di sebelah KIRI perempuan. Dalam budaya Barat yang berlaku adalah sebaliknya, laki-laki di kanan, perempuan di kiri!
Di Tiongkok wen (sipil) jauh lebih dihargai daripada wu (militer). Para pejabat pun sebagian besar dipilih dari mereka yang lulus ujian wen, mulai dari xiucai, juren, jinshi, sampai akhirnya terpilih zhuangyuan, bangyan dan tanhua, yakni tiga lulusan terbaik, untuk menduduki jabatan terpenting dalam pemerintahan, seperti chengxiang (perdana menteri).
David Kwa
Diskusikan lebih jauh di forum sahabat : Facebook Group Angkatan Muda Tridharma Jawa Tengah